Lari, lari, dan berlari. Kali ini ia menguasai bola dan melantunnya (dribble) sesekali. Tenang melihat situasi dalam balutan busananya yang tertutup sama sekali. Tidak sehelai rambut pun menjuntai melalui dahinya. Kepalanya terlindungi kostum sampai sepatu di ujung kaki. Ia satu-satunya perempuan berhijab yang bermain pada laga final Women's Indonesian Basketball League (WIBL) antara Surabaya Fever dan Tomang Sakti Merpati Bali di Britama Arena Jakarta, 28 Mei 2016. Namanya Raisa Aribatul Hamidah. Seorang atlet bola basket perempuan Indonesia.

Fever saat itu keluar sebagai juara. Raisa sendiri bermain selama 15,75 menit. Meski hanya melesakkan 5 poin, tapi efisiensinya menyentuh angka 12. Tentu ia bermain dengan baik di pertandingan itu. Ia berlari, melantun, melompat, mengoper, menembak, mencuri bola dan melakukan segalanya dengan hijabnya seperti tanpa kenal lelah. Sampai akhirnya perjuangannya itu membawa ia dan timnya naik ke podium juara.

Kemudian hari-hari berlalu, ia menghilang dari kancah bola basket perempuan tertinggi di Indonesia. Ke mana dia?

Rupanya selepas laga terakhirnya itu, Ida —sapaan Raisa— kini tengah mengandung anak. Usianya sudah lima bulan. Alasan itu yang membuatnya menepi dari lapangan. Ia sedang menikmati peran menjadi seorang istri. Belum lagi ia juga tengah mengemban amanah menjadi seorang dosen di sebuah perguruan negeri di Solo.

Ida boleh saja menepi sejenak, tapi perjuangannya di basket tidak pernah berhenti. Salah satu kisahnya memperjuangkan pemain berhijab adalah cerita yang menginspirasi. Karena sejak bertahun-tahun lalu, Ida mengalami kesulitan tidak bisa bermain di kancah internasional lantaran terbentur aturan FIBA tentang tutup kepala. Akan tetapi, pada Mei 2017 ini aturan itu berubah. Melalui kongres Mid-Term, 139 federasi negara-negara anggota FIBA sepakat mengubah aturan. FIBA akan merestui penutup kepala digunakan di pertandingan, termasuk hijab (dalam kasus Ida adalah jilbab).

Untuk itu, Mainbasket kemudian berhasil mewawancarai Ida di tengah kesibukannya sehari-hari. Meski pun sedang menepi, ia mau memberikan komentar perihal perubahan aturan ini. Menurutnya, ini adalah jalan untuk pemain berhijab semakin maju.

Soal hijab, tentu Anda sudah baca tulisan di mainbasket.com yang berjudul “Ujung Manis Perjuangan Bilqis, Ida Raisa, dan Para Pebasket Berjilbab di Dunia. Coba ceritakan lagi, kesulitan apa saja yang Anda temui sebagai pemain berjilbab, baik di amatir maupun di profesional?

Selama karir saya di bola basket, kesulitan mendasar adalah dalam masalah kostum, karena berbeda dengan teman-teman satu tim. Kelengkapan pakaian yang lebih banyak dan harus double sudah jadi konsekuensi dari pemain berjilbab. Selain itu sebagai pemain basket yang juga pelajar, menuntut saya untuk lebih ekstra dalam mengatur waktu, tenaga, dan pikiran. Hambatan akan dirasakan jika tidak ada dukungan dari pihak sekolah, klub, dan keluarga. Alhamdulillah, saya tidak mengalami kendala berarti, tapi ya itu jarang sekali saya masuk sekolah.

Dulu Anda pernah cerita soal pandangan masyarakat yang meragukan pemain berjilbab. Apakah itu masih terjadi saat ini?

Jika masyarakat merasa ragu, itu bukan karena kami berjilbab. Masyarakat sudah mengerti bahwa performalah yang dinilai, bukan lagi tampilan luar. Jika ada yang meragukan orang lain, saya rasa itu manusiawi, apalagi jika belum kenal dan belum pernah tahu seperti apa permainannya. Tunjukan saja.

Raisa Aribatul Hamidah

Bagaimana kemudian Anda mengatasi masalah-masalah itu?

Masalah kelengkapan kostum saat ini sudah tidak perlu bingung lagi. Fasilitas yang disediakan bagi atlet berjilbab sudah semakin komplet. Tinggal cari saja di toko muslim dan bahkan sudah banyak yang memanfaatkan di media sosial atau online.

Kalau masalah diragukan, menurut saya itu suatu tantangan. Saya suka tantangan, malah membuat saya lebih semangat berlatih, dan menunjukkannya kepada mereka.

Dulu timnas Qatar mengundurkan diri di ajang internasional lantaran larangan penggunaan hijab. Mereka tidak ingin menggadaikan iman demi basket. Tentu sangat disayangkan karena mereka sebenarnya berhak bermain sama seperti yang lain. Seperti apa pandangan Anda tentang kasus ini?

Merupakan keputusan yang tepat. Yang saya lihat dari kejadian ini adalah para pemain Qatar tidak diperbudak oleh ketenaran mereka di dunia bola basket, bahkan selevel nasional atau internasional. Mereka lebih memilih keteguhan iman mereka, dan mengorbankan apapun, hobi dan prestasinya, tanpa bisa ditawar. Bukan sebaliknya, demi event bergengsi, apapun dikorbankan. Sehingga kejadian ini begitu disorot dan menjadi perhatian, terutama bagi FIBA untuk mengaji kembali peraturan tentang penutup kepala.

Selain timnas Qatar, sosok Bilqis Abdul-Qaadir, pebasket berhijab dari Amerika Serikat, tentu menginspirasi banyak orang. Sejauh mana kisah mereka juga menginspirasi Anda?

Sangat menginspirasi, bahkan saya malu dengan diri saya sendri jika melihat perjuangan Bilqis. Saya tidak ada apa-apanya. Saya rasa pemikiran kami sama, yaitu basket adalah untuk semua. Kami tekuni apa yang menjadi hobi dan prestasi kami. Bahkan itu setelah terhambat adanya aturan penutup kepala. Apapun yang terjadi, basketball never stop.

hq720

Anda ikut kampanye soal hijab melalui petisi bersama sosok Indira Kaljo, pebasket Bosnia kelahiran AS, dan itu menjadi salah satu tindakan untuk mendorong FIBA mengubah aturan. Akan tetapi, selain itu apa lagi yang Anda lakukan? Kami pernah lihat Anda membuat kaos bertuliskan “Hooping with Hijab”.

Pertama, melalui petisi kami berusaha menyampaikan aspirasi dan meminta dukungan supaya FIBA mau mengaji kembali peraturan. Tanpa memberikan penilaian yang buruk atau jahat kepada FIBA. Kami paham, FIBA mempunyai alasan adanya peraturan tersebut, dan kami mematuhi peraturan itu.

Kaos “Hooping with Hijab” terinspirasi oleh Bilqis, melalui kampanyenya lewat kaos yg bertuliskan “Muslim Girls Hoop Too”. Karena susahnya akses dan jarak, maka saya inisiatif bikin kata dan kaos sendiri. Kalimat “Hooping with Hijab itu sendiri bukan murni dari saya, tapi dari artikel jurnalis basket muslim Amerika, Habeeba Husain, yang memuat artikel kami para pebasket berjilbab.

PBurPJvOhymEMTN-1600x900-noPad

Sekarang masalah itu menemui titik terang, FIBA memberi lampu hijau untuk mengizinkan pemain menggunakan tutup kepala. Mereka tentu merespon ini dengan baik, meski pun butuh waktu lama. Apa komentar Anda?

Memang tidak bisa diputuskan secara cepat ya, semua butuh proses. Hanya saja ini terlalu lama bagi kami, karena bisa belajar dari cabang yang lain, yaitu sepakbola. Bagaimana FIFA telah membolehkan pemain memakai jilbab sejak tahun 2012.

Sejak awal kami optimis, FIBA bisa mengubah aturan ini. Jadi, memang hanya masalah waktu sampai akhirnya diputuskan bulan ini (Mei 2017).

Dengan perubahan itu, tentu akan banyak bakat dan minat yang muncul, terutama dari Asia atau negara-negara di Timur Tengah. Apakah Anda setuju? Mengapa demikian?

Perubahan ini sebenarnya merupakan jalan yang terbuka untuk pengembangan prestasi ke level yang lebih tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui, bakat dan minat itu tidak bisa dihambat atau dicegah, akan selalu muncul dari generasi-generasi muda. Jadi sudah tentu, harapan dan cita-cita para penggemar basket akan lebih jauh ke depan. Mereka tidak ragu-ragu lagi untuk memiliki mimpi hingga ke level internasional.

Timnas selalu menjadi impian semua pemain. Anda punya kesempatan untuk dipanggil timnas lagi dan bermain di level internasional. Bagaimana Anda akan menyikapi ini? Bukankah ini saatnya mengambil bagian?

Wah, senang sekali. Mimpi saya itu bisa bermain di kancah internasional.

Mungkin saat ini bagian saya sampai sini dulu. Bisa menginspirasi dan memperjuangkan hingga menuai hasil perubahan peraturan FIBA sudah kepuasan tersendiri. Ya, bagaimana lagi, profesi saya sekarang sebagai dosen di perguruan tinggi di Solo, sebagai istri, dan insya Allah sudah mau jadi calon ibu. Ditunggu saja, apakah setelah melahirkan akan come back atau bagaimana.

Menurut Anda, timnas putri Indonesia terakhir kali terlihat seperti apa? Apakah Sudah cukup kuat?

Timnas di SEA Games 2015 Singapura adalah timnas dambaan, terbaik. Materi pemainnya, pelatih, manajer, fasilitas semua luar biasa. Yang saya lihat jauh ke dalamnya adalah kekuatan visi dan mental para pemainnya. Masing-masing pemain sadar bahwa Indonesia ada di pundak mereka. Jika mereka bekerja sendiri tentu tidak kuat. Tapi tentu perlu adanya evaluasi dan perbaikan untuk ke depannya. Saya tahu bagaimana proses TC timnas saat itu sangat berat dan menghadapi berbagai masalah. Saya hanya menekankan, Indonesia tidak hanya butuh good player, tapi lebih jauh lagi yaitu good human. Ya, attitude itu penting.

Apa pendapat Anda tentang basket putri itu sendiri, terutama dalam hal kompetisi, baik kelompok umur maupun level profesional?

Kompetisi basket putri di Indonesia sudah menunjukkan peningkatan, tapi memang sih belum bisa dibandingkan dengan kompetisi putra. Program-program daerah dan Perbasi sudah sistematis dan menunjukkan jenjang yang bertahap. Semakin tinggi, tapi yang perlu dipelajari dari negara lain, liga pro untuk perempuan sebaiknya lebih ditingkatkan. Bisa melalui media, fasilitas beasiswa, sponsor, dan kerjasama dengan luar negri.

Apa yang mesti ditingkatkan dan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab untuk mengembangkan basket putri?

Kerjasama pihak sekolah atau kampus menurut saya memegang peran penting dari awal. Dukungan pemerintah daerah juga, karena tidak jarang pemain-pemain berbakat pensiun basket setelah kuliah.

Semua pihak bertanggung jawab atas perkembangan basket di tanah air. Hanya saja semua bisa disentralisasi dari pemerintah. Semoga ke depannya pemerintah lebih memperhatikan dunia perbolabasketan di Indonesia.

Komentar