Gelaran Jakarta Sneaker Day 2019 hadirkan bermacam agenda. Salah satunya adalah obrolan tentang perkembangan sepatu buatan Anak Negeri. Pihak penyelenggara mengundang instansi pemerintah yang diwakili Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) serta pihak perwakilan dari Piero dan League. Ketiganya memaparkan beberapa poin yang menggambarkan kondisi industri persepatuan Indonesia dewasa ini.
Perbincangan dibuka lewat pernyataan Ketua BPIPI, Heru Budi Susanto. Ia beserta jajaran telah menyediakan data tentang peningkatan produksi sepatu dalam negeri. “Tahun 2018, Indonesia menduduki peringkat enam negara eksportir sepatu sedunia. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dari 2017,” tuturnya.
Angka tersebut nyatanya memberi dampak terhadap konsumsi sepatu seantero jagad. “Lewat pencapaian itu, Indonesia menyumbang 4,6% kebutuhan sepatu untuk penduduk dunia,” lanjutnya. Tim BPIPI pun membeberkan fakta tentang inovasi yang sedang mereka kembangkan agar angka ini terus meningkat. “Kami tengah membantu beberapa produsen sepatu yang sedang mengembangkan bagian atas sepatu terbuat dari serat nanas dan hasil pengolahan kertas bekas,” ceritanya. Meski masih dalam proses pemantapan, BPIPI menaruh harapan besar kepada dua inovasi tersebut.
Baca juga: Membedah League Shift, Gebrakan Sepatu Basket Lokal Sarat Inovasi
Terkait tema ini, League dan Piero datang sebagai pelaku. Kehadiran mereka sebagai perwakilan pabrikan lokal yang telah diakui. Setidaknya, kedua merek itu sudah membangun eksistensi minimal 10 tahun. Pengalaman itu tentu berharga. Pengamatan terhadap pasar sudah dilakukan sebelum merilis edisi tertentu. Meski demikian, keduanya punya cara pendekatan masing-masing.
Dalam kesempatan ini, League diwakili oleh Desainer Kepala mereka bernama Perdana Ginanjar. “Perkembangannya saat ini terbilang mengagumkan. Persaingan antara merek lokal bagus untuk ekosistem itu sendiri,” tuturnya di hadapan awak media dan penonton. Menurutnya, tagar #LocalPride mampu menimbulkan keingintahuan masyarakat akan sepatu-sepatu lokal.
Meski tren terus berputar, Ginanjar menegaskan bahwa League terus berjuang untuk tidak terbawa arus. Mereka punya visi untuk menciptakan pasar sendiri. “Penikmat sepatu bersol karet mengalami transisi. Kini, generasi muda punya pengaruh besar di ranah ini,” lanjutnya. League akan terus konsisten menciptakan sepatu olahraga dengan performa mumpuni. Setali tiga uang, pabrikan asal Jakarta itu mulai membuka diri terhadap edisi kolaborasi. Para pesohor dan penikmat kultur sneaker ternama dipilih. Setiap edisi khusus ini akan dirilis secara berkala sepanjang 2019.
Prototipe Piero Ergo, "chunky shoes" ala Piero.
Sementara Piero adalah sepatu lokal yang berangkat sebagai penyedia sepatu kasual nan santai. Desain mereka dianggap mewakili jiwa anak muda yang ingin tampil beda. “Kehadiran kami (sepatu lokal) bisa menjadi penyegar di tengah maraknya sepatu impor,” pungkas Guntur Nugraha, Desainer Kepala Piero Indonesia. Posisi yang dijabarkan tersebut terbilang kuat mengingat mereka punya pamor yang apik sebagai sepatu lokal berkualitas mumpuni.
Visi Piero, lanjut Guntur, adalah berinovasi di bidang fesyen dan kasual. Pabrikan asal bogor itu tertantang untuk menangkap momen sneaker yang saat ini sedang tenar (hype). “Kami akan merilis sepatu dengan bahan atas knit yang berubah warna seperti kulit bunglon. Bulan depan (Maret 2019), Piero akan merilis model sepatu ayah (chunky sneaker / dad shoe) lokal. Tren ini memang sedang naik daun,” sebutnya.
Di penghujung wicara, ketiganya memiliki harapan yang sama. Mereka ingin Indonesia bisa bersuara lebih lantang di ranah sepatu meski dominasi sepatu impor semakin tak terbendung. Para konsumen pun diharapkan punya atensi lebih jauh terhadap produk lokal sehingga membantu perkembangan industri persepatuan dalam negeri. “Bila bukan kita, lalu siapa lagi?” tutup Heri.