Enes Kanter telah melewati salah satu musim yang mengesankan di Portland pada musim 2018-2019. Ia membela Portland Trail Blazers dengan segenap hati meski harus mengorbankan tubuhnya sendiri. Kanter bermain dalam kondisi bahu cedera di playoff dengan harapan tim itu bisa tembus sampai ke Final NBA. Namun, Blazers rupanya belum kuasa menundukkan dominasi Golden State Warriors. Mereka tumbang di Final Wilayah Timur.
Kontrak Kanter kemudian habis. Ia pun menjadi pemain bebas tidak terbatas (unrestricted free agent) pada musim panas ini. Sewajarnya pemain bebas tidak terbatas, ia tidak terikat dengan tim mana pun. Ia bebas menentukan ke arah mana masa depannya di NBA.
Kanter kemudian memutuskan untuk bergabung dengan Boston Celtics. Apalagi tim asuhan Kepala Pelatih Brad Stevens itu baru saja kehilangan Al Horford. Senter veteran tersebut merapat ke Philadelphia 76ers.
Menurut laporan Shams Charania, The Athletic, Kanter sepakat untuk menandatangani kontrak berdurasi dua tahun sebesar AS$10 juta. Ia punya opsi pemain di tahun keduanya. Jadi, ia bisa memutuskan untuk melanjutkan kariernya di Boston atau tidak nantinya.
Kendati demikian, ada cerita lain di balik kepindahan Kanter dari Portland ke Celtics. Marc Spears, ESPN, mengungkap cerita itu lewat cuitannya di Twitter.
Menurut Spears, senter asal Turki itu sebenarnya masih ingin bermain bersama Blazers. Sayangnya, kondisinya tidak memungkinkan. Ia merasa Blazers menekannya untuk segera membuat keputusan. Padahal ia membutuhkan waktu untuk berpikir.
“Saya mempertimbangkan untuk kembali bermain dengan Blazers, tetapi mereka hanya memberi saya enam menit untuk memutuskan,” kata Kanter per Spears.
“Saya merasa ditekan. Dan saya tidak merasa nyaman. Jadi, saya mengatakan kepada mereka bahwa saya perlu memikirkan itu supaya dapat menelepon saudara saya, kemudian ia mendiskusikan dengan keluarga saya. Sebab, saya tidak bisa menelepon keluarga saya secara langsung. Hanya saja mereka terus menekan saya, jadi saya mengatakan tidak!”
Kanter memang tidak bisa berdiskusi langsung dengan keluarganya. Ia tidak bisa pulang ke kampung halaman karena ia adalah seorang eksil. Turki bahkan menganggapnya sebagai buronan. Ia dicap teroris yang melawan Presiden Recepp Tayyip Erdogan. Untungnya Amerika Serikat menolak mengembalikan Kanter dan melindunginya di Negeri Paman Sam. Sehingga ia masih bisa bermain di NBA sampai saat ini.
Sementara itu, Damian Lillard, rekan setim Kanter di Blazers, punya cerita lain. Ia mengatakan bahwa sebenarnya Kanter tidak diberi waktu enam menit, melainkan 45 menit.
Lillard mengakui bahwa 45 menit juga bukan waktu yang lama. Namun, ia mafhum dengan itu karena Blazers tidak bisa kehilangan banyak waktu. Mereka perlu bergerak cepat di masa bebas untuk mendapatkan pemain.
“Kadang-kadang kita bisa kehilangan dua orang karena menunggu satu orang,” tulis Lillard dalam cuitannya di Twitter. “Saya mengonfirmasi bahwa Kanter tidak diberi waktu enam menit. Dia mungkin memangkasnya menjadi enam menit dari waktu asli 45 menit.”
Lillard sendiri baru saja menandatangani perpanjangan kontrak bersama Blazers. Ia akan berada di Portland sampai setidaknya 2025. Lillard berusaha untuk loyal agar bisa menggapai mimpinya. Sebab, ia selalu mengatakan ingin menjadi pemain terbaik Blazers sepanjang masa. Ia ingin membaktikan dirinya hanya kepada tim asal Portland itu.
Kini, Lillard mendapatkan kesempatan untuk membuktikan itu. Sementara Kanter pergi ke tempat lain. Semua pemain punya jalannya masing-masing. Ada yang berbeda arah, ada pula yang sama. Satu hal yang pasti, mereka tetap akan berkompetisi di kancah bola basket tersohor di dunia musim depan. (put)
Klarifikasi: Mainbasket menyebut Portland Trail Blazers tumbang oleh Golden State Warriors di Final Wilayah Timur. Seharusnya mereka tumbang di Wilayah Barat.
Foto: NBA