Geliat sepatu olahraga lokal layak untuk disimak. Mereka kini lebih berani menampilkan desain yang lebih atraktif dibarengi pengembangan teknologi yang mumpuni. Itulah yang sedang dilakoni League. Demi meraih atensi di ranah basket, mereka merilis sepatu basket terbarunya yang dinamai Shift. Sepatu ini menerapkan teknologi terbaru hasil pengembangan selama hampir setahun.

Saya berani menerbitkan tulisan ini setelah berbincang sejenak dengan sang desainer, Mikhael Romeo Opondita, melalui telepon. Penjelasan mengenai produk ini pun lebih mendalam setelah ia menerangkan teknologi-teknologi yang disematkan didalamnya. Kesan pertama saya adalah kagum. Sekaliber League kini sudah berani melakukan inovasi desain dan muatan teknologi demi memenuhi visi menghadirkan sepatu basket berkualitas dibawah harga sepatu luar negeri.

Ukuran (sizing)

Sang merek mengirimkan sampel sepatunya di kantor kami dengan ukuran 42 dan 44. Saya yang berukuran 44 masih merasa kekecilan saat mencobanya. Hal ini bisa saya rasakan ketika menggunakan sepatu-sepatu lari seperti New Balance 577, Nike Cortez, atau sepatu basket sekaliber adidas Harden vol. 2 dan Nike PG 1. Dari sini, bisa disimipulkan bahwa ukuran League Shift adalah lebih kecil 0,5 dari ukuran normal.

Pemilihan ukuran ini pun beralasan. Sepatu-sepatu dengan ukuran 0,5 lebih kecil biasanya adalah sepatu lari atau olahraga. Perumusan ini bertujuan agar sepatu lebih rapat menyelimuti kaki saat dipakai. Hal ini membantu memaksimalkan kerja sepatu untuk melindungi kaki serta mencegah terjadinya cedera.

Bagian atas (upper)

Visi konstruksi bagian atas sepatu ini adalah menghadirkan struktur sekuat sepatu basket berbahan kulit namun tetap ringan dan berventilasi menggunakan plastik TPU. Oleh karenanya, League menerapkan dua jenis bahan pada bagian ini. Pada bagian lidah hingga ke sisi dalam, League menerapkan nilon rajut bernama Vamp atau nilon berlapis.

Panel paling mencolok adalah motif yang menyerupai kulit reptil bernama Exo-Web. “Bagian ini kami kembangkan untuk menghadirkan elastisitas yang baik untuk mengikuti gerak kaki saat bermain basket namun tetap kokoh layaknya sepatu basket berbahan kulit,” tutur Mikhael. Di dalam “kulit reptil” itu, League menampakkan nilon rajut yang berguna sebagai lubang ventilasi untuk kaki.

Struktur Exo-Web terbilang kaku. Ditambah dengan bentuk sepatu yang meramping. Sepatu ini kurang cocok bagi Anda yang berkaki lebar meski sudah memakai League Shift dengan ukuran yang sesuai. Bisa jadi kelingking kaki akan sedikit “tersiksa” bila tetap dipaksakan.

Sedangkan pada bagian tumit, terdapat sebuah panel besar berbahan kulit sintetis yang menutup hampir seluruh bagian tersebut. Fungsi panel ini hampir sama dengan heel counter yang biasa kita temui di sepatu lari dan basket. Gunanya adalah untuk merapatkan tumit dengan sepatu sehingga sepatu jadi tidak mudah lepas.

Menurut saya, bagian paling unik justru datang dari lidah (tongue) sepatu ini. Bentuknya berbeda dengan lidah sepatu pada umumnya. League Shift menggunakan lidah yang terpisah hanya di sisi luar (side tongue). Lidah ini akan mengikuti tekanan tali saat kita menariknya untuk kerapatan bagian atas.

Bantalan dan sol (midsole dan outsole)

Pada bagian ini, League tampaknya ingin menampilkan bantalan baru. Mereka menggunakan dua jenis bantalan EVA. Tidak berhenti di situ, League Shift juga memasang dua panel yang berfungsi untuk memaksimalkan performa sepatu.

Sekitar 75% proporsi bantalan sepatu ini menggunakan bantalan EVA empuk. Sebagian lainnya menerapkan sol EVA dengan proporsi lebih padat. Bagian itu terbagi pada empat titik yang berfungsi sebagai penyeimbang dan penguat pondasi sepatu saat menahan beban kaki. Prinsip ini sejatinya sudah diterapkan pada empat panel yang tersemat di bantalan Boost pada adidas NMD.

Sementara itu, di bagian tengah sol karet, League memasang sebuah plat plastik yang dinamai Shank Plate. Plat ini menjadi penyeimbang sol EVA sehingga struktur sol sepatu akan tetap kokoh meski digunakan bermain basket dengan pelbagai gerakan. Teknologi ini memang acap ditemui di banyak sepatu-sepatu olahraga modern. Mulai dari fitur karbon pada sol Air Jordan 11, plat Torsion pada koleksi adidas ZX, dan lain sebagainya. Penerapan Shank Plate pada League Shift ini juga jadi inovasi yang layak diapresiasi.

Selaras dengan teknologi di atas, Shift memasang sebuah bantalan EVA tambahan segaris dengan tulang kering yang dinamai Combo Pad. Teksturnya menyerupai bantalan Gel milik Asics. Bagian ini ditempatkan di sol sepatu bagian belakang tepat di bawah lubang kaki yang berfungsi sebagai “kasur” saat mendarat pasca melompat. Selain itu, Combo Pad menjadi kunci pengembalian momentum saat kaki menyangga beban tubuh ketika berlari. Berat tubuh itu kemudian dikembalikan menjadi energi dorong (propulsion) untuk daya tolak pada langkah selanjutnya. Visi Combo Pad itu menjadi tujuan utama pengembangan berbagai jenis bantalan dari berbagai merek di dunia.

Kesimpulan

League Shift bisa jadi senjata utama merek olahraga lokal ini dalam memasuki ranah sepatu basket lokal. Setidaknya saya menangkap ada enam komponen baru yang dipasang di sepatu ini. Inovasi yang mereka lakukan pun layak diapresiasi.

Bagi para calon pembeli, ada beberapa hal yang coba diperhatikan. Di antaranya adalah mengenai ukuran (sizing) sepatu yang lebih kecil dari ukuran normal. Calon konsumen dengan kaki lebar perlu mengukur kaki lebih seksama bila ingin memakainya bertanding. Dengan ukuran sepatu yang sedikit berbeda, sangat disarankan untuk mencobanya terlebih dahulu sebelum membeli. Bila membeli secara daring (online), setidaknya beli 0,5 hingga 1 ukuran lebih besar.

Begitupun soal harga. Sepatu ini dihargai Rp 849.000 dengan mengenalkan teknologi mutakhir hasil inovasi serta penelitian. Sebagian merasa cukup mahal karena nyaris mendekati harga sepatu merek luar negeri. Sebagian lagi coba memandingkannya dengan sepatu lokal yang harganya bisa setengah di bawahnya. Walau terbilang mahal, harga yang dipatok sepadan dengan apa yang disajikan.

Selamat mencoba.

Komentar