Sepatu bersol karet (sneaker) lokal memang sedang disorot. Salah satunya adalah Compass. Lini sepatu yang melakukan pemugaran merek (rebranding) per Juli 2018 itu kini menjadi buruan panas anak muda. Hal itu tampak dari kolaborasi perdana dengan Bryant Notodihardjo yang ludes terjual dalam 80 menit di gelaran Jakarta Sneaker Day 2019.

Kejadian ini diluar dugaan Bryant sebagai kolaborator dan Compass. Melalui Aji Handoko Purbo selaku Direktur Kreatif, merek asli Bandung itu mendaku kaget, “Antusiasmenya luar biasa. Saya mengapresiasi betapa besar usaha teman-teman yang mengantri demi sepatu kami. Terima kasih!,” tuturnya. Untuk mengenal lebih dekat tentang Aji dan Compass, Majalah Mainbasket telah menjalankan wawancara dengan Aji yang akan diterbitkan pada Bulan Maret 2019. 

Bryant pun bahkan harus menolak beberapa permintaan pembelian secara personal dari pihak-pihak yang menghubunginya. Baginya, semangat pembeli yang datang di hari perilisan layak diberi penghargaan. “Saya menghargai mereka yang sudah mengantri dan datang langsung ke sini,” kata pria yang menyebut dirinya sebagai penikmat kultur sneaker ini.

Menggunakan basis Compass Vintage, Bryant menuangkan kreativitasnya ke dalam modifikasi yang dihadirkan. Panel samping yang biasanya berwarna putih kini digubah menjadi hitam. Sementara itu, kuncian plastik (buckle) tersemat di bagian kerah. Fitur ini dihadirkan sebagai pendukung konsep militer modern. Di bagian samping dalam sepatu kanan, Bryant mencantumkan koordinat 6°10'33.7"S 106°53'06.2"E. “Koordinat itu mengarah ke Rumah Sakit Kartika Pulo. Di sanalah saya dilahirkan,” sebutnya.

Di samping itu, kultur sneaker identik dengan pihak kedua yang menjajakan sepatu langka dengan harga lebih tinggi. Pada hari kedua, mulai bermunculan penjual tangan kedua (reseller) yang menjajakan Compass Bravo dengan harga dua hingga tiga kali lipat. Ini jadi buntut terhadap mereka yang gagal mendapatkan sepatu yang sedang jadi bahan pembicaraan ini.

Ada kejadian unik yang terjadi setelah Compass menghabiskan seluruh stok kolaborasinya. “Saya tidak melihat para pembeli berfoto dengan Bryant meskipun ia lalu-lalang di sekitar tempat acara. Menurut saya, antusiasme itu hadir karena mereka murni mengapresiasi desain yang kami sajikan. Tidak semata-mata dengan siapa kolaboratornya,” cerita Aji. Menurutnya, fenomena semacam ini menampik anggapan bahwa ketenaran produk dipengaruhi oleh siapa yang memakainya. “Kultur sneaker yang sesungguhnya mulai tampak di sini. Kultur yang menghargai sejarah dan desain suatu produk, bukan sekadar menikmati sepatu atas dasar ketenaran (hype) atau siapa yang memakainya,” lanjutnya.

Jakarta Sneaker Day dihelat pada 7-9 Februari 2019. Selain menjajakan produk-produk impor, gelaran tahunan ini juga mengundang merek-merek sneaker dalam negeri. Compass, NAH Project, dan Immune berhasil memberi dampak terhadap riuh ramai acara. Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) pun turut andil. Instansi pemerintah di bawah Kementerian Perindustrian ini menyajikan konten edukasi tentang pembuatan sepatu. Bersama JSD, mereka menyelenggarakan kontes sketsa sepatu yang akan dinilai di hari ketiga penyelenggaraan. Pemenang terpilih akan mendapatkan hadiah sebagai bentuk apresiasi atas kreativitas yang dihasilkan.

Foto: Dokumentasi Bryant Notodiharjo dan Sepatu Compass

Komentar