Era kejayaan Walter “Clyde” Frazier berakhir sejak ia pensiun pada 1980. Puma sedikit terlambat mencari sosok pengganti Clyde. Momentum itu datang pada 1983 ketika seorang pemuda berpostur besar, 7 kaki dan 4 inci (224 cm), yang jadi prospek utama untuk Houston Rockets bernama Ralph Sampson. Legenda NBA tesebut dianggap sebagai representasi pemain besar (Big Man) yang jadi basis pola permainan berposisi serupa hingga kini.

Bila kita berbicara tentang Big Man, maka nama Shaquille O’Neal akan muncul sebagai sosok utama dalam pembahasan ini. Setidaknya, legenda Lakers ini punya kerja sama jangka panjang dengan Reebok. Ia berhasil jadi sebagian kecil dari Big Man yang sukses lewat lini sepatu yang ia pakai. Bukan perkara apa, pangsa pasar pebasket berkaki ekstra-besar memang tidak semenarik kaki berukuran normal –Air Jordan atau Nike Kobe contohnya.

Kita bisa menyebut pemain besar lain. Sebut saja Larry Bird, Hakeem Olajuwon, dan Yao Ming. Namun, lini sepatu mereka tidak sesukses Shaq. Meski demikian, sebelum Shaq merajai sepatu basket berukuran jumbo, saya layak menyebut Ralph Sampson. Bagi Puma, posisi Sampson dianggap bisa menggantikan Walter Frazier sebagai wajah promosi lini basket Sang pabrikan.

Ralph Sampson dan Hakeem Olajuwon di era kejayaan.

Pria kelahiran 1960 ini masuk ke NBA saat usianya 23 tahun, setahun sebelum Michael Jordan datang menjadi sebuah fenomena. Lulusan Universitas Virginia meraih gelar Rookie of the Year dengan menunjukkan performa menawan. Pada era tersebut, pemain berpostur besar dengan skill menembak yang baik adalah prospek utama permainan juga penjualan produk. Mereka dianggap bisa jadi pusat perhatian lewat penetrasi dan keahlian menciptakan angka. Alhasil, Puma segera mengontrak Sampson dengan kerja sama bernilai besar, terbesar di masanya.

Setelah meraih gelar Ruki terbaik, Puma mengganjar Sampson dengan kontrak lima tahun (1984-1989) bermahar AS$400.000 per tahun. Angka itu terpecahkan Michael Jordan yang dikontrak lima tahun dengan mahar AS$500.000 per tahun. PRO Keds sebagai sponsor sepatu sebelumnya tidak bisa memberi penawaran lebih tinggi. Di samping itu, tahun 1984 adalah momentum pabrikan legendaris itu berhenti memproduksi lini basket dan fokus untuk membuat sepatu kasual. Perjodohan Puma dan Sampson tampaknya juga didukung keadaan.

Masalah terbesar datang karena kaki Sang pemain berukuran 17 (kurang lebih 42 cm). Puma harus bergerak cepat untuk segera membuat cetakan sepatu panjang dan lebar bagi Sampson. Cetakan utama diambil dari Puma Sky LX. Setelah segala persiapan persepatuan selesai, Puma merilisnya dengan nama Puma Ralph Sampson. Ia jadi pebasket kedua Puma yang namanya jadi nama sepatu setelah Walter “Clyde” Frazier.

Terry Cumming memakai Puma Sky LX, bentuk dasar Puma Ralph Sampson OG.

Houston Rockets memainkan dua Big Man sepanjang tiga tahun (1984-1987): Ralph Sampson dan Hakeem Olajuwon. Keduanya punya tinggi nyaris sama dengan kemampuan menembak yang menawan. Publik menyebut mereka sebagai The Twin Tower (Sang Menara Kembar). Banyak yang menyangsikan peletakan dua Big Man tersebut. Meski begitu, Rockets melaju dan keduanya sama-sama meraih gelar pribadi.

Terinspirasi dari tinggi Sampson yaitu 7 inci, edisi perdana  Puma Ralph Sampson dirilis ke dalam tujuh warna berbeda. Warna tersebut mewakili seragam tanding Rockets juga warna-warna cerah yang kala itu sedang populer terinspirasi dari gaya berbusana Walter Frazier.

Wes Matthews, mantan kompatriot Michael Jordan di Chicago Bulls, mengenang bagaimana sepatu Puma Sky LX jadi pilihannya dalam bertanding. “Saya berdampingan dengan Jordan yang waktu itu tengah sibuk mempromosikan sepatunya. Saking cintanya saya dengan Puma, harus saya pastikan bahwa sepatu yang saya pakai bertanding dalam keadaan bersih. Puma Sky LX senyaman itu bagi saya,” katanya kepada ESPN.

Foto dari dekat Puma Ralph Sampson OG tahun 1985.

Masa kejayaan Puma di NBA terjadi tahun 1985 di mana lebih dari setengah pebasket yang membintangi laga All-Star memakainya. Terry Cummings, Manute Bol, dan Alex English adalah sebagian dari pebasket NBA era lawas yang memakai Puma Sky LX di pertandingan penting. Ditambah Ralph Sampson yang memakai sepatunya sendiri. Di era tersebut, pabrikan Jerman tersebut meraih puncak dominasi sebagai produk pendukung olahraga basket.

Kini, Puma tengah menapaki momentum mengulang kejayaan mereka di masa lampau. Puma Ralph Sampson OG kabarnya akan dirilis ulang dalam waktu dekat. Dengan cerita dominasi di liga yang kental, wajar bila kemudian kehadiran kembali Puma di ranah ini “membahayakan” para pesaingnya. Walau dulu menghiasi lapangan kayu, edisi retro Puma Ralph Sampson dibuat untuk kebutuhan bergaya.

Roda berputar. Itulah yang sedang dijalani oleh Puma. Pascatenggelam, Puma mencoba memutar kembali roda kesuksesan itu. Nike yang kini berada di atas angin pun layak waspada. Mereka sedang mendominasi, momentum yang pernah dirasakan Puma era 1980-an. Bila Mark Parker dan tim lengah sedikit saja, bisa saja mereka akan tergusur oleh pesaingnya. Sama seperti apa yang sudah terjadi pada Puma.

Foto: Puma Hoops, Andrew D. Bernstein/NBAE/Getty Images, Getty Images, NBA Sports Memorabilia

Komentar