Sepatu lokal Rafheoo tak ketinggalan dalam merilis produk sepatu terbatas kala meramaikan Urban Sneaker Society (USS) 2019 di District 8 SCBD Jakarta, 8-10 November lalu. Mereka menggandeng seniman kain Bhisma Diandra untuk membuat sepatu dengan bahan kain tradisional. Bagian atasnya jadi fokus utama pengembangan.
Bhisma menginginkan kain tenun berjenis dobby berbasis kain tenun gulung. Bahan bakunya didatangkan dari Majalaya. Salah satu kota di Jawa Barat itu dulu dijuluki sebagai "Kampung Dolar" karena jadi penyedia bahan dasar kain terbesar di Indonesia sejak masa penjajahan Belanda. Tujuannya adalah untuk mengangkat kembali cerita gemilang tetangga Kabupaten Bandung tersebut.
Setelah mendapatkan bahan yang diinginkan, proses pewarnaan jadi perhatian utama. Pria yang besar dari komunitas Darahkubiru itu membawanya ke sebuah desa di Kota Semarang. Di sanalah proses pewarnaan dilakukan. Ibukota Jawa Tengah itu dipilih karena punya kultur pewarnaan batik yang mengakar dan dianggap sudah berpengalaman dalam mengolah warna cokelat yang ditampilkan sepatu Rafheoo karyanya. Laiknya batik, sepatu ini juga menjalani proses penyelupan agar warna yang dihasilkan semakin baik. Kayu tingi dipilih untuk proses celup agar bisa menghasilkan warna yang diharapkan.
Ia juga menambahkan bahwa seluruh tahap yang dilalui dilakukan secara manual. “Proyek kolaborasi ini bukan sekadar sepatu. Terdapat doa yang terselip dari tangan-tangan pengrajin yang kita libatkan di seluruh proses pembuatannya,” cerita Bhisma.
Bhisma juga menyebut bagaimana warna pakaian bisa jadi pemisah status sosial masyarakat di masa lampau. Maka dari itu, penggunaan pewarna alami jadi pengingat bahwa Indonesia juga punya sejarah dalam pengembangan warna kain. “Kayu tingi sudah dipakai sebagai pewarna alami sejak abad ke-18,” imbuhnya.
Mesin penenun menurutnya juga punya pengaruh besar dalam proses menghasilkan kain yang baik. Rafheoo menyediakan mesin Toyoda GH9 Automatic Shuttle Loom yang dibuat pada 1980-an. Mesin buatan Jepang ini dianggap sebagai yang terbaik pada masanya. Kekuatan penenunan dengan mesin ini bisa menghasilkan maksimal kain setebal 25oz. Nihon Menpu, salah satu pengrajin denim tenun terbaik di Okayama, masih menggunakan mesin itu dalam menghasilkan denim terbaik khas Jepang.
Rafheoo juga melakukan beberapa perubahan guna mendukung produksi bagian atas. Mereka menempatkan sebuah resleting di sisi luar untuk ergonomitas. Kenyamanan ditingkatkan dengan penambahan sol dalam (insole) yang diberi ukiran khusus. Sedangkan sol sepatunya terbuat dari olahan karet daur ulang.
Sepatu kolaborasi Rafheoo dengan Bhisma Diandra ini hanya diproduksi 50 pasang dengan banderol Rp720 ribu.