Para pendukung SMA Don Bosco berhamburan ke lapang ketika tim putra mereka mengalahkan MA Ar-Risalah. Mereka merayakan gelar juara itu bersama-sama. Tidak terkecuali kepala sekolah dan guru-guru. Mereka tumpah ruah ke arah para pemain dan pelatih.

Itu merupakan gelar juara kedua beruntun tim putra SMA Don Bosco. Sementara tim putri baru juara lagi. Mereka memang terkenal sebagai raja dan ratunya bola basket pelajar di Padang. Hal itu diakui beberapa pelaku bola basket yang mengikuti Honda DBL West Sumatera Series 2019, baik pelatih maupun pemain.

SMA Don Bosco bisa disebut raja dan ratu karena kultur bola basket mereka yang kuat. Olahraga permainan ciptaan James A. Naismith itu merupakan olahraga utama di sekolah mereka. Sekolah bahkan sangat mendukung kegiatan tim bola basket selama itu berpengaruh positif kepada nama baik mereka.

“Sekolah sangat mendukung,” kata Audy Pahala, pelatih tim putri SMA Don Bosco. “Sekolah membiarkan kami mengikuti berbagai macam kegiatan. Namun, namanya sekolah, tetap mengutamakan pendidikan. Pendidikan itu nomor satu. Jadi, anak-anak masih tetap harus belajar. Main basket bisa di sela-sela itu. Kami jarang dapat libur juga, kecuali kalau final kayak begini.”

Sebagaimana pelajar-atlet, para pemain SMA Don Bosco juga mengerti akan hal itu. Mereka tahu bahwa bola basket hanya salah satu latar kehidupan mereka. Sementara hasil dari pendidikan akan mereka bawa sampai mati. Oleh karena itu, para pemain berusaha untuk mengimbangi semuanya.

“Menjelang kejuaraan, latihan kami semakin intens, tapi kami masih harus belajar. Jadi, harus atur waktu. Latihan dua kali sehari—pagi dan sore,” ungkap Rizky Aditya Satrio, kapten tim putra. “Latihan pagi jam lima. Sore sepulang sekolah. Sebelum latihan sore kami sekolah dulu.”

Kegiatan sekolah, latihan, dan pertandingan memang melelahkan. Meski begitu, mereka menikmati semuanya. Sebab, mereka menyukai bola basket. Apalagi Honda DBL cukup bergengsi untuk dimenangkan. Prestasi mereka besar dari sana.      

  

Menurut Arif Baskoro, pelatih tim putra, Honda DBL selama ini menjadi prioritas mereka. Setiap tahun, anak-anak berusaha membuktikan diri. Mereka telah membuktikannya tahun ini, dan hendak melakukannya lagi tahun depan.

Untuk bisa melakukan itu, SMA Don Bosco perlu mempertahankan kultur juaranya. Salah satunya dengan terus berproses. Arif dan Audy menilai timnya sudah bagus tahun ini. Mereka akan mencoba mengembangkannya lagi.

“Saya belum tahu tahun depan akan seperti apa. Saya belum tahu pemain-pemainnya seperti apa,” kata Arif. “Yang pasti, kami akan terus melanjutkan prestasi ini. Saya akan coba mengembangkannya lagi. Tahun ini sudah bagus, tapi pasti akan ada perbaikan.”

Tekad SMA Don Bosco untuk menjadi yang terbaik rupanya tertanam pada semua pemainnya. Bahkan mereka yang sudah lulus sekalipun. Juan Vitto, salah satu bekas pemainnya, yang kebetulan masuk Honda DBL Camp 2018, mengakui hal itu.

“Apa yang saya pelajari di Don Bosco, apa yang saya pelajari di camp tahun lalu, akan saya terapkan di kehidupan saya selanjutnya,” ujar Vitto. “Sejauh ini, pelajaran-pelajaran dari basket sudah sangat membantu saya, terutama kedisiplinannya. Misalnya, kalau kami ke waterboom, saya tidak bisa selesai lebih dulu. Saya harus tunggu teman-teman sampai keluar semua. Ada kebersamaan, ada ketepatan waktu.”

Pada akhirnya, kultur SMA Don Bosco itu juga mengantarkan mereka kepada gelar juara Honda DBL West Sumatera Series 2019 ini. Juara demi juara telah membentuk mereka menjadi lebih kuat. Namun, hasil itu tidak lebih penting dari proses. Sebab, kata Audy, proses itulah yang justru membuat mereka terus juara. Kemudian, mereka besar karena kultur itu. Mereka latihan, berkompetisi, sekaligus berprestasi dengan kultur juara Don Bosco. Semua adalah siklus yang berulang-ulang; dari proses ke hasil, lalu berproses dan berhasil lagi. (put)

Foto: Gilang Adi Nugraha/DBL Indonesia

Komentar