SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya merupakan simbol konsistensi bola basket pelajar di Surabaya. Tim putra mereka bahkan sukses menjadi juara Honda DBL sejak 2018 lalu. Pada 2019 ini, sekolah yang akrab disebut Sinlui itu juga berhasil menumbangkan SMAN 2 Surabaya di Final Party dan naik ke podium tertinggi.

Saya pun berkesempatan untuk berkunjung ke sekolah Sinlui. Menemui beberapa penggawanya, termasuk Manajer Novan Ali, untuk berbincang-bincang tentang banyak hal. Pria yang sekaligus seorang guru kimia dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan itu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan panjang lebar.   

Ada komentar soal gelar juara kemarin?

Tiap kali mengikuti DBL ini bertujuan untuk juara, target kami jadi juara, jadi persiapan kami memang bukan yang biasa-biasa saja. Kami punya persiapan khusus. Bahkan, latihan kami ketika tiga bulan mendekati event DBL berlangsung pagi dan sore. Kami lakukan itu tiap hari.

Kami tidak punya target juara dua kali atau apa, tapi tiap kali ikut kompetisi kami ingin juara. Apalagi event seperti DBL ini. Event yang paling diimpikan anak-anak basket di era sekarang.

Saya dengar dukungan sekolah terhadap tim basket—bahkan bukan cuma tim basket, sebenarnya—sangatlah besar. Memang seperti itu?

Di sekolah Sinlui ini, kami selalu totalitas mendukung anak yang ikut lomba. Tidak hanya basket, tetapi juga O2SN, lomba kimia, matematika. Kami selalu totalitas.

Basket juga punya dukungan yang full banget. Kami totalitas. Jadi, anak-anak kami dukung, tetapi tidak lepas dari koridor pelajaran.

Pelajaran pun harus mereka ikuti seperti siswa-siswa yang lain. Untuk latihan juga selalu kami lakukan di luar jam sekolah.

Untuk suporter, kami juga punya organisasi atau departemen khusus. Mereka bekerja sama dengan OSIS untuk mengkoordinasi semua suporter kami. Jadi, dukungan anak-anak Sinlui kepada tim basket ini full banget. Semua datang tanpa ada paksaan sama sekali.

Sinlui tidak menganut sistem full day school. Jam dua siang sudah pulang. Apakah ini ada hubungannya dengan ekstrakurikuler? Mengingat tim basket juga perlu latihan. Seandainya full day, waktu latihan mereka berkurang.

Sebetulnya tidak ada. Sekolah kami tidak full day school karena punya kurikulum praktikum yang dilakukan di luar jam sekolah. Praktikum itu mulai pukul setengah tiga, selesai setengah tujuh. Kalau full day school, anak-anak selesai setengah empat, mereka bisa pulang setengah delapan. Jadi, memang tidak ada hubungannya dengan jadwal latihan dari tim basket. Meski pun itu ikut jadi sisi positif buat kami. Anak-anak biasa latihan pulang sekolah. Begitu selesai latihan mereka masih punya kesempatan belajar juga.

Omong-omong soal tim basket, ada proses perekrutan tidak?

Untuk proses khusus sebetulnya tidak ada. Kebetulan sekolah kami sekolah yang cukup favorit di Surabaya, yang bisa dibuktikan bahwa murid-murid kami di Sinlui ini dari Sabang sampai Merauke ada semua. Jadi, bagi orang tua yang ingin anaknya betul-betul mendalami basket sambil belajar, sekolah Sinluilah sekolah yang tepat untuk dipilih.

Bonfil, kan, dari Blitar. Begitu ia memutuskan sekolah di sini, ada first impression seperti apa?

Sebenarnya kami setiap bulan September memperingati hari ulang tahun sekolah kami, yang kami sebut sebagai Vincetius Day. Ada lomba-lomba bagi anak SMP. Ada lomba basket, ada lomba debat, lomba science, lomba english, lomba computer launching, dan lomba paduan suara. Itu, kan, untuk anak-anak SMP.

Bonfil ini dari SMP Yos Sudarso Blitar. Waktu itu SMP Yos Sudarsono Blitar mengikuti kompetisi yang diadakan oleh Sinlui ini. Yang kami namakan Sinlui Hot. Nah, Bonfil ini sejak SMP kelas satu mainnya sudah jago. Dia juga mungkin tahu tentang lingkup Sinlui ini. Dia dengar tentang tim basket Sinlui ini. Mungkin ada ketertarik dari Bonfil atau orang tuanya, dan juga saudara-saudara dari Bonfil juga bersekolah di Sinlui, mungkin itu jadi salah satu alasan dia memilih bersekolah di Sinlui.

Dalam dua tahun terakhir ini, Bonfil sudah berprestasi membawa Sinlui menjadi juara, jadi MVP, All-Star juga berangkat ke Amerika. Itu jadi prestasi yang berarti apa, sih, untuk Sinlui?

Setelah jadi MVP, MVP All-Star, lalu sebagai anggota DBL All-Star, tentunya kami sebagai sekolah sangat bangga akan prestasi yang diraih siswa kami. Itu juga melambung nama sekolah kami. Kami sangat mendukung atas prestasi yang diberikan Bonfil kepada sekolah.

Bonfil harus lulus tahun depan, kira-kira Pak Novan sudah punya seseorang yang bisa menggantikannya tidak?

Mau tidak mau tahun depan tidak ada Bonfil lagi. Tentunya kami kehilangan support yang ada. Kami sebagai sekolah tidak bisa seperti tim profesional. Tidak bisa comot sini comot sana, tapi kami akan memaksimalkan dari sumber daya atau anak-anak yang ada, yang kami latih sesuai karakter yang ada.

Kami tidak bisa memaksakan harus mencari pengganti Bonfil. Karena Bonfil ini—bisa dikatakan—anak ajaib yang mungkin tidak banyak ditemukan di mana-mana. Seperti dulu kami punya Christine Tjundawan. Itu, kan, anak ajaib dunia basket.

Untuk persiapan mencari pengganti Bonfil, karena karakter anak-anak itu beda, kami tidak memaksakan. Takutnya malah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, kami serahkan itu kepada pelatih. Untuk memaksimalkan tenaga anak-anak yang ada.

Soal DBL, sebenarnya kompetisi ini berarti apa untuk sekolah-sekolah di Surabaya, terutama untuk Sinlui? Dan harapan ke depannya apa?

Untuk DBL, bagi kami sekolah Sinlui, adalah ajang yang bisa membantu sekolah dalam hal pembentukan karakter. Karena DBL ini, bagi anak-anak, merupakan impian mereka. Jadi, DBL ini sangat membantu sekolah dalam pembentukan karakter, pendidikan anak-anak.

Saya, kan, sudah jadi manajer di DBL ini mulai dari 2007 sampai 2019. Bisa dikatan sekitar 13 tahun. Atau berapa itu saya tidak menghitung. Jadi, rules-nya DBL ini saya sudah tahu, sudah hafal di luar kepala. Memang DBL setiap tahun selalu punya hal yang baru. Membuat kami terkejut. Itu bagus juga. Tapi, kemarin ada beberapa masukan yang saya berikan kepada pihak DBL.

Ya, ini merupakan masukan yang baik bagi DBL. Mungkin bagi DBL masukan saya ini bisa diikuti, yang tidak cocok jangan diikuti. Harapan-harapan saya sudah disampaikan.

Seperti halnya kemarin kebetulan pemain kami ada yang dilanggar, kemudian ia menepuk lawan supaya hati-hati, malah terkena hukuman eject yang berat. Apakah peraturan DBL itu bisa disamakan seperti profesional yang sangat ketat? Yang saya tahu, peraturan untuk pelanggaran seperti itu, karena profesional wasitnya tidak berani memberikan eject walaupun secara peraturan eject.

Nah, sedangkan ini untuk pelajar. Impian anak-anak. Ketika anak itu kena eject, otomatis impian anak-anak itu pupus juga. Itu bagaimana? Anak-anak ini jadi down, tidak punya harapan lagi. Tolonglah DBL ini, dengan aturan-aturan yang saya tahu untuk membuat mereka tertib, atau mereka jadi tidak melanggar aturan keras, disesuaikan lagi. Dalam arti, ketika orang melakukan kesalahan, tolong diberi kesempatan. Sedangkan ini langsung di-cut begitu saja. Kami sebagai guru yang mendidik, kami tahu prosesnya di sekolah itu bagaimana, kami tahu lebih lama, anak ini adalah anak yang baik, tidak punya niat yang jahat, tetapi hanya karena itu mendapat hukuman yang berat.

Hukuman sampai nge-cut seperti itu silakan kalau (skors) satu pertandingan. Tapi, tolong, dari DBL jangan sampai nge-cut impian anak-anak sampai segitunya. Karena DBL ini impian mereka. Bahkan, DBL itu dipakai untuk membantu pembentukan karakter. Kami bilang ke anak-anak, “Kalau kamu tidak bisa jadi anak yang baik, kamu tidak bisa ikut DBL.” Anak-anak otomatis akan berubah sendiri.

Oke, itu tadi masukan. Sekarang, soal Mas Ivan, sebenarnya Pak Novan sudah bekerja sama dengan Mas Ivan berapa lama?

Saya dengan Ivan baru bekerja sama selama dua tahun. Mulai 2018 sampai 2019.

Sejauh ini kinerja beliau sebagai pelatih Sinlui memuaskan?

Kebetulan visi kami sebagai sekolah dan visi Ivan sebagai head coach itu sama. Kami tidak mengizinkan anak-anak basket Sinlui bertindak semena-mena. Tidak mentang-mentang anak basket, lalu dia antihukum atau apa. Kami tidak seperti itu. Bahkan, ketika ada anak sehebat apa pun, jika dia melanggar aturan sekolah, kami tidak segan mencoret anak itu di tim. Jadi, kerja sama kami dengan Ivan berjalan baik.

Mas Ivan dan beberapa anak akan ikut DBL Camp tahun ini. Ada harapan apa kepada mereka?

Harapannya, tentunya, bisa terpilih menjadi tim All-Star. Apalagi untuk Ivan.

Saya sangat salut kepada Ivan dan angkat jempol. Karena tahun lalu dia terpilih menjadi first team coach tim cowok, tetapi istrinya baru saja melahirkan anak pertama, jadi Ivan dengan berat hati memilih keluarganya.

Saya tahu, dalam hati, siapa yang tidak mau menjadi pelatih All-Star untuk berangkat ke Amerika. Semua impian pemain basket pasti ingin melihat secara langsung bagaimana atmosfer basket NBA di Amerika. Saya pun sebenarnya ingin, tapi sebagai manajer tidak ada kesempatan untuk berangkat ke sana. Ya sudah, tidak apa-apa. Yang penting anak-anak bisa mendapat kesempatan itu.

Untuk yang tahun ini, saya bertanya kepada Ivan soal kamp, puji Tuhan dia didukung istrinya untuk mengikuti kamp. Selama ini, apa yang telah dikerjakan, itulah prestasinya dia. Saya rasa dia juga layak untuk terpilih menjadi pelatih All-Star untuk 2019 ini.

Untuk Bonfil juga. Dia sudah bermain seperti itu. Untuk Neuville juga. Mereka anak-anak saya. Ivan teman saya. Kami di Sinuli bagai satu keluarga. Sebagai keluarga, kami mendukung goal mereka. Kami ingin yang terbaik dari mereka di DBL Camp tahun ini.

Baik, itu sudah pertanyaan terakhir saya. Terima kasih sudah mau wawancara dengan Mainbasket.  

Oke, sama-sama.

Foto: Alexander Anggriawan

Komentar