Perusahaan perlengkapan olahraga Puma sudah menerjang industri ini sejak lama. Meski kini berfokus pada atletik dan basket, tenis pernah jadi andalan. Di era tenis neoklasik, Puma menelurkan sebuah sepatu yang jadi pesaing adidas Stan Smith, Diadora Borg, maupun Nike Tennis Court. Sepatu itu bernama Te-Ku. Mereka kemudian merilis ulang Te-Ku di akhir 2017 untuk menapaki sejarah yang mungkin saja kurang diamati khalayak ramai.
Berbeda dengan cabor olahraga lain, tenis punya batasan cukup ketat terkait warna busana yang dipakai. Hal itu juga diterapkan pada sepatu. Sebagian besar sepatu tenis menggunakan warna dominan putih. Kala itu, petenis yang berlaga di level internasional tidak diperkenankan mengenakan busana, celana, topi, hingga kaos kaki bermotif atau berwarna terang. Wimbledon bahkan mewajibkan pesertanya menggunakan sepatu dengan nominal detail tidak lebih dari 10%. Peraturan ini sudah mereka laksanakan sejak lama dan tetap konsisten hingga kini. Aturan tersebut nyatanya berhasil mempopulerkan warna all-white (putih penuh) dalam kultur sneaker terutama Eropa.
Puma Te-Ku buatan Jerman Barat dan Yugoslavia.
Khusus untuk Te-Ku, Puma merilisnya lima tahun setelah Puma Suede (1973) dengan warna putih/putih sebagai warna utama. Baru kemudian mereka merilisnya berwarna lain. Di era tersebut, tenis lapangan rumput tengah gandrung dinikmati. Maka dari itu, Puma menamainya dengan Te-Ku (Tennis Und Kurstrasen). Kurstrasen ini bermaka rumput artifisial atau AstroTurf. Pada awal kemunculan sepatu ini, Puma Te-Ku sepenuhnya diproduksi dengan tangan di Yugoslavia dan Jerman Barat.
Sekilas, tampilan sepatu ini mirip dengan Puma Suede. Meski demikian, ada beberapa bagian penting yang jadi pembeda. Panel penampang tali sepatu dibuat memanjang hingga ke ujung sepatu (toebox). Sol sepatu pun dibuat lebih pekat dengan karet kasar jadi bahan utama untuk menciptakan traksi. Ciri tersebut berbeda dengan Puma Suede yang menampilkan sol sepatu karet dengan permukaan yang telah dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan atlet basket.
Puma Te-Ku Suede
Seiring berjalannya waktu, Te-Ku mengalami pengembangan. Sekitar 10 tahun setelah dirilis, Puma membuat ulang edisi ini dengan beberapa perubahan minor. Sama halnya dengan Puma Suede dan Clyde, mereka membuat edisi lebih mutakhir di ranah tenis dengan Te-Ku Suede. Keluaran ini menggunakan sol yang dijahit ke bagian atas (upper) sepatu untuk memperkuat proporsi sepatu.
Sol samping dirubah sehingga menampilkan bentuk yang lebih sporti namun tetap layak dipakai bermain di pertandingan tenis. Permukaan sol bawah (outsole) juga mengalami pengembangan. Kombinasi tersebut dipatenkan Puma dengan nama sol EverTrack.
Pada September 2017, Puma merilis ulang versi orisinal dari Te-Ku yang dirilis pada 1973. Tentu mereka sudah menyiapkan perubahan-perubahan demi menunjang kebutuhan penampilan sporti kasual yang tengah populer dewasa ini.
Divisi yang bertanggungjawab untuk perilisan ulang Puma Te-Ku ini adalah Puma Sportstyle. Tugas utamanya adalah mendesain sepatu Puma berdasar pada arsip sepatu olahraga klasik. Tim elit itu diisi oleh para desainer ulung dengan pengalaman yang terbilang moncer. Kita patut bangga karena salah satunya adalah generasi kreatif Indonesia bernama Raka Gemma Maulid. Ia sudah bergabung dengan Puma Sportstyle sejak 2015 dan jadi salah satu bagian proyek perilisan ulang Puma Te-Ku.
Puma Te-Ku Reissue 2017
Foto: Arsip Daring Puma, Asphalt Gold