Para pengamat mengamini Puma dan adidas sebagai merek dengan sejarah panjang di ranah olahraga. Namun, perihal inovasi dan strategi pemasaran, Nike boleh jadi lebih baik dari para pesaingnya. Baru-baru ini, Nike memperkenalkan edisi lanjutan HyperAdapt spesifik untuk olahraga basket. Inovasi ini menghadirkan sepatu basket dengan sistem temali otomatis dan sudah terkoneksi aplikasi gawai. Akar dari segala teknologi ini adalah Nike Air Mag 2011 sebagai bentuk nyata dari sepatu yang dimunculkan pada film “Back to the Future” (1980).

Topik yang diangkat untuk HyperAdapt BB adalah mencari kerapatan sempurna (Perfect Fit). Dalam bermain basket, otot-otot kaki akan mengembang hingga 50% sepanjang bermain. Sementara itu, ukuran asli kaki para pemain basket rata-rata hanya bertahan 24 menit sebelum mengalami pembesaran tersebut. Bila kita melakukannya dengan durasi lebih lama, maka kerapatan sepatu pun perlu disesuaikan ulang demi merasakan sensasi terbaik.

Kolase sketsa Nike HyperAdapt BB.

Kerapatan yang kurang presisi bisa berbahaya bagi kaki. Bila terlalu longgar, tugas sepatu untuk melindungi kaki menjadi tidak sempurna sehingga rawan terkena pelbagai macam cedera di pergelangan. Sementara sepatu yang terlalu rapat dapat menekan aliran darah sehingga peredaran darah menjadi tidak stabil di area kaki.

Nike sejatinya sudah menyadari permasalahan tersebut sejak 1992. Itulah tujuan dicipatakannya edisi Huarache kala itu. Berlanjut dengan karya mereka bernama FlyWire dan FlyKnit. Meski begitu, melalui rilis pers, Nike mendaku bahwa teknologi Adapt yang digunakan pada siluet HyperAdapt merupakan yang terbaik dari ketiganya.

Sistem temali ini terdiri atas kawat dan motor penarik bertenaga baterai Lithium Ion yang terpasang di dalam sol. Komposisinya kurang lebih sama dengan Air Jordan 33 tanpa tenaga listrik. Motor tersebut sudah terhubung dengan aplikasi gawai Nike App. Lewat ponsel pintar, pengguna dapat merapat serta mengendurkan sepatu sesuai dengan keinginan. Lebih jauh, terdapat fitur yang bisa menyimpan ukuran kaki kita sehingga dapat menghemat waktu untuk pemakaian selanjutnya. Koordinasi kawat-motor ini bisa menarik sampai 32 pon (sekitar 14,5 kg).

Motor penarik kawat sebagai poros penyedia kerapatan.

Sensasi memakai sepatu berteknologi HyperAdapt dipertegas dengan suara yang muncul saat motor bekerja menarik kawat. Setelah Tiffany Beers dan Tinker Hatfield, sosok yang berperan pada penyusunan inovasi ini adalah Summer Schneider yang menjabat sebagai Teknisi Sistem Teknologi. Ia mengadopsi suara robot terinspirasi dari film Wall-E untuk menghadirkan suara yang diinginkan. Lengkingan kawat berdenyit ini mewakili visi Nike dalam sajian sepatu masa depan ala mereka.

Aplikasi untuk sepatu, mengapa tidak? Lewat sepatu ini, Nike mencoba menghadirkan inovasi lain berupa kontrol kerapatan melalui fitur yang terunduh di gawai. Complex menjabarkan bahwa setiap pasang sepatu akan disertai barcode yang terhubung langsung dengan aplikasi Nike. Setelah terhubung, lewat pindai barcode, gawai akan mengarahkannya pada sub-fitur HyperAdapt untuk menjalankan guna ini.

Sepaket Nike HyperAdapt BB menyertakan beberapa pelengkap. Mulai dari kotak sepatu spesial, alat isi ulang baterai sepatu (charger), kabel, dan lain sebagainya. Sementara panduan sudah disediakan melalui aplikasi tersebut. Sang pabrikan belum mengumumkan tanggal peresmian namun mereka menjanjikannya pada Februari 2019. Harga AS$ 350 dirasa pantas untuk banderol produk terbaru mereka.

Halaman muka Nike App yang sudah terhubung dengan sepatu.

Jayson Tatum jadi pebasket pertama yang memperkenalkan HyperAdapt BB ke khalayak NBA.

Foto: Nike, William Anthony untuk GQ

Komentar