Sebelum ASEAN Basketball League (ABL) musim ini digelar, kami berbincang dengan beberapa pemain BTN CLS Knights Indonesia di GOR Kertajaya. Setelah melewati musim pertama yang cukup berat, para pemain CLS Knights ini memasang target realistis untuk musim 2018-2019. "Cukup lolos playoff."
Kecuali satu pemain. Ia adalah satu pemain yang sejak awal dengan berani mengatakan, “Saya ada di sini untuk juara.”
Dialah Maxie Esho. Forwarda kukuh nan lincah ini musim sebelumnya memperkuat Saigon Heat, Vietnam. Tampil sebanyak 21 kali bersama Heat di musim reguler 2017-2018, Esho rata-rata mencetak 26,7 poin, 10,7 rebound, 1,1 asis, dan 1,4 blok per gim. Angka-angka ini sepertinya yang memikat hati CLS Knights untuk menariknya dari Heat.
Bersama CLS Knights, Esho total tampil sebanyak 37 kali (termasuk playoff dan final). Ia rata-rata mencetak 22,3 ppg, 9,2 rpg, dan 2,6 apg. Angkanya menurun. Namun performa Esho selalu menjadi pilar bagi CLS Knights.
Untuk raihan-raihannya tersebut, termasuk mengangkat CLS Knights lolos ke babak playoff, Esho diganjar sebagai salah satu nomine pemain terbaik atau MVP ABL 2018-2019. Sayang, gelar tersebut disabet andalan Singapore Slingers Xavier Alexander.
Peran Esho semakin vital di babak playoff. Saat menyingkirkan Saigon Heat di gim ketiga playoff, Esho mencetak 20 poin, 9 rebound, dan 2 asis. Raihan poin Esho sedikit menurun saat menyingkirkan Mono Vampire Thailand di gim ketiga semifinal. Di sana, Esho hanya mencetak 14 poin dan 13 rebound. Raihan poin tersebut masih lebih baik 2 poin daripada total poin Esho di gim kedua final saat CLS Knights dikalahkan Slingers 57-77.
Puncak performa Esho tentu saja di gim kelima alias gim penentuan juara ABL 2019, 15 Mei, di OCBC Arena, rumah Slingers. Sebelumnya, CLS Knights dan Slingers sama-sama meraih dua kemenangan.
Di gim penentuan, hingga berakhirnya kuarter kedua, Esho hanya mencetak 2 poin dan 4 rebound. Akurasinya di angka 25 persen. Selain hampir selalu tertinggal dari Slingers, performa Esho hingga akhir babak pertama sangat tidak meyakinkan.
Semuanya kemudian berbanding terbalik di kuarter ketiga. Esho memasukkan 5 dari 6 tembakan yang ia lepaskan. Esho menambah 11 poin, meski CLS Knights masih tertinggal 7 poin, 58-65.
Sepanjang laga, CLS Knights seolah-olah selalu tertinggal. Walau kenyataannya, terjadi enam kali susul-menyusul angka. Perasaan kerap tertinggal ini karena CLS Knights tak pernah unggul lebih dari 2 poin. Itupun hanya terjadi di kuarter pertama ketika CLS Knights unggul 16-14.
Di satu menit dan lima detik sisa laga di kuarter terakhir, Esho mengawali pembalikan situasi di mana kemudian CLS Knights berhasil unggul hingga tiga angka. Saat itu, Esho memasukkan tripoin yang mengubah kedudukan menjadi 79 sama. Kurang lebih 10 detik kemudian, Wong Wei Long melepaskan tembakan tripoin dan CLS Knights untuk pertama kali unggul tiga poin, 82-79. Xavier Alexander berhasil membalas dua angka, namun Slingers kembali tertinggal lewat dua tembakan gratis Douglas Herring.
Maxie Esho yang hanya mencetak 2 poin di akhir kuarter kedua, kemudian menjadi pengumpul angka terbanyak bagi CLS Knights di ujung laga. Esho membukukan total 25 poin dan 8 rebound.
Setelah menjadi juara, Esho tak banyak bicara. Ia hanya mengatakan, “Ini untuk teman-teman saya di CLS Knights. Sebuah tim yang kompak, manajemen yang solid, dan pendukung fanatik yang luar biasa. Ini untuk Surabaya dan Indonesia. Kau tahu apa yang membuat saya tidak pernah menyerah sepanjang pertandingan? Ada satu kata, Wani!”
Saat masih bersorak gembira karena menjadi juara, kegembiraan CLS Knights bertambah ketika Jericho Illagan, COO ABL mengumumkan bahwa Maxie Esho adalah MVP final. Sebuah pencapaian yang sangat layak!(*)
Foto: Mei Linda