Bagi sebagian orang, Honda DBL adalah mimpi. Mereka berusaha untuk bisa tampil di kompetisi antarpelajar itu dengan segala cara. Ada yang menempuh jarak ratusan kilometer, ada pula yang harus menunggu waktu sampai usianya cukup dewasa.

Muhammad Farrel, garda SMAN 9 Yogyakarta, masuk ke dalam bagian orang-orang itu. Sejak SMP, ia bermimpi untuk tampil di Honda DBL. Pada akhirnya, mimpi itu terwujud. Farrel tampil di Honda DBL D.I. Yogyakarta Series 2019. Tim sekolahnya bahkan dapat mencapai babak Fantastic Four.

Sayangnya, SMAN 9 Yogyakarta tumbang. Farrel terpaksa tidak bisa melanjutkan perjalanan. Namun, pengalaman itu membuatnya termotivasi. Apalagi ia sudah bermain baik dengan mengoleksi total 112 poin atau rata-rata 18,6 dalam enam pertandingan. Farrel adalah top skor timnya.

Selepas pertandingan, saya menemui Farrel di ruang ganti. Setelah agak lama menunggu, saya akhirnya bisa mewawancarainya. Farrel bercerita tentang dirinya dan tim sekolah yang dibelanya.     

Komentar soal pertandingan semifinal dulu, deh. Menurutmu, permainan tim seperti apa?

Hari ini dari tim sendiri alhamdulilah sudah all-out. Sudah berusaha untuk fight di lapangan. Cuma ini, kan, pengalaman pertama buat kami lolos grup. Mungkin agak tertekan. Sementara mereka, lawannya, sudah dua kali semifinal.

Kamu masih kelas 10, ya? Pemain muda, tapi punya peran besar sebagai pencetak skor utama. Memang ditugaskan seperti itu?

Sebenarnya buat scoring semua pemain punya tugas yang sama. Aku bisa cetak poin juga dari mereka. Jadi, kerja sama tim memang bagus.

Pengalaman pertama cukup berharga?

Berharga banget, sih. Apalagi ini ajang yang gede banget di SMA. Atmosfernya, tuh, rasanya terbuka semua.

Kamu sendiri sudah lama main basket?

Dari kelas 8 (SMP) semester dua. Itu main basket karena diajak kakak kelas. Waktu SMP di Kesatuan Bangsa. Diajak kakak kelas main basket, lama-lama ketagihan, terus dinasehati Coach karena punya potensi bagus. Akhirnya, sampai sekarang lanjut.

Waktu SMP ikut ekstrakurikuler?

Ekstrakurikuler, iya. Klub juga, iya. Ikut klub Mataram Basketball.

Waktu SMP sempat berpikir buat main di DBL?

Pengen banget, sih.

Sudah sempat nonton? Seperti apa reaksi begitu nonton DBL?

Sudah. Kaget, sih, soalnya waktu SD saya tidak di Yogya. Saya dari NTB (Nusa Tenggara Barat). Cuma merantau ke Yogya, asrama di Yogya. Waktu itu nonton DBL karena penasaran. Akhirnya, datang sama teman-teman. Ternyata heboh banget. Ada tim ditonton banyak orang. Gila banget.

Sampai sekarang masih main di klub?

Masih.

Berarti di sekolah dan di klub aktif?

Iya, di sekolah sama di klub.

Menurutmu, seperti apa basket di Yogya?

Luar biasa. Potensinya banyak banget. Dari SD sudah ada. Nanti lanjut ke SMP, terus ke SMA.

Kalau kompetisinya? Persaingan di DBL, misalnya.

Wah, ketat banget. Mana pemain-pemain bagus sudah berpencar semua, kan. Jadi, kami harus fight terus.

Setelah ini bagaimana? Ada kesempatan setidaknya dua tahun lagi ikut DBL.

Siaplah tahun depan. Siap.

Siap apa? Siap jadi MVP?

Haha, insha Allah.

Ini, kan, kesempatan pertama. Apa yang kamu sadari dari kesempatan pertama?

Terutama soal kesiapan. Kesiapan bagi diri sendiri. Habis ini mulai dari nol lagi persiapannya. Kakak-kakak ada yang lulus. Nanti ada yang baru. Bangun chemistry tim lagi. Individu juga terus diasah. Harus ditingkatkan lagi. Maksimalkan untuk tim.

Kamu sudah main basket dari SMP sampai sekarang. Basket sudah mengajari apa saja?

Disiplin, terutama. Bagaimana kita harus latihan. Kontrol pola makan, pola hidup.

Kamu juga seorang student-athlete. Harus bagi waktu antara belajar sama main basket, dong. Sulit tidak, sih?

Kalau di situ pernah kesulitan. Cuma saya selalu bagi mana yang paling dekat. Mana yang dekat, ia yang didahulukan. Antara belajar sama basket. Soalnya pendidikan sama basket itu penting. Sekitar 60-40 perbandingannya. Hampir 50-50, sebenarnya. Soalnya saya bisa seperti ini karena basket.

Ada rencana buat serius di dunia basket? Atau malah sudah serius?

Ya, belum kepikiran, hehe.

Sebenarnya cita-citanya apa?

Cita-citanya dokter.

Jadi Dokter Boyke? Hahaha.

Hahaha.  

Oke, deh, kalau gitu sudah sampai di sini dulu. Terima kasih, ya.

Iya, terima kasih.   

Foto: DBL Indonesia

Komentar