Tim putri SMAN 1 Bogor berhasil mengalahkan SMAN 6 Depok dalam gelaran Honda DBL West Java Series 2019-West Region. Mereka akhirnya berhak melaju ke babak Big Four. Perjuangan Smansa—sebutan SMAN 1 Bogor—tidak sia-sia tahun ini. Mereka bahkan bisa melangkah lebih jauh dari tahun lalu.
Selepas pertandingan pada Rabu, 28 Agustus 2019, saya berhasil menemui Andri Malay di GOR Pajajaran Bogor. Ia adalah kepala pelatih Smansa. Dulu Malay juga sempat menjadi asisten pelatih Merpati Bali, klub bola basket perempuan yang berlaga di Piala Srikandi.
Saya berbincang-bincang dengan Malay soal Honda DBL West Java-West Region 2019. Kami juga sempat membahas tentang bola basket di Bogor dan tim putri Smansa. Perbincangan kami singkat, tetapi cukup untuk mendapat gambaran.
Apa pendapatnya soal pertandingan tadi?
Kalau menurut saya, sih, sudah bukan masalah teknik, masalah fisik, tapi tentang will—keinginan anak-anak untuk menang. Anak-anak sudah kram, saya sudah tidak ada di lapangan, mereka justru tetap mau dan tetap push diri. Meski sempat terkejar dari margin 14 sampai ke margin 9.
Foul out. Kram. Karena will itu tadi semuanya pada lupa sama masalahnya masing-masing. Akhirnya dapat juga.
Selama satu season ini grafiknya naik-turun atau naik terus?
Grafiknya naik terus. Alhamdulilah naik terus. Tadi bagus anak-anak. Cuma terbatas masalah rules enam menit. Saya harus memainkan semua pemain selama itu, tapi—satu—saya lupa.
Yang kedua, sebenarnya dua pemain saya itu lagi tidak bisa main. Yang satu cedera, yang satu asma. Mereka tidak siap untuk main. Asma sama cedera engkel ini susah juga kalau kita cari surat sakitnya. Makanya, saya biarkan tetap di situ. Yang penting mereka bisa support. Paling technical foul dua.
Yang ketiga, saya ternyata kurang detik. Mau bagaimana lagi. Cuma secara keseluruhan memang serulah.
Yang saya appreciate dari anak-anak adalah keinginannya. Apalagi kapten saya kuarter dua saja sudah foul trouble.
Kapten yang mana? Nomor 10?
Iya, itu jadi tambah drama.
Dan akhirnya foul out juga, haha.
Heeh, akhirnya foul out.
Sebelum ini persiapannya sendiri sudah cukup?
Persiapannya cukup, tapi basket putri itu animonya lagi kurang.
Di mana?
Di Bogor. Lagi kurang. Sebenarnya lima orang itu siswa SMA 1 biasa yang mau bantu untuk daftar. Ada yang cuma siswa biasa, ada yang atlet atletik, yang tidak pernah pegang bola. Cuma mereka satu kata mau bela SMA 1. Akhirnya daftarlah.
Soalnya enam orang ini tanpa lima orang tadi tidak bisa daftar. Nah, lima orang ini tanpa enam orang ini susah juga. Akhirnya bantu-bantu saja.
Targetnya apa season ini?
Kami sudah step forward. Kemarin kami empat besar (Fantastic Four), sekarang naik lagi Big Four. Mudah-mudahan, sih, bisa jadi juara Jawa Barat.
Kalau melihat lawannya—saya sebenarnya belum lihat peta persaingan—kira-kira akan seperti apa?
Kalau sama tim intinya, sih, saya yakin. Tinggal kedalaman bench saja.
Ada kiat-kiat tertentu buat mengatasi masalah ini?
Saya punya waktu dua hari. Mungkin dalam dua hari ini saya akan mengajarkan mereka tentang defense. Yang lainnya paling massage. Buat relaksasi saja dalam dua hari ke depan. Istirahat begitu.
Oh ya, nomor 10 (Regina Angelique) dan nomor 13 (Rania Rizqika) sebenarnya menarik perhatian saya. Nomor 10 itu juga tahun lalu masuk First Team, kan?
Iya First Team, tapi tidak berangkat karena ada kendala dengan sekolah. SMA 1 itu, kan, akademis nomor satu. Dia juga sampai nangis-nangis.
Sekarang kelas 12?
Iya, sudah kelas 12. Sebenarnya dia mau nekat, tapi ibunya takut duluan.
Kalau nomor 13, dia termotivasi untuk masuk ke First Team. Dia tahun lalu masuk Second Team, tapi tidak terpilih buat berangkat kamp. Makanya dia punya motivasi lebih tahun ini. Poinnya juga selalu di atas 10. Dia ingin menunjukkan kalau dia layak masuk First Team.
Si nomor 13 dan 10 ini juga teman dekat Namira (Ramandha). MVP All-Star tahun lalu. Di Porda Kota Bogor. Namira itu menularkan semangatnya ke mereka sehingga anak-anak terinspirasi.
Coach, ceritakan soal peta persaingan di Bogor, dong! Sebenarnya seperti apa?
Sampai tahun ini, menurut saya oke, cuma—seperti saya bilang—basket putri di Kota Bogor itu sedikit. Yang daftar DBL dari Bogor saja sedikit. Cuma SMA 1, SMA 2, SMA 5, SMA 10. Sisanya dari Depok dan Sukabumi.
Tapi, balik lagi, ketika ada regulasi enam menit itu, kami mau tidak mau harus cari orang. Dalam tanda petik, “Ah ya sudah cari dulu. Siapa tahu nanti animonya naik.” Menurut saya itu regulasi yang bagus. Mudah-mudahan dengan adanya regulasi itu, orang makin banyak yang main, animonya semakin naik.
Kita, kan, ngomong soal perkembangan dan peta persaingan di situ. Nah, saya bilang animo basket putri naik, maka persaingan juga akan naik.
Lagi menuju ke sana?
Lagi menuju ke sana. Terbukti dengan pemain saya yang baru bisa main basket, mereka semangat terus latihan. Akhirnya ekstrakurikuler putri yang tadinya tidak ada, dulunya cuma dua orang, sekarang ada delapan-sembilan orang. Berarti itu animonya naik. Perlahan-lahan bisa berkembang. Kata pertama dari DBL adalah develop. Nah, kami develop terus animonya semakin naik, pemainnya semakin banyak, kualitasnya semakin bagus. Menurut saya begitu.
Foto: Akhmad Rizal/DBL Indonesia