Kasus penembakan masal seolah menjadi pemberitaan mingguan atau bahkan harian di Amerika Serikat. Silih berganti, mulai dari menyerang sekolah hingga tempat publik, kasus serupa terus terjadi. Terbaru, bahkan ada tiga penembakan dalam waktu berdekatan di tiga tempat berebda, Gilroy (California), El Paso (Texas), dan Dayton (Ohio).

Seiring dengan kejadian itu, tuntutan dari masyarakat hingga beberapa tokoh publik Amerika Serikat untuk pembatasan senjata api juga terdengar semakin kencang, meski tak terlihat ujungnya.

Salah satu tokoh publik yang angkat bicara mengenai hal ini adalah Kepala Pelatih Golden State Warriors yang sekaligus menjabat asisten pelatih tim nasional Amerika Serikat untuk Piala Dunia FIBA 2019, Steve Kerr. Dalam wawancara yang dilansir The Mercury News, Steve mengungkapkan pandangannya tentang semakin berbahayanya keadaan di sana.

“Bisa dibilang ini hanya masalah waktu sampai seseorang masuk lewat pintu depan lapangan dan menembaki kita menggunakan senjata AR-15,” buka Steve. “Hal ini sangat mungkin terjadi karena kita sangat rapuh dan mudah sekali untuk disusupi. Entah Anda pergi ke konser, gereja, mall, bioskop, hingga sekolah, semua tempat menjadi berbahaya.”

“Ini kembali kepada kita, warga Amerika Serikat untuk meminta perubahan besar dari pemimpin yang tak punya keberanian yang membiarkan semua ini terus terjadi. Mereka terus berujar tentang amendemen kedua untuk mengatur hal ini. Padahal, amendemen kedua itu hanya berisi tentang hak membela diri. Hak yang bisa membawa kita pada kondisi yang berbahaya. Ini semua benar-benar tidak masuk akal,” imbuhnya.

Tak sampai di sana, Steve bahkan mengunggah pemikirannya melalui akun twitter pribadinya. Di sana, ia mengunggah foto yang berisikan bagan rantai kejadian penembakan yang terjadi di Amerika Serikat. Hal tersebut disambut persetujuan dari para pengikutnya di sana yang memberi komentar.

Vokalnya Steve atas kejadian ini tidak mengejutkan bagi banyak pihak. Pasalnya, mendiang ayah Steve, Malcolm, juga meninggal karena tertembak. Malcolm yang bekerja sebagai diplomat di Lebanon tertembak saat bertugas pada 1984 lalu.

Secara statistik, sudah ada 249 kasus penembakan masal yang terjadi di Amerika Serikat sepanjang 2019. Di bawah Amerika Serikat, Meksiko adalah negara dengan kasus penembakan terbanyak dengan tiga kasus. Selain itu, 8 dari 25 kasus yang melibatkan korban meninggal terbanyak terjadi hanya dalam kurun tiga tahun terakhir. (DRMK)

Foto: NBA

Komentar