Pascal Siakam tidak bisa berhenti mengesankan semua orang. Ia tampil gemilang di pertandingan final pertamanya di Scotiabank, Toronto, Ontario, Kanada, Kamis 30 Mei 2019 waktu setempat. Siakam menjadi semacam pahlawan yang membuat Toronto Raptors memiliki harapan mengalahkan juara bertahan Golden State Warriors.
Siakam mencetak 32 poin, 8 rebound, 5 asis, dan 2 blok di pertandingan malam itu. Ia membuat dirinya mendapat sorotan, baik ketika menyerang maupun bertahan. Ia tangguh dan sulit untuk ditaklukan—setidaknya di pertandingan pertama.
Dalam pertandingan itu pula, Siakam berhasil memasukkan 14 tembakan dari 17 percobaan. Ia bahkan sempat memasukkan 11 tembakan beruntun tanpa cela.
Akurasi Siakam di pertandingan itu memang sangat baik. Ia memasukkan sekitar 82,4 persen tembakannya. Akurasi tripoinnya pun mencapai 66,7 persen (2/3).
Dengan perolehan itu, berarti Siakam memiliki persentase efektivitas tembakan (eFG%) mencapai 88,2 persen. Itu merupakan eFG% tertinggi ketiga yang pernah dicetak pemain dengan perolehan 30+ poin di Final NBA.
Siakam benar-benar berdampak besar di pertandingan pertama. Ia mampu meretas pertahanan Warriors dengan permainan cepat. Ia bahkan menjadi momok mengerikan dalam transisi. Warriors kalang kabut menghentikannya.
Penampilan Siakam di pertandingan pertama tidak lepas dari pengaruh mimpi sejak kecil. Dulu ia hidup di Kamerun dan jarang menonton NBA. Namun, ayahnya ingin Siakam menjadi pemain profesional di liga bola basket tersohor sejagad raya itu.
Tchamo Siakam, ayahnya, pada akhirnya tidak pernah menonton anaknya bermain di NBA. Ia meninggal karena kecelakaan pada 2014 silam. Siakam—yang saat itu sudah tinggal di Amerika Serikat—bahkan tidak sempat menghadiri pemakaman ayahnya. Ibunya meminta Siakam tetap di Amerika Serikat karena satu hal: Ayahnya pasti ingin anaknya tetap bermain.
Siakam, 25 tahun, terus bermain bola basket demi ayahnya sampai dewasa ini. Ia bahkan beberapa kali tampil dengan sepatu bertuliskan “RIP Dad” selama playoff. Ia kemudian mempersembahkan kemenangan pertamanya di final untuk Sang Ayah.
“Saya melakukannya untuk ayah saya,” kata Siakam kepada Doris Burke, ESPN.
Pada mulanya, mimpi bermain di final bahkan NBA rasanya seperti hal yang mustahil. Siakam merasa tidak akan pernah mencapainya. Namun, semua sudah berubah.
“Saya pikir, begitu saya sampai pada titik di mana saya merasa memiliki kesempatan, saya mengedepankan semuanya dan bekerja sangat keras,” kata Siakam lagi. “Ketika saya berusia 18 tahun, saya tidak memikirkannya, tetapi begitu saya percaya bahwa itu mungkin, saya melakukan segala untuk berada di tingkat ini.”
Dengan semangat itu, Siakam ingin terus maju. Ia tinggal selangkah lagi menuju podium juara. Raptors hanya perlu mengalahkan Warriors di final. Sayangnya, Warriors bukan tim sembarangan. Mereka tim dominan yang juara tiga kali dalam empat musim terakhir.
Kendati demikian, Siakam kadung sampai sini. Ia ingin mewujudkan mimpinya yang lain. Ia telah berjanji untuk bermain di NBA kepada ayahnya. Kini gilirannya mewujudkan mimpinya sendiri untuk juara di NBA. Siakam punya pertandingan penting ke depannya.
Seri final belum selesai. (GNP)
Foto: NBA