Marquis Mills Converse membuat sepatu voli, yang kemudian populer sebagai sepatu basket, pertama kali pada 1917. Produk itu lalu merajai lapangan kayu NBA nyaris 80 tahun. Kebangkrutan di awal tahun 2000 membuatnya berhenti memproduksi sepatu basket berperforma dan fokus menjual lini Chuck Taylor All Star sebagai sepatu kasual. Kini, Converse membuka kembali cerita sejarah sebagai penyedia sepatu basket berperforma lewat Converse All Star BB.
Lebih tepatnya, Converse benar-benar berhenti memproduksi sepatu basket pada 2012. Namun, pada November 2018, anak perusahaan Nike, Inc. ini merekrut Kelly Oubre Jr. sebagai duta. Hal ini jadi pertanda keseriusan kembalinya merek berusia 100 tahun lebih.
Sejarah perjalanan merek asli Massachusetts ini jadi benang merah materi promosi. Bisa jadi Converse adalah merek sepatu basket paling historis yang pernah ada. Selain karena siluet yang legendaris, beberapa pebasket mentereng pernah jadi duta. Julius Erving, Larry Bird, Magic Johnson, hingga Dwyane Wade muda pernah jadi atlet binaan mereka. Masa-masa kejayaannya terjadi era awal olahraga basket ketika para pebasket tidak punya banyak pilihan sepatu untuk bertanding.
Persiapan peluncuran ulang dilakukan dengan serius. Sosok yang dimunculkan adalah Eric Avar, desainer utama Nike Kobe dan Hyperdunk. “Converse adalah merek yang unik dengan segala warisan juga sejarah yang mereka bawa dalam olahraga basket. Tantangan yang sulit untuk membawanya merangkak kembali untuk mengulangi kesuksesan mereka di masa lampau dengan unsur modernitas,” kata Eric Avar yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Desain Global dan Inovasi.
Bagaimana bisa desainer Nike berada di balik perumusan sepatu baru Converse? Nike sudah membeli Converse pada 2003. Oleh karena itu, Nike punya privilensi untuk memberikan tenaganya dalam mengembangkan produk merek yang kini jadi anak perusahaannya itu.
Bentuk dasarnya adalah Chuck Taylor All Star. Lalu, pengembangan total dilakukan di seluruh bagian sepatu. GQ menyebut bahwa perubahan yang dilakukan terbilang masiv namun tetap menjunjung unsur klasik khas Converse. “Ini adalah proyek impian. Bayangkan saja saya dan tim harus membuat sepatu dengan nyawa siluet yang berusia lebih dari 100 tahun tanpa menghilangkan identitasnya,” ujar Thomas Bell Sr. selaku Inovator Senior Nike yang jadi kepala proyek pengembangan Converse All Star Pro BB kepada GQ.
Avar sebagai desainer utama menjabarkan visi di balik pengembangan siluet ini. “Kami ingin membuat sepatu dengan desain sesederhana mungkin namun punya fungsi performa yang baik. All Star BB sangat ringan dan bisa saja orang awam tidak menduga bahwa sepatu ini layak dipakai bertanding,” katanya.
Bagian atas (upper) memakai selembar kanvas rekonstruksi ulang bernama QuadiFit. Bahan ini juga diterapkan pada Nike KD12. Menurut Nike, inovasi terbarunya ini bisa mendistribusi daya tarik tali terhadap kaki sehingga menyajikan kerapatan. Bantalan React dipilih untuk memberikan sensasi nyaman. Sementara sol karet bermotif Herringbone jadi andalan untuk traksi yang dicari saat bertanding.
Beberapa bagian dari Chuck Taylor All Star juga tetap dimunculkan sebagai penambah detail. Logo All Star bulat di bagian samping mata kaki dalam. Sementara logo Star Chevron (bintang dan garis lekuk di sisi luar) terpasang untuk mengingatkan kita pada edisi lawas All Star. Padanan tersebut diperkenalkan melalui siluet Pro Leather yang jadi sepatu basket legendaris era 1970-an.
Converse All Star Pro BB kabarnya akan dirilis pada Mei 2019 dengan tanggal serta harga gerai yang akan diumumkan lebih lanjut. Pembuatan edisi modern ini sekaligus menjawab permintaan para penggemar Chuck Taylor All Star yang menginginkan modernitas pada siluet favorit mereka.
Foto: Converse