Isaiah Thomas adalah salah satu atlet NBA dengan kisah yang sangat inspiratif. Memiliki tinggi badan di kisaran 175 sentimeter, Isaiah nyaris tidak terpilih pada NBA Draft tahun 2011(terpilih di urutan terakhir oleh Sacramento Kings). Hal tersebut diduga karena postur fisiknya yang sangat kecil dan potensi jangka panjangnya dipandang sebelah mata. Namun, dengan semangat yang tinggi dan kerja kerasnya, Isaiah menjadi salah satu pilar utama kebangkitan Boston Celtics di era kepemimpinan Brad Stevens.

Musim kompetisi 2016-17 adalah puncak kesuksesan Isaiah yang saat itu menginjak usia 27 tahun. Isaiah berhasil mengangkat Celtics menempati posisi pertama wilayah timur dengan menjadi pemain yang paling produktif dalam tim. Selain itu, Isaiah juga memiliki catatan statistik yang sangat mengesankan, yaitu 28,9 PTS (tertinggi ketiga di musim kompetisi reguler), dengan 52,8 persen eFG% dan 62,5 persen TS%. Atas dasar pencapaiannya tersebut, Isaiah lantas menjadi salah satu kandidat MVP (Most Valuable Player) musim 2016-17.

Hasil pemungutan suara pemilihan MVP berakhir dengan kemenangan Russell Westbrook di posisi pertama, James Harden di posisi kedua, dan Isaiah Thomas di posisi terakhir.Hasil tersebut cukup kontroversial karena tidak adanya kejelasan definisi dan kriteria pemilihan MVP itu sendiri. Apakah pemilihan MVP sekadar dipengaruhi dari angka–angka yang tinggi dalam statistik dan berapa banyak rekor yang dipecahkan pada suatu musim kompetisi? Atau pemilihan MVP ditentukan dari seberapa besar pengaruh keberadaan atau ketidakberadaan suatu pemain terhadap suatu tim dalam upaya mengangkat prestasi timnya, serta didukung oleh produktivitas dan efektifitas yang tinggi?

Kami akan menganalisis lebih dalam mengenai perbandingan antara Isaiah, Westbrook, dan Harden di musim kompetisi 2016-17. Dengan demikian kita dapat melihat apakah Isaiah yang berhasil membawa Celtics berjaya cukup layak untuk mendapatkan gelar MVP atau tidak.

Pada Gambar 1.0 di bawah ini terlihat dengan sangat jelas bahwa Isaiah mengungguli Westbrook maupun Harden untuk kategori eFG% dan TS%.Hal tersebut menunjukkan bahwa Isaiah memiliki efektivitas tembakan dan produktivitas angka yang terbaik di antara ketiganya. Menariknya Harden dengan 3PA yang sebesar 765 (tertinggi kedua setelah Curry) tidak dapat melampaui eFG% dan TS% Isaiah dengan 3PA yang sebesar 646 pada musim kompetisi tersebut. Padahal, jika Anda ingat rumus perhitungan eFG% dan TS%, tripoin mendapatkan porsi yang lebih besar.

Hal menarik lainnya adalah Westbrook yang terpilih menjadi MVP ternyata memiliki eFG% dan TS% yang terendah di antara ketiganya. Bahkan Westbrook sebenarnya memiliki eFG% yang lebih rendah dari rata – rata keseluruhan di liga saat itu. Bila dilihat dari rata–rata total angka, maka Isaiah (28,9 poin per gim) memang di bawah Westbrook (31,6) dan Harden (29,1). Namun dengan angka TS% yang lebih tinggi artinya adalah Isaiah merupakan pencetak angka yang lebih produktif atau lebih efisien dalam memanfaatkan penguasaan bola. Sedangkan Westbrook dan Harden membutuhkan lebih banyak penguasaan untuk mencetak angka yang lebih besar sebanyak 0,2 (Harden) dan 2.7 poin (Westbrook).

Seperti yang sudah sering kami bahas, faktor utama penentu kemenangan sebuah tim adalah seberapa efisiennya dalam memanfaatkan sejumlah penguasaan yang dimiliki.Dengan demikian, keberadaan Isaiah dalam sebuah tim dapat dikatakan lebih “bermakna” atau berharga ketimbang Westbrook dan Harden bila hanya ditinjau dari faktor efektivitas dan efisiensi tembakan.

                                                           Gambar 1.0 Grafik Perbandingan eFG% dan TS%

Gambar 2.0 di bawah ini menunjukkan bahwa Isaiah berada di posisi kedua dalam hal efisiensi serangan dan di  posisi tiga dalam hal efisiensi pertahanan. Rendahnya nilai efisiensi serangan dapat disebabkan oleh lebih rendahnya penguasaan Isaiah dibandingkan dengan Harden. Sebaliknya Westbrook dengan jumlah penguasaan yang tertinggi, justru memiliki efisiensi serangan yang paling rendah.

                                                         Gambar 2.0 Grafik Perbandingan Off. Rating dan Def. Rating 

Keberadaan Isaiah di lapangan tampak lebih bermakna daripada Harden dan Westbrook berdasarkan grafik pada Gambar 3.0 di bawah ini. Bila Isaiah tidak berada di lapangan, maka Celtics akan mengalami penurunan Off. Rating sebesar -17,4. Angka tersebut lebih besar dari pada dampak ketidakberadaan Harden yang sebesar -9,9 maupun Westbrook yang sebesar -13,2.

                                                                   Gambar 3.0 Grafik Perbandingan Pengaruh Off. Rating

Berdasarkan Gambar 4.0 di bawah ini menunjukkan bahwa Westbrook dan Harden lebih unggul dalam hal pengaruh keberadaan di lapangan saat bertahan. Ketidakberadaan Isaiah akan menurunkan Def. Rating sebesar -10,6. Sedangkan ketidakberadaan Harden akan menurunkan Def. Rating sebesar -5,2 dan Westbrook hanya sebesar -1,5.

                                                               Gambar 4. Grafik perbandingan pengaruh Def. Rating 

Bila ditinjau dalam hal Win Share% (WS.) dan Player Impact Estimate (PIE.), baik Isaiah, Harden, dan Westbrook memiliki nilai yang tertinggi di timnya masing–masing. Namun, di antara ketiganya, Harden unggul dalam hal WS. dan Westbrook unggul dalam hal PIE. Keunggulan Harden dan Westbrook dalam hal PIE. dan WS. berhubungan dengan faktor perhitungan lainnya, misalnya rebound dan asis yang lebih tinggi.

Berdasarkan delapan aspek yang telah dibahas di atas, menunjukkan bahwa Isaiah memiliki tiga keunggulan, yaitu eFG%, TS%, dan On/Off Court Off. Rating. Sementara Westbrook memiliki tiga keunggulan, yaitu Def. Rating, PIE., dan On/Off Def. Rating dan Harden memilki dua keunggulan yaitu Off. Rating dan WS.

Dengan demikian, Isaiah Thomas dengan efisiensi dan efektivitas serangannya yang terbukti berhasil membawa Celtics ke posisi pertama wilayah timur sebenarnya cukup pantas untuk mendapatkan gelar MVP. Namun, tampaknya para pemilih di Amerika Serikat lebih mengapresiasi Westbrook yang tampil habis–habisan mencetak tripel-dobel sebanyak–banyaknya untuk memecahkan rekor, walau upayanya tersebut kurang efektif dalam mendukung prestasi Thunder yang berakhir di posisi enam wilayah barat.

Kisah musim legendaris Isaiah Thomas, pemain setinggi 175 sentimeter yang terpilih di urutan ke-60 NBA Draft, yang sebenarnya sangat menginspirasi generasi muda. Sayangnya, kisah ini tertutup oleh tendensi media–media yang lebih memilih untuk membesarkan kisah Sang Raja basket LeBron James yang “sendirian mengangkat Cavaliers”.

Pada musim itu, LeBron (26,0 poin per gim) yang merasa kesepian,ditemani oleh Kyrie Irving (25,2) dan Kevin Love (19,0) sebagai kontributor utama lainnya.Sedangkan Isaiah (28.9 poin per gim) ditemani oleh Avery Bradley (16.3) dan Al Horford (14,0) sebagai kontributor utama lainnya. Lantas manakah yang lebih pantas disebut“sendirian” di antara keduanya? Isaiah ataukah LeBron?

Kisah perjuangan Isaiah Thomas yang inspiratif mungkin akan semakin terkubur seiring berjalannya waktu dan cepatnya dinamika di NBA. Namun, kisah ini coba kami angkat kembali dengan harapan agar dapat menginspirasi para generasi muda di Indonesia agar selalu semangat berjuang dan tidak menyerah pada keadaan yang kurang menguntungkan. Siapa yang menyangka bahwa atlet setinggi 170-an sentimeter dan pilihan ke-60 NBA Draft dapat berjaya di NBA dan bahkan menjadi kandidat MVP yang bergengsi? Siapa yang menyangka pula bila suatu hari nanti anda akan menjadi bagian dari tim nasional basket Indonesia di kejuaraan dunia dan bahkan berhasil meraih medali emas di berbagai ajang untuk basket Indonesia?

Foto: NBA

 

Komentar