Jika kau tak sanggup lagi bertanya kau akan ditenggelamkan keputusan-keputusan
jika kau tahan kata-katamu mulutmu tak bisa mengucapkan apa maumu terampas
kau akan diperlakukan seperti batu dibuang dipungut atau dicabut seperti rumput
atau menganga diisi apa saja menerima tak bisa ambil bagian
jika kau tak berani lagi bertanya kita akan jadi korban keputusan-keputusan jangan kau penjarakan ucapanmu
jika kau menghamba kepada ketakutan kita memperpanjang barisan perbudakan
…
Kemarin malam, kabarnya ada puncak perayaan Hari Puisi Indonesia ke-5 di Taman Ismail Marzuki. Hari puisi Indonesia sebenarnya jatuh setiap tanggal 26 Juli, bertepatan dengan hari kelahiran penyair yang bukunya berjudul “Aku Ini Binatang Jalang” yang sudah saya baca –beberapa halamannya- sejak SD dulu, Chairil Anwar. Entah kenapa perayaan Hari Puisi Indonesia mundur sebegitu jauh ke bulan Oktober. Tapi begitulah adanya.
Saya sendiri bukan penggemar puisi. Tak banyak puisi yang benar-benar berkesan sampai menempel di kepala sampai lama-lama hari. Membaca selembar puisi, bagi saya, seringkali lebih berat daripada harus membaca buku setebal 500 halaman lebih.
Puisi karya Reg E. Gaines yang berjudul “Please Don’t Take My Air Jordans” adalah salah satu yang menempel kuat di kepala saya. Alasannya? Ada “Air Jordan”-nya. Hahahaa, tapi ya bukan itu saja. Puisi tersebut menggambarkan bagaimana orang-orang di Amerika Serikat saat ini tergila-gila kepada barang-barang pop bermerek yang mereka nilai hingga lebih berharga daripada nyawa manusia. Puisi ini bahkan saya muat di majalah Mainbasket edisi bulan Oktober 2017 ini (edisi #61).
Saya ingat puisi “Aku” karya Chairil Anwar. Saya bahkan hapal kalimat pertamanya. “Kalau sampai waktuku, ku mau tak seorang pun merayu. Tidak juga kau.” (Saya baru mengintip google setelah menulis ini untuk memastikan benar atau tidak. Hahaa, dan ternyata ada kelirunya. Bagian yang benar adalah “ku mau tak seorang ‘kan merayu”, bukan “pun merayu”).
Lalu ada puisi-puisi W.S. Rendra yang juga banyak menempel di kepala saya. Mudah menempelnya karena ia dinyanyikan oleh Iwan Fals dalam album favorit sepanjang masa saya Kantata Takwa.
Puisi-puisi lain yang berkesan di saya adalah puisi-puisi Wiji Thukul. Tak ada yang saya hapal. Hanya ingat-ingat sekilas saja. Kalau sedang tiba-tiba terbersit di kepala, lagi-lagi, tinggal google saja, dan saya bisa menikmatinya.
Kembali ke acara Hari Puisi Indonesia di Taman Ismail Marzuki, kabarnya ada pembacaan puisi oleh tiga penyair pilihan, yakni Goenawan Mohamad, Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi WM. Jujur saja, sebagai bukan pecinta puisi, saya baru pertama kali ini mendengar nama ketiga (saya jadi teringat Acep Zamzam Noor, penyair yang pernah mengajari saya menggambar).
…
Pada malam yang sama, di kota yang sama juga tengah berlangsung kegiatan penting bagi bola basket profesional Indonesia dalam menyambut musim mendatang. Acara tersebut adalah proses perekrutan pemain-pemain asing yang akan berlaga di IBL 2017-2018, tajuknya adalah IBL Draft 2017.
Sebelum acara atau kegiatan ini berlangsung, sangat sedikit informasi terkait yang bisa diungkap. Berapa banyak pemain yang akan di-draft, siapa saja pemain yang masuk daftar, asalnya dari mana, kehebatannya bagaimana, gajinya berapa, dan lain-lain. Nihil.
Oh, tidak nihil-nihil banget. Tabloid Bola sekitar seminggu lalu menyebutkan bahwa ada 186 pemain asing yang tersedia untuk di-draft oleh 10 tim IBL. Jumlah tersebut, katanya, lebih banyak daripada musim lalu yang hanya 109.
Membicarakan prospek-prospek yang akan bermain di liga bola basket profesional Indonesia seharusnya menarik. Seperti halnya di NBA, kita bisa melihat siapa saja calon-calon pemain potensial yang akan datang, akan bermain di klub mana, kemungkinan kehebatannya ke depan, kemampuannya beradaptasi dengan tim, keunggulannya dan kelemahannya. Bahkan apakah dia pernah terlibat tindakan kriminal, dan lain-lain. Banyak yang bisa diomongkan dan seru menyenangkan.
Sayangnya, informasi nama-nama calon pemain itu memang bukan konsumsi umum. Hanya untuk tim-tim peserta saja. Hanya mereka yang boleh menganalisa kemampuan dan kehebatan si pemain. Tentunya sambil menimbang-nimbang besaran harga gaji mereka kalau di-draft.
Nah, besaran gaji para pemain asing ini pun seharusnya bisa jadi obrolan seru di antara para penggemar basket profesional Indonesia. Bagaimana para penggemar (fans) bisa ikut “bermain” utak-atik angka pengeluaran tim bak seorang manajer benaran guna mendapatkan komposisi terbaik dengan pengeluaran yang sesuai aturan.
Tidak ada, Tidak ada nama-nama calon pemain yang akan di-draft yang muncul. Mendekati hari draft, berita di situs resmi IBL adalah tentang Timnas 3x3 yang beraksi di Asian Indoor Martial Art di Asghabat, Turkmenistan, tertanggal 22 September 2017.
“Siapa, siapa saja pemain yang akan di-draft di IBL Draft 2017?”
“Jangan banyak tanya. Duduk manis dan nikmati.”
Saya mencetak miring dua kalimat di atas, karena keduanya adalah bentukan yang cukup sering saya temukan di kolom komentar unggahan-unggahan Mainbasket di instagram. Ada yang mencoba bertanya, ada yang menjawab dengan sanggahan sebaiknya jangan bertanya. Nikmati saja.
Tetapi jujur saja, saya memang sudah tidak punya niat untuk bertanya. Ada ketakutan bahwa jawaban dari liga akan mengecewakan.
Anggapan saya, kalaupun saya bertanya, saya tak yakin liga kemudian serta-merta menjawabnya, apalagi meluluskan keinginan untuk mengetahui nama-nama calon pemain asing tersebut. Saya pun duduk manis saja mengerjakan hal-hal lain. Salah satunya adalah mempersiapkan acara Sneaker Madness 2017, sebuah pergelaran sneaker marketplace yang akan digelar di Tunjungan Plaza tanggal 14-15 Oktober 2017 nanti. Inginnya, ini jadi kegiatan sneaker terbesar di Surabaya.
Sediam-diamnya saya, tetap saja ada yang mengirim berita-berita menggelitik. Salah satunya adalah, ya tentang draft pemain asing IBL itu tadi.
Sumbernya terpercaya. Salah satu pemilik klub IBL (walau jauh kapasitasnya, istilah “sumber terpercaya” ini saya adopsi dari tulisan-tulisan Adrian Wojnarowski, kontributor ESPN yang mengulas NBA, ketika menulis kabar terbaru seputar liga basket profesional Amerika Serikat tersebut).
Menurut salah satu pemilik klub IBL ini, salah satu alasan kenapa nama-nama calon pemain asing itu tidak diumbar ke publik, adalah karena nama-nama tersebut fluktuatif. Bisa berubah dengan cepat.
Pemain yang hari ini tersedia, boleh jadi besok sudah main di liga basket negara lain. Satu alasan lain yang menggelikan adalah beberapa pemain memiliki besaran gaji yang berubah-ubah.
“Bagaimana bisa? Padahal mereka tidak ‘ngapa-ngapain’. Hanya berada di daftar saja. Kenapa gajinya bisa berubah-ubah?” Pikir awam saya.
Komentar si pemilik salah satu klub IBL ini senada dengan Fictor G. Roring, penasehat kepelatihan tim juara IBL 2017 Pelita Jaya Jakarta. Menurut Coach Ito, sapaan akrabnya, ini adalah salah satu pekerjaan rumah yang harus dibereskan oleh liga.
Kembali lagi kepada si pemilik klub, ia mengamati beberapa pemain mengalami perubahan besaran gaji. Ada yang naik, ada yang turun. Ada yang kemudian naik lagi, lalu ada yang turun lagi. Perubahan ini membuat para manajer klub harus jeli mengamati. Rencana hari ini, bisa berubah lagi keesokan hari, bisa kembali ke rencana semula di kemudian hari, buyar kemudian, berubah lagi, dan seterusnya.
Pembiayaan pemain asing di IBL hukumnya ditanggung oleh penyelenggara. Masing-masing tim akan mendapat jatah dua pemain asing. Bayaran untuk dua pemain asing ini tidak boleh lebih dari 4.000 dolar AS. Jadi kalau satu pemain bergaji 1.000 dolar, maka pemain satunya lagi boleh bergaji maksimum 3.000. Bila salah satu pemain bergaji 1.500 dolar, maka salah satunya lagi boleh bergaji maksimum 2.500 dolar. Begitu kira-kira.
“Pemain yang bergaji 1.000-an itu baru muncul dua tiga hari sebelumnya. Kami jadi kesulitan menentukan pilihan. Ketika daftar nama pemain itu dikeluarkan pertama kali, belum ada itu pemain-pemain yang seharga 1.000. Kalau misalnya kita menentukan pilihan dulu ke pemain yang bernilai 3.000 tanpa lihat siapa yang bisa diambil di 1.000, bisa matilah kita,” komentar Coach Ito.
“Idenya saya suka. Untuk pemerataan. Ini ide bagus. Tapi, ini berganti sampai kira-kira 10 kali. Bikin pusing tim kepelatihan kami. Strategi kami berubah-ubah terus. Sampai pagi (sebelum malam draft) pun masih berubah-ubah. Sekali lagi, ini idenya bagus. Kalau bisa dirapikan, pasti akan lebih cakep lagi,” tambah Coach Ito.
Perubahan yang terjadi di dalam daftar pemain asing yang akan di-draft yang terjadi sampai sehari sebelum hari-H juga dikatakan si pemilik klub IBL sebelumnya. Dia kemudian melanjutkan keraguannya apakah para pemilik atau manajer klub yang lain memperhatikan hal itu seperti dirinya.
“Kenapa bisa begitu? Kenapa bisa ganti-ganti harga gajinya?”
“Kalau kau banyak bertanya, kapan kita mulai maju?”
Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Draft IBL 2017 yang bersamaan dengan perayaan (undur) Hari Puisi Indonesia. Melalui akun instagramnya, IBL mengumumkan bahwa kegiatan draft bisa diikuti melalui saluran youtube mereka.
Saya tidak mengikuti melalui youtube. Saya hanya ikuti instagram @iblindonesia saja untuk mengetahui kabar terbaru. Saya refresh beberapa kali untuk mengetahui apakah IBL Draft 2017 sudah menghasilkan nama-nama pemain asing yang dipilih.
Sebelum menampilkan nama-nama pemain terpilih, akun instagram IBL menjelaskan teknis pemilihan draft. Siapa yang berhak memilih duluan, dan siapa punya giliran paling belakang.
“Satya Wacana Salatiga berpeluang memperoleh kesempatan pertama dalam draft IBL 2017, Senin (2/10). Urutan draft pick di antara tim yang tidak lolos playoff IBL Pertalite 2017 akan melalui undian. Sebagai tim paling buncit musim lalu, nama Satya Wacana akan ditulis dalam lima bola yang akan diundi, selanjutnya Bima Perkasa Jogja memperoleh empat bola, Siliwangi Bandung mendapatkan tiga bola, Hangtuah Sumsel mendapat jatah dua bola dan NSH Jakarta memperoleh satu bola. 15 bola tersebut akan diundi, nama klub pertama muncul akan memperoleh kesempatan pertama, begitu seterusnya. Sementara bagi lima tim yang melaju ke babak playoffs. Urutan terbawah playoff mendapatkan kesempatan setelah lima tim papan bawah, begitu seterusnya. Urutan ini juga akan diulang pada draft pick putaran kedua. Setelah mendapatkan urutan, setiap tim mendapat kesempatan memilih pemain selama empat menit, jika dalam waktu empat menit tersebut belum juga menentukan pilihan akan ditambah waktu semenit lagi sebelum pick dinyatakan hangus. Jika hangus, maka tim tersebut mendapatkan kesempatan lagi setelah semua pick selesai. Tim-tim yang sudah memutuskan memilih satu pemain dari skuat pemain asing mereka musim lalu, hanya akan mendapatkan satu kali kesempatan pick.”
Ini penjelasan yang melegakan. Para penggemar IBL butuh lebih banyak informasi serupa ini.
Ada yang menarik di kalimat terakhir dari keterangan di atas. Dalam kata-kata yang lain, jika ada tim yang masih menyukai pemain asing mereka dari musim lalu, maka IBL memperkenankan mereka mengunci salah satunya.
Pacific Caesar –yang mengancam mundur dari IBL jika tahun ini tak ada Seri Surabaya- memilih untuk tetap menggunakan jasa David Seagers, guard eksplosif mereka yang sudah teruji dari musim lalu.
Aspac Jakarta juga tetap percaya kepada Dominique Williams. Dom, sapaan akrabnya, masuk di tengah musim dan menunjukkan performa fantastis terlepas dari posturnya yang tidak tinggi.
Entah jam berapa tepatnya, nama-nama pemain asing yang di-draft oleh 10 tim akhirnya muncul di instagram IBL (tidak termasuk harga pemain. Harga pemain saya dapatkan dari sumber lain).
Putaran pertama:
Satya Wacana Salatiga memilih DeAngelo Hamilton ($2.000).
Bima Perkasa Yogyakarta memilih Emilio Park ($2.000).
Hangtuah Sumsel memilih George Nashon ($2.000).
NSH Jakarta memilih Dominic Woodson ($2.000).
Siliwangi Bandung memilih Anthony Jones ($2.000).
Garuda Bandung memilih Roderick Flemings ($1.000).
Pacific Caesar Surabaya memilih David Seagers ($2.000).
Aspac Jakarta memilih Dominique Williams ($1.000).
Pelita Jaya Jakarta memilih Wayne Bradford ($1.000).
Satria Muda Pertamina Jakarta memilih Kevin Bridgewaters ($1.000).
Putaran kedua:
Satya Wacana Salatiga memilih Madarious Gibbs ($2.000).
Bima Perkasa Yogyakarta memilih Anthony McDonalds ($2.000).
Hangtuah Sumsel memilih Keenan Palmore ($2.000).
NSH Jakarta memilih Brachon Griffin ($1.500).
Siliwangi Bandung memilih Willie Kemp ($2.000).
Garuda Bandung memilih Asthon Gibbs ($2.000).
Pacific Caesar Surabaya memilih Kavon Lytch ($2.000).
Aspac Jakarta memilih Nate Barfield ($3.000).
Pelita Jaya Jakarta memilih Merril Holden ($2.000).
Satria Muda Pertamina Jakarta memilih Dior Lowhorn ($3.000).
Dior Low.. Who?
“Boooooo...,” kata Leonardo Nikki, manajer Hangtuah Sumsel. “Sebagian besar yang hadir bersorak begitu waktu nama Lowhorn disebut.”
“Saya sih ketawa saja. Bagi saya, itu semacam ucapan ‘salam untuk CLS Knights’ Hahaha,” kata Coach Ito.
Setelah semua nama tersebut keluar, tak berselang lama, pesan-pesan singkat dari beberapa teman masuk ke telepon genggam saya. Ada yang dari aplikasi whatsapp dan juga pesan dari instagram.
Semua pesan yang masuk terkait dengan hasil draft malam itu, dan hampir semuanya tertawa. Tertawa melihat foto dan nama terakhir yang muncul di unggahan instagram IBL. Tertawa getir dan nyinyir tentu saja. Bukan girang.
Tak ada yang lucu, atau benar-benar lucu karena sesuatu yang lucu. Ketika foto yang sama saya unggah ulang di instagram Mainbasket, “kelucuan” ini berlanjut. Ratusan komentar yang masuk (sampai hari ini sudah lebih dari 400 komentar). Tidak sedikit yang tertawa. Ada sesuatu yang lucu memang. Walau sebenarnya tidak ada yang lucu.
Hanya ada nama dan foto Dior Lowhorn.
…
Sebelum lanjut ke topik Lowhorn, topik lain yang tak kalah menarik dari proses draft malam itu adalah sedikitnya tim yang kembali mengambil pemain lamanya untuk bermain kembali di musim ini. Hanya Aspac dan Pacific yang melakukannya. Aspac juga merekrut kembali mantan pemain NSH Nate Barfield untuk menjadi bigman mereka.
Istilah membeli kucing dalam karung masih cukup mengena untuk disematkan kepada proses draft IBL ini. Coach Ito tertawa sepakat.
Walau tidak sepenuhnya tepat juga sebenarnya, karena IBL juga memberikan data-data mutakhir dan video-video aksi para pemain yang ada di daftar draft.
Pengalaman satu musim kemarin mengajarkan kita para penggemar IBL dan juga tim-tim peserta beberapa hal. Salah satunya, dari para pemain yang kemudian hadir di Indonesia, hanya beberapa nama saja yang tampak menonjol. Sisanya, sulit dikatakan istimewa.
Gary Jacobs, David Seagers, Tyrell Corbin dan Tyreek Jewel adalah sedikit nama rekrutan yang sepertinya memuaskan para pemilik timnya, atau setidaknya para penggemar IBL. Nama yang menyusul kemudian seperti Dominique Williams dan Duke Crews juga memukau.
“Kami sudah tahu Dom seperti apa di musim lalu. Orangnya juga tidak banyak maunya dibanding pemain impor lain. Kita semua tahu bagaimana dia mainnya. Dia pencetak angka terbanyak. Kalaupun dia main dari awal, dia masih bisa top skor juga di liga,” jelas A.F. Rinaldo, asisten pelatih Aspac Jakarta tentang alasan timnya merekrut kembali Dominique Williams.
“Kalau Nate Barfield (musim lalu main untuk NSH Jakarta), dia sudah terbukti. Bisa lari, bisa jaga bigman Hangtuah. Dia juga jaga kondisi dengan baik. Kalau tidak salah dia terakhir masih main di liga Thailand. Dengan sistem Coach Bong (Ramos – Kepala Pelatih Aspac yang baru, pengganti Coach Rinaldo). Kami juga mengambil pelajaran dari draft musim lalu. Saat kami mengambil Pierre-Henderson, pas ke sini, ternyata kondisinya sudah menurun jauh. Kami tidak mau mengulang itu.”
Coach Rinaldo juga memberi informasi bahwa awalnya ada enam tim yang berrencana tetap menggunakan pemain mereka dari musim lalu. Namun karena pertimbangan harga pemain, niat tersebut urung lanjut.
“Kami pun sebenarnya mau mengambil lagi pemain Pelita Jaya musim lalu. Tapi bagaimana? Satu pemain 3.000, satu lagi 2.500, kalau ditotal 5.500. Harganya tidak masuk,” komentar lain dari Coach Ito.
Hangtuah Sumatera Selatan juga mengalami dilema yang sama. Meski masih ingin memakai Falando Jones dan JaJuan Smith, kecocokan akumulasi harga pemain juga menjadi kendala.
“Kalau Falando sebenarnya terbentur tinggi badan dan harga. Dia 2.500 dan posturnya masuk kategori bigman. Nah, untuk dapat pemain kecil seharga 1.500, tidak banyak pilihannya. Jadi kami memutuskan cari bigman baru yang bisa main luar-dalam. Tingginya sekitar dua meter enam (cm) dan harganya 2.000,” kata Nikki.
“Tapi tidakkah harga-harga pemain tersebut terlalu rendah?”
“Bersyukur saja sudah ada pemain asing. Semoga bisa meningkatkan mutu pemain kita!”
…
Kembali ke Dior Lowhorn. Inilah materi yang paling kontroversial dari proses draft pemain asing IBL 2017 ini.
Bagaimana mungkin, seorang pemain yang sudah nyata tidak boleh main di liga, tidak boleh diambil di tengah musim oleh CLS Knights Surabaya pada musim lalu, kini kembali ada di daftar draft bahkan direkrut oleh Satria Muda Pertamina Jakarta pada kesempatan terakhir putaran kedua?
Asumsi, prasangka, praduga, rasa kesal, kecewa, muak terhadap liga bermunculan di komentar instagram Mainbasket. Menariknya, beberapa komentar juga menunjukkan nada kebingungan mengapa banyak komentar seolah melihat aneh atas kejadian tersebut.
Singkat cerita, musim lalu, mendekati babak playoff, CLS Knights Surabaya, sesuai aturan IBL mengajukan permohonan pergantian pemain asing. Dior Lowhorn muncul sebagai nama yang diajukan oleh CLS Knights.
Liga menolak permohonan CLS Knights, karena katanya IBL memiliki bukti bahwa bayaran Lowhorn bisa lebih besar daripada 3.000 dolar, banrol gaji pemain tersebut.
Pernyataan Lowhorn di instagram Mainbasket beberapa waktu sebelumnya yang menyatakan bahwa bayaran tambahan “di bawah meja” adalah hal biasa juga memperkuat sangkaan IBL bahwa itu mungkin terjadi juga.
Usaha CLS Knights untuk meyakinkan IBL ditolak mentah-mentah. Usaha ini dilakukan dengan berbagai cara, termasuk membuat surat pernyataan bahwa benar dan diakui Lowhorn bahwa ia hanya akan menerima gaji sebesar ketentuan liga.
IBL bergeming. Lowhorn tak boleh main di IBL.
“Orang yang pertama saya hubungi pada saat saya mau ganti pemain adalah Hasan (Gozali, Direktur IBL), bukan Lowhorn. Saya tanya ke Hasan, harus bagaimana untuk bisa ganti pemain. Hasan bilang, oh ya kami berhak. Tinggal memasukkan namanya saja. Atas dasar itu, kami masukkan namanya (Lowhorn). Lalu waktu saya hubungi Lowhorn, pertanyaan pertama saya ya hal itu. Sebenarnya gaji dia berapa. Rumor di luar kan besar. Pada saat saya tanya itu, dia seperti agak kesal. Dia bilang, ‘Bukankah saya sudah tulis di situ, 3.000 (dolar). Apa lagi?’ Oh ya sudah, kalau memang sudah segitu angkanya, kami tertarik. Lalu dia lanjutkan, saya mau terima angka itu, tapi juga dia ingin terbuka bahwa dulu saat di PBA (liga basket Filipina), di ABL (liga basket ASEAN), dia (dapat) lebih daripada itu. Tapi dia juga ingin adil bahwa hingga bulan Januari (2017) itu, belum ada tim yang mengambil dia. Dia harus menerima kenyataan bahwa liga di mana-mana sudah mulai dan dia belum dapat pekerjaan. Omongan dia seperti itu. Dia mau menerima gaji itu, tapi kemudian menambahkan, ‘Boleh ada bonus-bonus?’ Saya bilang, itu yang memang kami lakukan, bahkan ke pemain lokal. Kalau ada prestasi, ya kami kasih bonus. Pertanyaan dia selanjutnya, boleh atau tidak membuat camp sendiri, boleh atau tidak menawarkan diri ke sekolah-sekolah, karena dia merasakan sendiri, waktu main di Pacific, animo basket di Surabaya tinggi. Saya katakan, tidak apa-apa asal jangan mengganggu jadwal kami. Lalu saya ajukan, bonus apa saja sih yang dia mau. Dari penawaran dia, ada satu yang tidak saya terima, yaitu ‘game winning bonus’. Bagi saya, itu kurang adil. Karena, saya bilang ke dia, kami ini tim juara, kami maunya juara lagi. Kalau mau juara lagi, ya pastinya harus menang. Jadi yang saya bisa kasih dia adalah bonus kalau juara, itu pasti. Lalu bonus kalau dapat award atau penghargaan, award pribadi ya. Kalau MVP, dapat. Itu yang saya tawarkan balik ke dia. Kami akhirnya sepakat. Itu bonusnya ya saya gedein (besarkan). Intinya sudah sepakat, saya bilang ke dia, saya minta waktu ke dia untuk konfirmasi ke liga, nanti segera kami kabari lagi. Di situ, dia agak tidak senang lagi. Dia bilang bahwa CLS adalah tim kesekian yang hubungi dia, bilang mau ambil, tapi tidak ada yang berani konfirmasi (memberi kepastian). Di situlah awalnya saya tahu ada tim lain yang mengontak dia. Saya bilang ke dia bahwa pemain ini kan sebenarnya dikontrak oleh liga, bukan kami. Ada proses-proses yang harus dilewati. Akhirnya dia mengerti. Tapi dia bilang, boleh tidak, minta tertulis dulu. Biar dia yakin bahwa CLS memang mau sama dia. Saya bilang lagi bahwa keputusan itu ada di liga. Tetapi kalau dia maunya begitu ya tidak apa-apa, saya buatkan semacam kesepakatan pra-kontrak. Saat yang sama, kami kirim surat ke liga bahwa kami ingin ganti pemain. Di situ mulailah dramanya. Itu tanggal 3 atau 4 Februari, kami masukkan surat. Lalu kami ditelepon oleh liga, ‘Loh kok suratnya cuma begitu?’ Karena saya hanya buat surat pemberitahuan bahwa kami mengganti DeChriston dengan Lowhorn. Akhirnya saya buat lagi surat, cuma kami memang tidak punya draft (contoh) untuk diikuti, format suratnya seperti apa. Lalu besoknya kami buat surat kedua. Malamnya, Dior Lowhorn telepon saya dan mengatakan bahwa agennya sudah telepon. Dia bilang ada tim yang mau ambil dia dengan gaji 3.000. Waktu agennya bilang tim itu adalah CLS, Lowhorn langsung bilang ok. Saat itu saya pikir sudah konfirmasi. Karena itu artinya liga sudah bicara sama agennya. Besok paginya, sebelum Garuda lawan CLS di Britama Arena (5 Februari), kami dapat surat bahwa permohonan kami ditolak.”
Demikian kisah yang disampaikan Managing Partner CLS Knights Surabaya Christopher Tanuwidjaja yang dimuat di majalah Mainbasket edisi #55, April 2017.
Musim lalu, Lowhorn akhirnya tidak direkrut tim manapun. Tidak oleh CLS Knights yang kemudian memilih Duke Crews, tidak pula oleh tim-tim lain. Mengejutkannya, nama Dior Lowhorn kini jadi milik Satria Muda untuk IBL 2017-2018.
“Bagi saya pilihan Satria Muda aneh. Mereka pilih Dior Lowhorn, sementara kita tahu bahwa dia sudah bikin nama liga jelek, tapi kenapa masih dipilih? Sah-sah saja memang. Hanya saja saya menyayangkan kesannya liga kita tidak bisa ‘move on’ dari Lowhorn. Harusnya dia kan sudah di-black list, kenapa masih ada di daftar?” kata salah seorang manajer tim IBL.
Alasan yang diungkapkan sang manajer di atas kurang lebih adalah alasan yang juga diaminkan oleh banyak pecinta IBL lainnya. Bagaimana mungkin pemain yang sudah dilarang bermain sebelumnya, bisa kembali muncul namanya di daftar pemain?
Saya ingat, ketika isu Lowhorn ini mengalir beberapa bulan lalu, banyak yang ikut menegaskan dan menekankan betapa Lowhorn memang seharusnya tak boleh main di IBL.
Seorang teman yang menjadi pengurus Perbasi Pusat juga keukeuh bahwa Lowhorn tak boleh main di liga. Seolah Lowhorn memang haram hukumnya main di IBL setelah pernyataan kontroversialnya di Mainbasket (meskipun Lowhorn kemudian juga mencoba melunakkan pernyataannya, juga di Mainbasket).
Dari penolakan-penolakan terhadap Lowhorn (baca: dukungan kepada IBL) di musim lalu, wajar saja bila kemudian banyak yang meledak ketika nama Lowhorn di-draft oleh Satria Muda.
“Liga seperti menjilat ludah sendiri!” Saya pun ikut sependapat dengan salah satu komentar yang bernada demikian di instagram Mainbasket.
“Bukankah Lowhorn ini subyek terlarang di IBL?”
Satu hal yang mengesalkan adalah bagaimana IBL membolak-balik logika seenaknya.
Mengikuti perkembangan kasus Lowhorn bersama CLS Knights di musim lalu, boleh dibilang saya tidak menemukan alasan-alasan yang benar-benar bisa diterima. Bagi saya, IBL seolah mengatakan, “Pokoknya tidak boleh! Perkara CLS Knights menjamin itu tidak akan terjadi melalui perjanjian mereka secara resmi dengan Lowhorn, pokoknya tidak boleh. Titik. Lowhorn tidak boleh main!”
Baiklah, let’s just move on!
Lalu sekarang tiba-tiba Lowhorn boleh main.
Logika saya tersentak, “Apakah ini artinya liga sudah percaya kepada Lowhorn?”
“Liga yang musim lalu sangat-sangat tidak percaya bahwa CLS Knights tidak akan bermain di bawah meja dengan Lowhorn, kini percaya bahwa Satria Muda tidak akan bermain bawah meja?”
“Kenapa dulu tidak boleh? Kenapa sekarang boleh?”
“Kenapa CLS Knights tidak boleh, Satria Muda boleh, sementara ini masih Lowhorn yang sama?”
Sesederhana itu pertanyaan-pertanyaannya.
“Boleh saja liga mengatakan bahwa sekarang Lowhorn dijamin tidak akan menerima uang di bawah tangan. Lalu mengapa jaminan CLS Knights dulu tidak mampu meyakinkan liga? Apa bedanya?”
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat mengganggu. Mengganggu nalar.
Gangguan nalar ini saya yakini tak hanya terjadi pada diri saya, tetapi juga pada mereka yang tertawa nyinyir di whatsapp dan pesan-pesan singkat kepada saya lainnya. Pusing sakit kepala nalar inilah yang memuntahkan komentar-komentar bernada tak percaya di instagram Mainbasket bergambar Lowhorn berbingkai hiasan berlogo Draft IBL 2017.
Walau begitu, sebaliknya, ternyata tak sedikit yang merasa itu sah-sah saja. Terlihat dari banyaknya juga komentar yang mendukung Lowhorn bermain di Satria Muda sembari mengatakan bahwa pemain tersebut tak sehebat yang didengung-dengungkan.
Sebelum menjalar ke mana-mana, saya ingin menegaskan bahwa bagi saya ini bukan masalah Satria Muda, tetapi masalah liga yang begitu keras menolak Lowhorn musim lalu, kemudian menerimanya musim ini seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Mengenai beberapa komentar yang menganggap jikalau Lowhorn sehebat itu lalu kenapa tim-tim lain tidak mengambilnya, atau mereka yang menganggap ini semata kebencian terhadap Satria Muda, atau fans CLS Knights yang kecewa, atau Satria Muda memang sudah dekat dengan Dior Lowhorn sejak lama, atau anggapan Satria Muda yang memang sudah cocok dengan permainan Lowhorn, sekali lagi, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah musim lalu Lowhorn mati-matian dilarang main, dan sekarang melenggang mulus ke Satria Muda.
Sekali lagi, ada kelaparan nalar yang tidak kunjung disuapi makanan. Ada logika yang diputarbalikkan tanpa penjelasan memuaskan.
“Tim-tim lain sepertinya memang tidak pernah mempertanyakan kenapa ada nama Lowhorn di daftar. Tapi saya bisa mengerti, karena tim-tim tidak berminat ke dia, jadi tidak dipertanyakan. Mungkin saja, mungkin saja Satria Muda juga tidak berniat mengambil Lowhorn, tapi karena mungkin nama incaran mereka sudah diambil tim lain, jadi mereka ambil Lowhorn. Itu, bisa saja terjadi,” asumsi salah satu manajer tim IBL yang ikut hadir pada malam draft.
Tetapi sekali lagi, bukan itu inti masalahnya. Masalahnya adalah “Kenapa dulu tidak boleh? Kenapa sekarang boleh?”
“Sudahlah, toh CLS Knights sudah enak dapat Duke Crews dan sekarang main di ABL,” adalah salah satu bentuk celoteh yang saya baca di kolom komentar instagram Mainbasket. Sebuah bentuk celoteh –yang bagi saya- merupakan pameran ketidakpedulian atas pelecehan nalar.
Ada juga yang seolah-olah menunjukkan rasa muak dan kelelahan bahwa di kolom komentar terlalu banyak yang nyinyir dan tidak memberi kesempatan liga untuk maju. Mereka menyarankan kita, para pecinta IBL, duduk diam dan manis saja. Tak usah banyak cingcong. Bagi saya, mereka ini tidak paham, tidak tahu, tidak peduli atau pura-pura tidak tahu.
…
Apa yang terjadi sepanjang satu hari setelah malam draft pemain asing IBL kemarinlah yang membuat saya menghubungkan tulisan ini dengan puisi.
Coba baca kembali puisi Wiji Thukul di atas.
Jika kau tak sanggup lagi bertanya kau akan ditenggelamkan keputusan-keputusan
jika kau tahan kata-katamu mulutmu tak bisa mengucapkan apa maumu terampas
kau akan diperlakukan seperti batu dibuang dipungut atau dicabut seperti rumput
atau menganga diisi apa saja menerima tak bisa ambil bagian
jika kau tak berani lagi bertanya kita akan jadi korban keputusan-keputusan jangan kau penjarakan ucapanmu
…
Kadangkala, saya pikir, untuk ikut membangun dunia basket Indonesia yang lebih baik, yang kita –para pecinta basket Indonesia yang hanya bisa menyaksikan dari tepi lapangan atau televisi dan internet ini- butuhkan hanyalah bertanya.
Atau,
duduk manis saja. Tak usah banyak tanya. Toh, “liga bermaksud baik”. (*)
Foto: IBL dan satria-muda.com
Dulu Terlarang Sekarang Melenggang (Dior Lowhorn dan Pertanyaan-pertanyaan Seputar Draft Pemain Asing IBL 2017)
04 Oct 2017 11:02
| Penulis : Rosyidan