NSH Jakarta telah melalui musim terbaiknya sejak keikutsertaan mereka di liga basket tertinggi. NSH berhasil finis di peringkat satu Divisi Putih dan masuk semifinal IBL 2018-2019. Sayangnya, mereka tumbang oleh Satria Muda Pertamina Jakarta dengan kedudukan 1-2 di babak itu.

Kendati begitu, NSH tetap mendapat pujian dari banyak orang. Bagaimanapun, mereka telah berhasil keluar dari papan bawah. NSH menjadi kuda hitam yang patut diperhitungkan.

NSH menjadi demikian bukan tanpa alasan. Mereka berjuang sejak liga belum bergulir. Mereka bahkan berlatih jauh sebelum klub lain memulai latihan. Kepala Pelatih WIdayat Jati menceritakan semuanya kepada Mainbasket. Pelatih terbaik IBL 2018-2019 ini menjadi satu sosok yang mendorong NSH jadi lebih baik.

Simak wawancara Mainbasket bersama Wahyu, sebagai berikut:

Saya tahu NSH memulai latihan lebih dulu daripada yang lain, tetapi apa yang sebenarnya mendasari keputusan itu?

Karena saya lihat kami finis di nomor dua paling bawah. Kalau kami tidak melakukan sesuatu yang lain dari yang lain, atau kami melakukan hal yang sama seperti biasanya, kami akan berakhir di posisi yang sama musim berikutnya. Itu saja, sih, menurut saya. Istilahnya, kalau kami mau hasil yang beda, kami harus melakukan sesuatu yang beda.

Apa yang NSH lakukan saat itu?

Saya fokus di strength sama endurance. Saya lihat itu salah salah satu kelemahan NSH. Selain masalah skill dan knowledge—tentu saja. Saya berpikir kalau mereka bisa menguatkan fisik, paling tidak kami punya satu modal. Kalau berbicara talent, saya tidak bisa berharap banyak. Talent tidak bisa dipilih-pilih lagi. Adanya itu. Jadi, saya berpikir yang paling mudah adalah meningkatkan fisik.

Butuh waktu berapa lama?

Saya mulai—kalau tidak salah—bulan April. Ada libur lebaran, terus waktu puasa saya cuma kasih libur dua hari buat mereka. Latihannya Senin, Rabu, Jumat sampai sebelum lebaran. Lebih fokus ke fisik. Latihan teknik cuma buat variasi. Supaya tidak bosan. Latihan fisik, fisik terus. Akhirnya saya kasih variasi latihan individu. Cuma itu memang bukan fokus saya di awal latihan.

Setelah lebaran, baru saya memasukkan latihan skill individu. Komposisinya sekitar 50:50. Skill individu sama fisik. Sampai sekitar sebulan sebelum liga mulai. Setelah itu saya mulai mengurangi latihan itu dan fokus ke latihan di lapangan.

Sebelum liga ada turnamen pramusim. Mas Wahyu menilai penampilan NSH di pramusim seperti apa?

Sebenarnya saya menilai bukan dari pramusim, tapi dari Piala Raja. Di Piala Raja Yogya, saya mengadakan tes. Saya bilang, “Yang masuk 50, VO2max 50, ikut Piala Raja. Kalau tidak masuk latihan sendiri di Jakarta.”

Waktu itu yang masuk cuma sembilan orang. Ada beberapa orang yang tidak bisa tembus. Kami hanya berangkat dengan sembilan orang. Dalam perjalanannya, ada pemain yang cedera. Terpaksa saya cari pengganti. Orang yang paling tinggi VO2max-nya meski tidak sampai 50. Itu Lutfi (Koswara). Akhirnya Lutfi berangkat.

Kami bertanding dengan sembilan orang. Saya buat skema permainan untuk musim ini. Saya percepat permainannya. Secepat-cepatnya. Jadi, pemain sesedikit mungkin pegang bola. Nah, itu saya coba mainkan di NSH. Karena saya lihat ini tidak bisa diubah segalanya dengan cepat. Berdasarkan talent lagi. Kalau talent baik, latihan tiga bulan perubahan signifikan. Boleh dibilang, mereka ini bukan super talented sehingga saja perlu melakukan adjustment.

Ada kesulitan?

Kesulitan itu pasti. Saya punya ekspektasi tinggi. Pemain yang sudah masuk liga pro mestinya pemain yang sudah siap. Basic dan fundamental. Tahu soal how to score, how to execute, how to finish. Ternyata begitu saya masuk NSH—boleh dibilang—sangat mentah. Hampir semuanya sangat mentah. Saya jadi mengulangi lagi semuanya, dari dasar.

Dapat bantuan tidak?

Dari?

Siapa pun. Untuk mengembangkan NSH ini.

Saya dapat dari asisten saya. Dia lama di NSH. Dia punya informasi-informasi yang luar biasa. Asisten saya membantu untuk memberi masukan. Teknis-teknis yang mungkin saya suka miss.

Setelah itu, ada pemilihan pemain asing. NSH mencari yang seperti apa?

Kalau di NSH, sistemnya semua orang harus menyumbang nama. Kami punya tiga kali pertemuan. Pertama, cuma mengajukan nama. Sekitar seminggu kemudian kami berkumpul lagi. Maksudnya, saya kasih jeda seminggu biar mereka yakin, kami ini yakin. Pertemuan kedua, kami rangking pilihan tadi. Ranking 1-10. Pertemuan ketiga adalah memutuskan. Jadi, walaupun kami sudah merangking di pertemuan satu dan dua, di pertemuan ketiga masih bisa berubah. Kalau yakin, kami pilih. Waktu itu kami memilih dengan last decision.

Kriterianya apa?

Karena saya bikin sistem bermain model run and gun, terus defense lebih punya pressure, saya mencari bigman yang bisa lari. Bisa bermain luar-dalam. Bisa create the game. Bukan tipe bigman—yang bisa dibilang—static bigman. Smallman-nya saya mencari tipe pemain yang, selain skorer, juga bisa defense. Saya cari yang lumayan tinggi.

Dengan size yang NSH punya, saya tidak mungkin mencari pemain dengan tinggi di bawah 185. Saya harus cari 185-188. Saya buat mentok. Akhirnya kami pilih Anthony Simpson dan Dashaun Wiggins.

Sejauh ini puas dengan penampilan mereka? NSH ini salah satu tim yang tidak mengganti pemain asing.

Puas, puas. Kali ini saya cukup puas.

Alasannya apa?

Sesuai kriteria. Itu yang kami harapkan.

Kemungkinan pemain asing musim depan seperti apa?

Saya tidak bisa menentukan sendiri. Saya harus melibatkan semuanya. Urusan pemain asing, saya selalu open ke semua. Beda sama pemain lokal. Kalau pemain lokal saya yang putuskan 100 persen. Saya mau pemain seperti apa, manajemen yang mencari. Kalau pemain asing, harus rembug. Karena saya tidak mungkin mencari datanya sendiri. Dari IBL cuma link YouTube. Makanya, saya putuskan butuh peran coaching staff dan manajemen supaya informasinya lebih detail. Jadi, kami juga bisa meminimalisir kesalahan-kesalahan.

Pemain veteran NSH hanya ada Wendha Wijaya. Seingat saya Desember ini kontraknya habis. Apa akan diperpanjang atau tidak? Bagaimanapun dia berpengalaman daripada yang lain.

Kita lihat nanti. Saya tidak tahu passion dia untuk main masih ada atau tidak. Walaupun kontrak sampai Desember, dia mau tidak bermain di usia yang seperti itu? Apalagi kemarin sempat cedera. Dia harus operasi di hidung. Kalau mau bermain lagi, mungkin juga bisa jadi playing-coach. Sambil bantu, sambil bermain. Seperti akhir karier saya dulu. Saya juga bantu junior untuk improve sambil main.

Mas Wahyu menilai penampilan NSH selama semusim ini seperti apa?

Ini luar biasa. Ini di luar ekspektasi banyak orang. Buat saya, ini hasil kerja keras kami. Tidak bohong. Orang masih pada tidur, kami sudah bangun. Orang sudah bangun, kami sudah bekerja. Orang bekerja, kami masih bekerja. Begitu, kan, istilahnya. Kami melakukan hal yang orang lain tidak lakukan.

NSH sudah masuk playoff bahkan semifinal, hanya saja pemainnya tidak banyak berpengalaman di babak itu. Nah, pengalaman kemarin itu bakal berpengaruh seperti apa ke depannya?

Saya, sih, berharap mereka mendapat pelajaran yang luar biasa dari situasi ini. Saya bilang ke mereka, jangan jadikan ini pengalaman pertama dan terakhir. Jadikan ini pengalam yang berharga untuk meniti karier, baik secara individu maupun tim. Ini awal yang baik. Saya melihat, waktu semifinal, banyak pemain nervous. Mereka underperform. Beda sekali dengan mereka di regular season. Ditambah lagi di gim ketiga mereka kehilangan Wiggins. Mereka jadi tidak confidence. Cuma itu luar biasa. Itu pembelajaran untuk tahap ini. Tidak ada yang perlu disesali. Tidak ada yang perlu dikecewakan. Ini pelajaran penting buat pemain NSH.

NSH empat nominasi IBL Award. Mas Wahyu bahkan dapat penghargaan pelatih terbaik. Penghargaan itu berarti apa untuk NSH?

Eksistensi dari tim kecil ini harus diperhatikan oleh liga. Ini menjadi pengakuan dari tim-tim lain juga. Karena, menurut saya, semua itu diawali dari hal kecil. Tidak bisa semua tiba-tiba besar. Bisa dibilang, dengan budget kecil, NSH bisa membuat orang menjadi takjub. Seperti juga Pacific. Dengan budget kecil kami bisa tembus ke semifinal. Itu saja, sih, catatannya. Tidak semata-mata tim dengan budget besar akan mendapat prestasi yang besar juga.

Mas Wahyu jadi pelatih terbaik. Ada filosofi tertentu tidak ketika melatih?

Filosofi saya simpel: saya selalu bekerja memberikan yang terbaik. Saya tidak berpikir harus jadi yang terbaik, tetapi saya harus memberikan yang terbaik. Kalau jadi terbaik itu bonus. Saya tidak mau dilihat orang lebih dulu saja. Saya lebih mementingkan hasil pekerjaannya. Dengan pemain saya masuk tiga nominasi, saya cukup bahagia. Ternyata pekerjaan saya ada hasilnya. Itu saja.

Sebelum Mas Wahyu menangani timnas dan CLS Knights Surabaya. Juara IBL pada 2016. Apa yang Mas Wahyu bawa dari tim-tim itu ke NSH?

Saya mencoba mengubah mindset pemain NSH. Saya sering mendengar mereka selama ini memilih gim. Ketika lawannya selevel mereka berusaha menang. Begitu timnya tidak selevel, mereka menang syukur tidak juga tidak apa-apa. Nah, itu yang saya coba ubah. Kalau setiap gim itu penting.

Caranya bagaimana?

Saya menekankan di latihan. Mereka tidak boleh kalah. Kalau mereka kalah berarti dapat hukuman. Hal paling kecil dan simpel. Setiap latihan saja mereka harus berjuang jadi yang terbaik. Jadi, begitu main di gim, saya tinggal push mereka. Saya tekankan mereka ini sama. Tidak ada yang beda. Yang membedakan cuma mindset.

Kemudian, orang akan terlihat cerdas atau tidak dari decision making. Saya bisa menilai dari sana. Dia punya IQ basket yang tinggi atau tidak. Menggunakan otaknya, kepalanya, atau hanya ototnya. Saya berusaha mengubah itu. Begitu bermain basket, mereka harus menggunakan otaknya. Kalau otot saja, kami bisa kalah sama orang cerdas.

Mas Wahyu terkenal sebagai pelatih yang keras di luar maupun di dalam lapangan. Para pemain ini bisa terima itu?

Saya kalau di luar lapangan justru tidak keras. Saya kalau di luar lapangan sering nongkrong bareng. Tidak ada gap antara pelatih dan pemain. Namun, begitu kami masuk lapangan, saya tekankan bahwa kami bekerja. Kami tidak berteman. Kami partner. Kebetulan saya ditunjuk sama manajemen jadi bos mereka. Begitu ke luar lapangan. Satu detik saja selesai, saya jadi orang yang lain. Jadi individu yang beda.

Cuma kalau berbicara di lapangan, saya harus push mereka sampai ke limit-nya. Sampai mereka tahu di mana batasan mereka. Setiap latihan mereka harus learn something new. Nanti akhirnya akan kelihatan.

Kalau pemain tidak suka atau tidak, saya pikir karena perbedaan saja. Kami punya background berbeda. Beda budaya. Beberapa pemain ada yang berada di comfort zone. Mereka harus keluar dari situ. Mungkin ada sisi positifnya, tapi mereka tidak bisa berada di situ terus.

Selanjutnya apa lagi? Ada rencana apa?

Mungkin awal bulan April sudah mulai latihan. Kami bersiap-siap lagi seperti biasa. Saya meeting sama manajemen, di bulan Juli bakal turnamen. Agustus mengikuti Piala Raja lagi. Katanya Prawira juga mau bikin kejuaraan. Cuma belum pasti.

Jujur saya membutuhkan banyak try out untuk pemain saya. Sulit membuat mengubah mindset dalam waktu cepat. Sulit untuk membuatnya establish. Jadi, saya perlu lahan untuk penguatan sampai menjadi repetisi. Pengulangan itu jadi habit.

Fokusnya sama?

Tetap. Kalau kemarin 50, nanti saya naikkan jadi 51. Saya sudah bilang ke pelatih fisik untuk meningkatkan VO2max. Saya berharap NSH sudah bisa mencapai 55 semua di tahun kelima.

Baik, Mas. Terima kasih sudah mau wawancara dengan Mainbasket.

Oke, sama-sama.

Foto: Hariyanto dan Alexander Anggriawan

Komentar