Arviano Cornell Lawrence, pemain SMA 1 Bina Bakti Bandung, senang bukan main karena menjadi juara Mainbasket 3x3 Indonesia Competition di Bandung. Ia dan teman-temannya menjadi juara setelah mengalahkan SMA St. Aloysius SA dengan skor 9-3. Arvin—sapaan akrabnya—bahkan mampu menyabet gelar Most Valuable Player (MVP).

Selepas pertandingan, saya menghampiri Arvin. Kami berbincang-bincang tentang gelar yang baru saja ia raih. Setelah berbincang beberapa menit, saya mendapat sebuah cerita unik sekaligus getir. Ada sebuah motivasi besar di balik gelar MVP itu.

Arvin, ceritakan dulu pertandingan final berlangsung seperti apa?

Bagus, sih, semua main kompak walaupun ada satu orang yang rada gemuk. Dia bukan tim inti di Bina Bakti itu. Cuma dia tetap mau berusaha kasih yang terbaik. Dia itu mau kasih yang terbaik. Padahal skill tidak terlalu bagus, badan besar—berpengaruh pada speed—tapi terus semangat. Salutlah.

Kalau penampilanmu sendiri seperti apa?

Sebenarnya saya di sini melampiaskan. Saya harusnya masuk tim 5-on-5 untuk DBL. Cuma gara-gara peraturan, saya tidak bisa main. Saya cuma beda 16 hari sama peraturan. Rada kesal. Hanya karena 16 hari, saya tidak bisa ikut DBL. Jadi, saya ikut 3x3 ini saja. Ikut 3x3 ini sebagai pelampiasan. Harus lebih semangat, harus lebih keras lagi.

Seru tidak 3x3?

Seru, sih. Cuma menurut saya, waktunya jangan kotor. Kurang puas jadinya. Semibersih minimal.

Oh begitu. Susah tidak main 3x3?

Oh iya, pernah kesusahan. Waktu gim pertama, saya melawan SMAN 1 Cililin kalau tidak salah. Ini, kan, baru pertama kalinya saya main 3x3, jadi belum begitu tahu bagaimana cara main 3x3.

Begitu main, ternyata 3x3 itu cepat. Tidak bisa lama-lama. Terus, beda banget sama 5-on-5. Di 5-on-5 ada pola segala macam. Di 3x3 ternyata harus main lebih cepat. Berpikir cepat, bergerak cepat. Polanya beda.

Kok bisa jadi MVP?

Saya sendiri tidak bisa begini kalau tidak ada teman-teman. Kalau tidak ada yang bantu, tidak bisa dapat MVP. Menang juga belum tentu kali, ya.

MVP ini berarti apa?

Ini, kan, gelar MVP pertama saya. Sangat berarti pastinya. Kebanggaan. Kebanggaan buat Bina Bakti. Bukan buat saya sendiri.

Kamu sudah pernah main di DBL berapa kali?

Baru sekali. Tahun ini, kan, tidak ikut. Dulu ikut 5-on-5, tapi gim pertama langsung kalah. Baru yang ini ikut 3x3. Ini tahun terakhir. Tadinya mau ikut DBL, tapi tidak bisa, hehe.

Ceritakan dong perjuanganmu untuk masuk tim sekolahmu seperti apa?

Awalnya, waktu kelas satu SMA, masih beradaptasi sama cara main tingkat SMA. Masih agak gugup. Kalau main, banyak turnover. Sampai akhirnya saya berbenah. Latihan seminggu hampir empat kali. Kadang tambah latihan di rumah. Ikut klub juga. Klub Metro Starlight.

Dari Coach juga selalu mendukung. Kasih tahu apa yang kurang dari saya. Terus, dia mengubah bentuk pribadi saya untuk jadi lebih baik. Sayangnya, tidak bisa ikut di tahun terakhir.

Main basket sejak kapan?

Fokusnya, sih, sejak kelas sembilan. Waktu SMP.

Pertama kali ketemu basket seperti apa ceritanya?

Pertama kali itu kelas enam. Waktu SD. Main basket pas olahraga—olahraga di sekolah. Asal-asalan saja. Waktu SMP kelas satu juga masih main futsal. Karena pas SD sukanya futsal.

Begitu kelas dua SMP, saya jadi suka basket. Saya, kan, aktif di gereja juga. Di sekolah suka main basket. Pelatih SMP melihat saya sampai akhirnya saya masuk tim. Waktu itu SMP Bina Bakti juga. Saya masuk tim inti, dipercaya jadi kapten. Berkembang terus.

Apa yang bikin kamu kemudian memutuskan bergabung dengan tim SMA Bina Bakti?

Waktu saya kelas tiga SMP, saya sempat cedera. Cedera otot kaki kiri.

Waktu itu lagi zamannya Bina Bakti juara DBL. Saya di rumah tidak bisa menonton ke GOR Pajajaran. Saya di rumah berkhayal ingin ikut DBL. Merasakan juara DBL sama Bina Bakti.

Angkatan sebelum saya itu timnya kuat. Cuma waktu itu kepeleset di DBL gim pertama. Jadi, tidak bisa merasakan gelar juara DBL. Nyesek. Ditambah lagi tidak bisa main tahun ini.

Cuma akhirnya bisa juara 3x3.

Iya, puji Tuhan.

Rasanya sama senang tidak, sih? Tidak bisa ikut DBL, tapi juara di Mainbasket 3x3.

Pasti beda. Dari penonton, kemeriahan acara, sudah beda. Cuma harus bersyukur karena bisa juara. Sudah dapat MVP juga. Senang banget. Ini pertama kalinya.

Selanjutnya mau ngapain?

Ada kejuaraan lain di Trimulia Cup. Saya ikut di tim 5-on-5 Bina Bakti.

Persiapannya seperti apa?

Dari sebelumnya juga sudah mulai latihan. Sejak minggu-minggu lalu sudah latihan. Sejak kalah di DBL, kami sudah latihan. Sudah bikin pola baru.

Kemarin evaluasinya apa kalah di sini?

Kemarin ada dua pemain yang ditarik dari luar tim inti. Saya dan nomor empat itu tidak bisa main. Dia tidak bisa main karena pindahan.

Begitu kurang pemain, akhirnya Coach ambil pemain dari luar tim inti. Padahal dua anak ini tidak pernah ikut bertanding. Main di DBL gugup. Terus, di DBL ada minimal minute play. Coach jadi agak wanti-wanti mau menurunkan mereka.

Meski tidak bisa ikut tampil, menurutmu DBL ini kompetisi yang seperti apa, sih?

Kompetisi pelajara terbesar kalau kata saya. Anak-anak SMA pasti bermimpi ingin jadi All-Star. Ini salah satu yang besar. Paling menarik. Makanya saya ingin sekali main, tapi tidak bisa. Sayang sekali. Mau bagaimana lagi.

Selanjutnya masih mau main basket? Entah di tempat kuliah atau apa?

Masih mau. Masih lanjut. Basket terus pokoknya.

Oke, kalau gitu. Itu sudah pertanyaan terakhir. Terima kasih sudah mau wawancara.

Iya, sama-sama. 

Foto: Muh Alif/DBL Indonesia

Komentar