Saya belakangan rajin menghubungi Arif Hidayat. Apalagi saat itu kami sedang mengembangkan tulisan tentang ayah dan ibunya. Arif memang ingin bercerita tentang kedua orang tuanya di Mainbasket. Ia bahkan menulisnya sendiri. Saya hanya menyediakan akses.
Setelah tulisan itu dimuat, kabar baik datang menghampiri Arif. Tim nasional Indonesia memanggilnya untuk mengikuti pemusatan latihan. Saya pun kembali menghubungi Arif. Kali itu untuk membicarakan kesempatannya masuk ke skuat nasional.
Saya senang Arif mendapat kesempatan itu. Sebab, ia memang menginginkannya. Namun, Arif tetaplah Arif. Ia tidak tampak jemawa. Pemain kelahiran Jember, 13 Oktober 1991 itu justru semakin terpacu memperbaiki diri. Ia tahu persaingan masuk ke skuat nasional tidaklah mudah.
Selain itu, Arif juga punya misi. Ia ingin membawa BTN CLS Knights Indonesia ke final ABL 2018-2019. Motivasinya untuk bermain bagus semakin bertambah. Oleh sebab itu, tidak heran jika Arif tampil mengesankan melawan Mono Vampire Basketball Club di GOR Kertajaya, Surabaya, Minggu 21 April 2019. Pemain berposisi garda utama itu mencetak 11 poin dan 6 asis dari bangku cadangan. Ia mendapat lampu sorotnya sendiri.
Seusai pertandingan, saya sengaja menemui Arif. Saya ingin tahu motivasi di balik permainannya malam itu. Meski melakukan lima kali kesalahan berbuah serangan balik, Arif membayarnya dengan tembakan berakurasi tinggi. Ia tidak meleset sekalipun. Tembakannya masuk 100 persen.
Apa pendapatnya soal pertandingan ini?
Senang pastinya kami bisa mengambil gim penting di sini. Ini semacam fondasi. Biar nanti ke Thailand sedikit lebih ngoyo (berusaha) lagi.
Selama 1-2 minggu setelah mengalahkan Saigon Heat, apa yang kalian lakukan?
Saya latihan, lari, fitness. Saya latihan shooting dan repetisi. Tidak lupa libur.
Jadi, memang waktunya libur, ya libur. Waktunya latihan, ya latihan. Saya tambah latihan karena ingin memberikan impact.
Tadi sengit banget. Kalian imbang di paruh pertama. Namun, Arif dan Jawato bisa membantu tim di kuarter tiga. Apa yang bikin kalian bisa terdorong begitu?
Di halftime, di dua kuarter pertama, memang susah. Kami kaget Douglas kena box-one. Kami jadi tidak seperti biasanya. Pas di locker room Pelatih bilang, “Doug kena box-one, apa respon kita? Harus lebih pintar lagi, dong.”
Ketika CLS seperti itu, ya sudah kami ambil. Jangan sampai ketika Doug ditekan seperti itu, kami malah terpecah. Kami tidak boleh bingung. Semakin frustasi, semakin jelek timnya. Kami harus stick together. Kami harus tetap menjalankan gameplan dan percaya satu sama lain. Move ball side to side. Sharing bola. Kami penetrasi—ada teman yang kosong—kasih passing. Ada teman yang lebih kosong lagi, passing. Biar lebih enak mainnya.
Tadi Arif match up dengan Tyler Lamb. Dia salah satu pemain terbaik di liga. Dulu main di Eastern juga menyulitkan CLS. Kok, Arif bisa percaya diri? Sampai tadi sempat steal dan clutch shot.
Sejujurnya waktu match up Tyler Lamb, dalam hati saya bilang, “Wah, gila ini Tyler Lamb!”
Itu memacu saya. Jadi tantangan saya. Ini, loh, Tyler Lamb. Masa tidak mau menunjukkan sesuatu? Mau tidak mau, ya sudah ayo.
Tidak tahu, ya, saya justru merasa senang. Saya jadi mau ngoyo. Hasilnya seperti tadi itu.
Pelatih selalu mengingatkan tim untuk sabar. Pemain-pemainnya tidak boleh terprovokasi sehinnga kehilangan fokus. Sebab, pertandingan pertama—seperti Arif bilang—penting. Bagaimana cara kamu menyiapkan mental untuk itu?
Saya melihat, saya merasa kepemimpinan Coach Brian itu bagus. Dia tenang. Kami jadi terbawa. Di awal dia bilang, kami harus lebih pintar. Tidak ada gim yang mudah. Kami harus lebih pintar. Itu saja.
Sebelum ini Arif mendapat beberapa sorotan. Kamu sempat menulis di Mainbasket tentang Bapak dan Ibu. Kamu dapat panggilan dari timnas. Kedua hal itu jadi motivasi untuk menguatkan mental tidak di pertandingan ini?
Iya. Saya juga melihat perkembangan CLS sebagia motivasi. Semakin ke sini, CLS semakin berkembang. Kami bermain bagus di reguler season. Lolos ke playoff. Lolos ke semifinal. Saya merasa, kami punya kesempatan juara. Saya ingin juara.
Kapan lagi CLS juara?
Kapan Arif sadar kalau CLS ini berpotensi juara?
Setelah menang lawan Saigon.
Oh, putaran pertama itu?
Iya.
Apa yang dibutuhkan untuk mengalahkan Mono sekali lagi? Di kandang mereka pula.
Defense. Saya merasa defense itu penting. Kami tadi bisa mengerem mereka dengan running point berapa kosong. Itu karena defense kami. Kami mesti lebih pintar lagi.
Saya melihat Doug kena box-one. Kami bingung mau bermain seperti apa. Biasanya dia yang mengatur. Dia tidak bisa membawa bola, kami frustasi. Satu-dua pemain malah bingung sendiri. Akhirnya memaksa untuk taking shot.
Kami harus tambah oke. Sudah oke, harus tambah oke lagi.
Ada potensi tampil tanpa Jawato karena ejected (diskualifikasi). Apa pendapatnya?
Oh, ya tidak bisa main? Serius? Saya baru tahu, loh.
Tadi kata Brian begitu. Karena ejected seharusnya tidak bisa main.
Iya, saya juga berpikir begitu. Wah, kena eject berarti tidak bisa main, nih. Kalau eject bisa main tidak, ya?
Bagaimana, dong?
Si Badung ini impact-nya gede banget. Kadang kami lagi buntu—dengan ngoyo-nya dia—dia tiba-tiba muncul. Jadi, kami harus menutup absennya dia. Pemain lain harus bisa menambal dia.
Cuma ada waktu tiga hari. Ada yang perlu diwaspadai tidak? Mono punya banyak pemain jago seperti Freddie, Tyler, Romeo, Malcolm juga Mike Singletary.
Sebenarnya saya melihat Mono ini sebagai tim yang seram. Semuanya bisa main, bisa bikin poin. Saya melihat potensi gangguan besar dari Singletary sama Romeo Travis. Mereka itu leader. Singletary tukang poin mereka. Travis itu seperti kepalanya. Dia yang memimpin tim.
Nanti crowd (keramaian penonton) bakal berbeda. Cuma Arif ada pendapat tidak soal crowd di Surabaya ini? Saya sampai sakit kuping karena bising.
Itu yang saya suka dari CLS. Fans-nya begitu. Saya kira cuma CLS yang punya fans seperti itu. Mereka mau teriak satu gedung untuk timnya.
Thank you. Tidak ada lawan.
Arif merasa ini jadi gim paling berisik tidak, sih? Saya merasa begitu karena sakit kuping. Gokil banget. Segala macam ada. Ada drum, ada panci.
Iya, benar juga. Saya sempat melihat ada suporter yang latihan habis Pemilu kemarin. Malam ini mereka all-out. Seru banget.
Perlu dipertahankan tidak?
Kalau bisa ditingkatkan. Saya ingin melihat penonton satu baju seperti NBA di playoff. Kalau main di home pakai baju yang sama.
Dibiayai CLS saja kali, hahaha.
Hahaha, iya. Kemarin saya lihat di Saigon juga begitu. Cuma memang GOR-nya kecil. Ya, bisa kali CLS. Duitnya banyak.
Dampaknya apa, nih, dengan adanya suporter seseru itu?
Saya merasa aman. Saya merasa nyaman bermain di home. Karena ada dukungan dari fans. Saya merasa senang. Enak sekali bermain di home. Ada energi dari penonton. Itu berpengaruh sekali.
Kalian tidak kesulitan untuk berkomunikasi di lapangan? Kalian jadi harus teriak.
Iya, memang jadi harus teriak. Suaranya bising banget. Cuma, ya bisalah. Buktinya tadi bisa.
Oke, Rif, semoga Thailand tidak sebising ini. Kalian harus fokus di pertandingan kedua. Good luck! Suwon (terima kasih).
Siap! Sama-sama, Gah. Suwon.
Foto: Yoga Prakasita dan Alexander Anggriawan