Indonesian Basketball League (IBL) 2018-2019 hanya menyisakkan satu babak. Ya, partai final dalam format tiga laga (best of three) antara Stapac Jakarta dan Satria Muda Pertamina Jakarta akan menjadi duel penutup musim ini. Kedua tim akan bertanding di dua tempat, Britama Arena, Jakarta, dan C-Tra Arena, Bandung.
Di partai semifinal lalu, IBL juga sudah memberikan nyaris seluruh gelar individu yang dikenal dengan IBL Awards. Dalam prosesnya, hanya ada satu gelar yang hingga kini belum memiliki pemilik. Satu gelar tersebut adalah Most Valuable Player (MVP) untuk barisan pemain lokal.
Baca juga: (Agassi Yeshe Goantara, Pelari Terdepan di Antara Barisan Pemain Tahun Pertama)
Seperti yang sudah diketahui bersama, ada tiga nama yang masuk dalam nominasi gelar MVP lokal. Andre Rorimpandey dari NSH Jakarta, Hardian Wicaksono dari Pacific Caesar Surabaya, dan Kaleb Ramot Gemilang yang membela Stapac.
Jujur, sebelum daftar ini keluar, dua nama yang ada di nominasi sudah masuk dalam prediksi saya. Hanya nama Andre Rorimpandey yang mengejutkan. Lantaran bagi saya, Pandey (sapaan Andre Rorimpandey) memang lebih cocok masuk ke nominasi Most Improved Player (MIP). Dan ternyata, hasil hitungan dan analisa pun menunjukkan Pandey memang sangat layak untuk masuk bahkan memenangi gelar MIP tersebut.
Pandey sendiri sepanjang musim ini memang menjadi tumpuan Wahyu Widayat Jati di barisan pemain lokal. Menariknya, ia justru tak melulu tampil sejak menit pertama. Ia juga sering menjalankan tugas dari bangku cadangan, terbukti dengan menit bermainnya yang tak cukup “wah” untuk nominasi MVP. Bahkan, dari tiga nama tersebut, Pandey adalah pemain dengan menit bermain yang paling sedikit.
Pemain bernomor punggung 10 tersebut tercatat hanya bermain rata-rata 24,7 menit dengan sumbangsih 10,7 poin, 2,3 rebound, 2,3 asis, dan 1,7 steal per gim. Untuk eFG% dan TS%, Pandey juga menjadi yang terkecil dengan hanya 49 dan 52 persen.
Baca juga: (Michael Vigilance Jr., Sang Penjaga Ring Terbaik di Antara yang Terbaik)
Pencapaian Hardian Wicaksono (Wicak) bersama Pacific musim ini benar-benar melampaui ekspektasi semua pihak. Kehilangan pemain kunci musim lalu, melakukan pergantian pemain asing di tengah musim, dan mengalami masalah internal jelang playoff adalah hal-hal yang sangat bisa dijadikan alasan untuk Pacific dan Wicak untuk main “biasa-biasa” saja.
Namun sebaliknya, Pacific berhasil finis di urutan ketiga Divisi Putih bahkan melaju hingga ke semifinal dan kandas atas Stapac. Peran penting Wicak sebagai top skor tim pun yang membuat saya sangat setuju dengan IBL menaruh namanya di nominasi ini. Dengan rataan bermain selama 31,6 menit serta torehan 13,4 poin, 5,9 rebound, 2,0 asis, dan 0,8 steal per gim. eFG% dan TS% Wicak pun bisa dibilang cukup bagus di angka 52 persen dan 54 persen.
Catatan Wicak di atas memang sangat luar biasa di antara pemain lokal lain di IBL. Bahkan, untuk catatan poin per gim, catatan Wicak adalah yang tertinggi di antara pemain lokal lainnya. Sayangnya, saya tak bisa memilih Wicak sebagai MVP karena ada nama Kaleb Ramot Gemilang dalam daftar ini.
Saya sangat kesulitan menemukan alasan untuk tidak memilih Kaleb di nominasi ini baik berdasarkan penampilan di lapangan ataupun angka statistik setelah perhitungan. Kaleb, memang memiliki rataan yang lebih kecil dari Wicak di semua nomor kecuali steal. Sepanjang musim reguler, alumnus ITHB ini menorehkan 12,7 poin, 4,4 rebound, 1,4 asis, dan 0,9 setal per gim.
Tetapi, semua catatan tersebut dibukukan oleh Kaleb dengan menit bermain yang “hanya” 27,4 menit per gim. Belum lagi angka eFG% dan TS% Kaleb yang benar-benar luar biasa untuk pemain yang tidak memiliki postur menjulang dan tidak hanya berkutat di area kunci. eFG% Kaleb berada di angka 64 persen sementara untuk TS% ada di 69 persen. Dari data efisiensi dan akurasi tembakan ini, Kaleb sudah sangat layak dianggap sebagai pemain paling “berharga” (valuable).
Untuk lebih memastikan bahwa Kaleb memang layak dipilih menjadi MVP, saya kembali menggunakan metode perhitungan Per Minute Rating. Kali ini, saya memilih 30 menit sebagai waktu perata statistik para pemain tersebut. Karena biasanya, seorang pemain yang dilabeli “berharga” bermain di sekitaran menit tersebut.
Dari hasil perhitungan tersebut, bisa dilihat bahwa Wicak yang memiliki catatan poin tertinggi di statistik tradisional berubah menjadi yang paling rendah dari dua nama lainnya. Sementara Kaleb berbalik menjadi yang terdepan. Hal ini juga cukup membuktikan betapa berharganya Kaleb untuk timnya dan semakin memperkecil celah alasan untuk tidak memilihnya.Di sisi lain, angka rataan turnover yang tinggi dari Kaleb sudah sangat tertutupi dengan efsisiensi dan angka-angka lainnya.
Di luar statistik, jika Anda amati, Kaleb hanya melakukan tembakan di area yang itu-itu saja. Selama saya melihat Kaleb bermain musim ini, selain di area kunci, Kaleb memiliki beberapa tempat andalan. Area siku (elbow) kiri, sudut (corner) kiri, sayap (wing) kiri, dan area atas busur tripoin (top of the key).
Hal ini bagi saya membuktikan bahwa Kaleb entah atas perintah pelatih atau tidak, tahu di mana tempat menembak terbaiknya. Hal itu juga menandai bahwa ia membaca statistik dan memanfaatkannya dengan tepat (sekali lagi, entah dari pelatih atau Kaleb sendiri). Satu hal terakhir yang membuat saya yakin untuk memilih Kaleb sebagai MVP.
Saya sulit menjelaskan dengan gambar dan data karena IBL tidak menyediakan shooting chart di situs resmi mereka. Mungkin di musim depan, hal ini bisa ditambahkan oleh IBL di situs mereka plus merapikan tabel statistik.
Foto: Hariyanto