Nike menempatkan sosok tenar di setiap cabang olahraga demi meraih atensi khalayak ramai. Mereka kemudian membuat proyek lintas bidang demi meraih lebih banyak perhatian guna meningkatkan penjualan. Oleh karenanya, wajar bila kemudian pesepakbola Neymar Jr. menjadi inspirasi dalam pembuatan ulang Nike Shox R4 yang notabene adalah sepatu lari.
Siluet Shox R4 pertama kali dikenalkan pada tahun 2000. Bagi Neymar, sepatu itu terlihat seperti sepatu dari masa depan. Apalagi, jarang terlihat sepatu semacam itu di Sao Paulo kampung halamannya. Pemain PSG itu pertama kali melihatnya saat usianya masih delapan tahun. Perasaan itulah yang dibangun Nike untuk perilisan proyek kolaborasinya ini.
Neymar Jr. x Nike Shox R4 yang dirilis 30 Mei 2019.
Neymar Jr. x Nike Shox R4 memuat dua sepatu. Warna putih-merah merupakan rilis ulang dari edisi pertama pada tahun 2000. Sementara sepatu kedua memuat warna merah-hijau-hitam. Padanan tersebut terinspirasi dari pasar buah di dekat rumah Neymar yang banyak menjual buah Semangka. Buah itu juga merupakan yang paling disukai pemain 27 tahun itu. Kamis, 30 Mei 2019, adalah tanggal perilisan dengan harga yang dikonfirmasi lebih lanjut.
Shox adalah bentuk peredam berat milik Nike yang dicetuskan oleh Bruce Kilgore. Ia juga merupakan pria di balik desain Air Force 1. Konsepnya adalah bagaimana menyediakan sepatu yang bisa meredam berat penggunanya seperti pegas kendaraan. Visi mekanik semacam itu mulai berbuah hasil ketika Kilgore membuat prototipe sepatu berpegas dengan basis Nike Tailwind. Sayangnya, konsep tersebut tidak bisa dipakai harian karena dianggap terlalu berbahaya karena rentan menyebabkan cedera.
Visi tersebut kemudian dilanjutkan para desainer Nike setelah Kilgore. Mereka ingin membuat peredam energi bagi para atlet seperti yang dikonsepkan seniornya. Pihak pabrikan mendaku beberapa kali membuat sepatu yang menyematkan per besi di dalam bantalan sol. Butuh 10 tahun hingga akhirnya pada 1997 Nike berhasil merumuskan per yang ramah diterapkan pada sepatu lari.
Konsep sepatu berpegas karya Bruce Kilgore tahun 1984.
Setelah diperkenalkan pertama kali pada 1997, bantalan Shox menyentuh olahraga basket pada tahun 2000 dan mulai diproduksi lebih banyak. Variannya pun sudah mulai lebih banyak: lari, basket, tenis, dan kasual. Prototipe bantalan Shox yang menggunakan per besi sudah diganti dengan plat berbahan plastik tebal demi keamanan.
Sayangnya, penerapan per pada sepatu masih dianggap aneh bagi sebagian orang. Penjualannya pun terbilang kurang baik meski beberapa pemain NBA memakainya di awal tahun 2000. Bentuknya dianggap terlalu gemuk. Meski sudah diganti plastik, per di bawah mata kaki tersebut masih berat. Struktur bagian atas yang berbahan kulit menambah bobot sepatu ini.
Waktu pengembangannya tidak sepadan dengan animo masyarakat luas. Alhasil, Nike tidak terlalu getol menjualnya pasca tahun 2010. Barulah pada 2014 Nike muncul kembali dengan sepatu lari berbantalan per. Namun lagi-lagi pasar kurang meminati desainnya. Bahkan, laman-laman daring memasukkan Nike Shox dalam daftar sepatu dengan bantalan teraneh. Bersanding dengan adidas Springblade, Reebok Ice Cream, dan lain sebagainya.
Nike tampaknya masih belum ingin menyerah dengan siluet ini. Alhasil, Nike Shox kembali dipasarkan dan mendapat publikasi gencar sejak perilisan edisi terbaru pada Desember 2017 bernama Nike Shox Gravity. Tiga orang desainer jadi otak di balik perumusan desainnya yang sudah mulai modern. Proyek kolaborasi dengan pesohor, seperti Neymar Jr., diharapkan mampu meningkatkan pamor Nike Shox.
Konsep tangan Nike Shox BB4 karya Eric Avar, sepatu basket berpegas.
Edisi perdana Nike Shox R4 tahun yang dirilis tahun 2000.
Nike Shox Glamour untuk petenis Serena Williams. Dirilis tahun 2004.
Nike Shox Gravity yang dirilis pada Januari 2018.
Foto: Nike