Pada menit ke 5:23 kuarter terakhir, Stapac Jakarta menggunakan jeda (timeout) terakhirnya dalam situasi tertinggal 63–51 (selisih 12 angka). Bila ditinjau dari sisa waktu yang tersisa dan perhitungan matematika sederhana, maka seharusnya Pelita Jaya, yang menjadi lawannya, dapat mempertahankan tawa dan senyum sampai akhir laga di IBL Seri VII Malang di GOR Bima Sakti, Malang, Minggu 10 Februari 2019. Namun, yang terjadi adalah Stapac berhasil membalikkan keadaan dengan keunggulan dua angka.

Apakah yang sebenarnya terjadi?

Pada artikel ini saya akan memberikan gambaran sederhana, mengenai bagaimana dengan perhitungan dan logika sederhana untuk awam (tanpa perlu formula statistik yang rumit) yang memanfaatkan penguasaan di sisa waktu yang tersisa untuk mempertahankan keunggulan Pelita Jaya dalam kasus ini.

Dengan sisa waktu 5:23, secara kasar diperkirakan terdapat sekitar 14 penguasaan apabila setiap tim memanfaatkan secara penuh durasi waktu penyerangannya, di mana masing-masing tim memiliki tujuh penguasaan, tanpa sebelumnya memperhitungkan kemungkinan variabel TO dan OREB. Artinya, apabila Pelita Jaya membiarkan Stapac mencetak dua angka pada setiap penguasaan, sementara Pelita Jaya tidak mencetak angka sama sekali pada setiap penguasaan, maka Stapac akan unggul sebanyak dua angka.

Agar Pelita Jaya tetap unggul sebanyak dua angka saja, maka PJ hanya membutuhkan keberhasilan serangan area dalam sebesar 25 persen dari total penguasaan yang dimilikinya. Angka 25 persen bukanlah hal yang sulit bagi Pelita Jaya bila melihat komposisinya yang diisi dengan para pemain-pemain besar terbaik dalam negeri dan mengungguli ukuran komposisi pemain Stapac.

Berdasarkan gambaran sederhana di atas, maka strategi sederhananya adalah Pelita Jaya harus memperlambat kecepatan permainan selambat mungkin, lebih fokus pada pertahanan area luar (antisipasi tembakan tiga angka), dan fokus pada serangan bertempo lambat di area dalam. Sebaliknya, Stapac harus mempercepat kecepatan permainan untuk menambah kecepatan perputaran penguasaan (kalau perlu sampai melewati batas perkiraan penguasaan) dan menggunakan strategi tembakan tiga angka. Skenario tersebut dapat diumpamakan seperti pedang tajam bermata dua melawan benteng besar yang kokoh, yang kemungkinan besar akan dimenangkan oleh benteng kokoh.

Namun, bagaimanakah kejadian sebenarnya?

Kronologi 5 Menit Terakhir

Selisih angka PJ-Stapac: 12-0.

5:00

Terdapat tiga penguasaan, yaitu:

- Dua penguasaan Stapac berakhir dengan 6 angka dari dua tembakan 3 angka.

- Satu penguasaan Pelita Jaya berakhir tanpa angka saat dikuasai Hurst.

Selisih akhir angka PJ-Stapac: 6-0.

4:00

Terdapat tiga penguasaan, yaitu:

- Satu penguasaan Stapac berakhir dengan 3 angka dari satu tembakan 3 angka.

- Dua penguasaan Pelita Jaya yang berakhir dengan dua angka. Salah satu penguasaan berakhir dengan shot clock violation saat dikuasai Prastawa.

Selisih akhir angka PJ-Stapac: 5-0.

3:00

Terdapat empat penguasaan, yaitu:

- Dua penguasaan Stapac berakhir dengan 5 angka dari 1 tembakan tiga angka dan 1 tembakan dua angka.

- Dua penguasaan PJ berakhir dengan 4 angka dari dua tembakan 2 angka.

Pada periode 4:00 dan 3:00, tiga penguasaan terakhir Pelita Jaya menghasilkan enam angka dalam durasi waktu sekitar 23 detik, yang berarti terjadi peningkatan kecepatan permainan dan perputaran penguasaan, yang menguntungkan pihak Stapac.

Selisih akhir angka PJ-Stapac: 4 -0.

2:00

Terdapat empat penguasaan, yaitu:

- Dua penguasaan Stapac dari 2 FT yang berakhir dengan 2 angka (FT: 50 persen)

- Dua penguasaan Pelita Jaya yang berakhir tanpa angka dari dua tembakan Prastawa.

Selisih akhir angka PJ-Stapac: 2-0.

Pada periode ini, tembakan pertama Pelita Jaya dilakukan dalam durasi delapan detik penguasaan (terlalu singkat), dan tembakan kedua Pelita Jaya dilakukan dalam durasi 12 detik setelah ORB (batas wajar).

1:00

Terdapat enam penguasaan, yaitu:

- Tiga penguasaan Stapac yang berakhir dengan empat angka.

- Tiga penguasan Pelita Jaya yang berakhir tanpa angka.

Pada periode ini Pelita Jaya melakukan TO dan pelanggaran yang memberikan dua ekstra penguasaan untuk Stapac. Serangan penutup Pelita Jaya adalah strategi satu lawan satu dengan empat pemain lainnya yang tidak berkoordinasi satu sama lainnya untuk saling membebaskan dan menciptakan peluang menembak.

Selisih akhir angka PJ-Stapac: 0-2.

Stapac Berhasil Meningkatkan Kecepatan Permainan dan Menambah Penguasaan

Dari kronologi kasar di atas, tampak bahwa Stapac berhasil meningkatkan kecepatan permainan, mempercepat perputaran penguasaan dan menambah jumlahnya, dari yang seharusnya diperkerikan sekitar 14 penguasaan menjadi 20 penguasaan. Upaya peningkatan kecepatan permainan tersebut terjadi ketika memasuki menit 3:00, di mana Stapac menjalankan strategi pertahanan satu lapangan yang disambut dengan permainan serangan cepat Pelita Jaya.

Hal yang menarik untuk dibahas adalah mengapa sebaiknya Pelita Jaya tidak mengikuti permainan cepat Stapac walau sebenarnya bisa saja mencetak angka dengan cepat, seperti yang terlihat di periode 4:00 dan 3:00? Karena mempercepat kecepatan permainan dan perputaran penguasaan berarti menggunakan energi yang lebih banyak untuk menyerang dan bertahan, yang juga dapat mempengaruhi konsentrasi saat bertahan maupun menyerang. Sehingga beradu ketahanan fisik bukanlah pilihan yang bijaksana bagi tim yang sedang dalam keadaan unggul dan dihuni oleh para pemain veteran, terlebih lagi ketika berhadapan dengan tim lawan yang terdiri dari para atlet muda yang mengandalkan kecepatan.

Pada periode tersebut tampak bahwa setiap serangan cepat Pelita Jaya dapat dibalas angka oleh serangan Stapac. Dengan demikian, serangan cepat Pelita Jaya yang menghasilkan angka terkesan seperti bagian dari rencana Stapac untuk menguras energi Pelita Jaya. Puncaknya terlihat dari tidak adanya pemain bertahan Pelita Jaya yang dapat mengantisipasi serangan balik Widyanta Putra Teja yang berdurasi penguasaan enam detik dan menghasilkan angka pada 00:39.

Pelita Jaya Gagal Mengantisipasi Empat Tembakan Tiga Angka Stapac

Andaikan Pelita Jaya fokus pada pertahanan area luar dan tidak membiarkan penyerang Stapac menembak tiga angka dengan menempatkan para pemain bertahan di sekitar perimeter, dan membiarkan para pemain Stapac lebih leluasa melakukan terobosan ke area dalam untuk mencetak dua angka saja, maka PJ masih berpeluang memiliki keunggulan dua angka atas Stapac sampai akhir pertandingan, walau kejadian-kejadian lainnya termasuk TO yang dilakukan Pelita Jaya tersebut tetap terjadi.

Pelita Jaya Tidak Mengkonsentrasikan Serangan di Area Dalam yang Memiliki FG% dan TS% Tinggi

Salah satu strategi yang umum dilakukan tim-tim yang sedang dalam kondisi unggul dalam periode waktu yang tersisa sedikit adalah memperlambat kecepatan permainan dan mengkonsentrasikan serangan di area dalam yang memiliki FG% dan TS% tinggi. Pelita Jaya memiliki atlet-atlet SPP terbaik Indonesia seperti Adhi Pratama (2P%: 47, EFG%: 489%, dan TS%: 49%) dan Ponsianus Nyoman Indrawan (2P%: 50%, EFG%: 53%, dan TS%: 59%). Bahkan Pelita Jaya memiliki Nate Barfield (2P%: 57, EFG%: 56 dan TS%: 56%), di mana pada laga tersebut dia memiliki FG%: 77% dan mencetak 24 angka. Keunggulan komposisi Pelita J atas Stapac tersebut tampak dimanfaatkan pada periode lima menit terakhir.

Sebaliknya sebagian besar serangan Pelita Jaya dieksekusi oleh dua pemain perimeter, yaitu Andakara Prastawa (EFG%: 47% dan TS%: 50) dan Carlton Hurst (EFG%: 48 dan TS%: 49%), di mana keduanya mendapatkan enam penguasaan dalam lima menit terakhir yang hanya menghasilkan dua angka.

Bahkan sampai detik-detik akhir, Pelita Jaya mempercayakan penguasaan terakhirnya pada Xaverius Prawiro (EFG: 43% dan TS%: 44%) untuk melakukan terobosan satu lawan satu ke area dalam dan berharap dapat menciptakan peluang menembak untuk rekan-rekan di area luar yang tidak berkoordinasi untuk saling menciptakan peluang menembak.

Penutup

Skenario lima menit antara Pelita Jaya dengan Stapac merupakan contoh kasus yang menunjukkan pentingnya memperhitungkan selisih angka dengan perkiraan jumlah penguasaan pada durasi waktu yang tersisa, serta turut mempertimbangkan komposisi tim, untuk menentukan strategi permainan dan menentukan kecepatan permainan. Kemenangan Stapac atas Pelita Jaya tidak sebatas disebabkan oleh faktor strategi jitu permainan Stapac untuk menciptakan banyak peluang menembak tiga angka, tetapi juga disebabkan kurang jernihnya pihak Pelita Jaya dalam melihat situasi dan kemungkinan skenario yang terjadi dalam menit-menit terakhir tersebut.

Mantra yang ditebarkan asisten pelatih Stapac pada menit ke delapan tampaknya berhasil memperkeruh pandangan tim Pelita Jaya.

Foto: Hariyanto

Komentar