Jalan panjang tim Honda DBL Indonesia All-Star di turnamen nasional DTermine Your Destiny berbuah cukup manis. Terutama bagi tim putranya. Sebab, mereka berhasil masuk di babak final kategori High School Boys.

Ini merupakan sejarah. Bagi tim Honda DBL Indonesia All-Star maupun Indonesia. Sebab, inilah kali pertama ada tim dari Indonesia, kebetulan diwakili tim All-Star yang dibesut DBL Indonesia, bertanding di sebuah turnamen nasional level AAU. Langsung di negara asal olahraga basket Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat, jumlah turnamen tidak terhitung jumlahnya. Beberapa di antaranya diikuti oleh tim dari mancanegara. Namun, tidak pernah yang dari Indonesia. Negara Asia yang sering mengirimkan perwakilannya untuk ikut turnamen di America Serikat umumnya adalah Tiongkok dan Korea Selatan.

Turnamen umumnya berlangsung dalam dua sampai tiga hari. Yang biasa terjadi di mana setiap tim bertanding hingga tiga pertandingan dalam sehari. Ini jelas jadi catatan berharga untuk tim Honda DBL Indonesia All-Star. Di mana ketangguhan mereka dalam bertanding harus bertahan hingga tiga laga dalam sehari. Kelelahan jelas bukan hal yang bisa dimaklumi. Sebab, semua tim berada pada kondisi yang sama.

Tim putra All-Star, misalnya. Pada hari pertama, mereka melakoni dua laga. Di laga pertama, mereka tampil beringas. Tim lawan mereka, klub Just Play, dihajar dengan skor akhir yang sangat meyakinkan, 62-23.

Beristirahat selama satu jam, mereka harus bertanding kembali. Lawan kedua mereka adalah Team DTermined. Tim kuat. Dan All-Star Honda DBL harusnya bisa menang. Mereka layak menang.

Namun, entah karena faktor apa permainan mereka berubah. Menjadi tak berirama. Serangan mereka gampang dipatahkan di menit-menit akhir pertandingan. Defense pun mudah didobrak. Itu terjadi saat mereka masih memimpin perolehan skor.

Keadaan makin memburuk saat gim ketat dengan perolehan skor sama banyak. Alhasil, keunggulan mereka terkejar. Kemudian kalah.

Hal yang sama terjadi lagi di hari kedua turnamen, sekaligus hari terakhir. Saat itu, mereka harus melakoni dua laga penyisihan. Plus satu laga final.

Di pertandingan pertama hari kedua, tim All-Star kembali mengawalinya dengan impresif. Melawan tim Long Beach Gold, mereka bisa menjaga keunggulan 42-41, meski hasil ini didapat dengan susah payah. Hampir tekejar setelah unggul dua digit angka.

Namun, harus diakui bahwa dalam laga ini, instruksi pelatih mereka laksanakan dengan baik. Mereka mau menahan ego untuk tidak lekas merilis bola ke arah ring. Kepercayaan diri mereka juga stabil.

Catatan dari kedua pelatih mereka, Jap Ricky Lesmana dan Docta Ignoran Pambudi, adalah ketidakstabilan emosi pemain saat pertandingan memasuki fase genting. Banyak yang ingin segera mencetak angka.

Padahal, yang dibutuhkan seringkali bukan itu. Melainkan menjaga momentum. Yang hanya bisa didapat dengan menahan serangan. Agar tim lawan frustasi lantas melakukan pelanggaran.

Di pertandingan itu, tim All-Star dapat memahami instruksi yang demikian. Tidak larut dalam intensitas pertandingan yang kian menegang.

Di pertandingan kedua, mereka juga menunjukkan kelasnya sebagai All-Star. Bermain rapi, disiplin dalam bertahan, hustle saat menyerang. Ego antar pemain juga terjaga. Semua bisa memainkan perannya dengan apik. Babak final sangat layak mereka genggam.

Namun, yang terjadi di laga final, seperti pengulangan di laga pertandingan kedua hari pertama. Saat mereka melawan tim yang sama. Team DTermined.

Saat itu, di separuh pertandingan, mereka tertinggal 10-20. Namun, tim All-Star bermain cerdas dan mampu melawan balik.

Andreas Marcelino, Darrly Sebastian, dan Mario Davidson tampil mengesankan. Sangat mengesankan. Mereka mengobrak-abrik garis depan pertahanan lawan. Untuk membuka ruang bagi Julian Alexandre Chalias dan Naufal Alifio mengempaskan bola dari bawah ring. Eksplosif!

Defense mereka juga apik. Tidak ada cheap foul. Berbagai pujian pun lantas datang dari seisi hall Get It Done Sports Arena di Corona, California.

“Ini yang harusnya dilihat anak-anak Amerika yang tanding di sini. Tim Indonesia bermain bagus. Seperti inilah harusnya bermain basket,” kata salah satu pengunjung. Yang langsung keluar gelanggang. Setelah kecewa melihat permainan tim favoritnya. Yang tampil buruk di lapangan sebelah.

Sayang, pesatnya perolehan skor pada paruh kedua tidak dapat dipertahankan. Di menit-menit akhir pertandingan, penyakit bernama ego itu kambuh lagi. Tim All-Star justru sering melakukan kesalahan berbuah serangan balik. Penyelesaian mereka juga berantakan. Hingga akhirnya perolehan poin mereka terhenti di angka 33. Sementara lawan masih terus menambah angka. Mengungguli All-Star. Hingga skor mencapai angka 39.

Ini adalah pelajaran mahal untuk mereka. Para pemain masa depan basket Indonesia. (Faisal Ash Shiddiq)

Komentar