Tiga dari tujuh laga overtime yang sudah terjadi hingga Seri 4Â IBL 2016, ada di Semarang. Tiga laga overtime ini sama-sama disebabkan oleh gagalnya lawan mengantisipasi para penembak jitu alias shooters.
Laga overtime pertama terjadi saat pertemuan Satya Wacana Salatiga dengan NSH Jakarta, 13 Maret 2016. Pertandingan ini dimenangkan Satya Wacana dengan skor tipis 60-59.
Satya Wacana sebenarnya bisa menang mudah. Sisa 44 detik, Satya Wacana unggul 50-47 lewat tip-in Firman Dwi Nugroho. Tapi tiba-tiba kegembiraan buyar ketika Imanudin Husnuzan mencetak tembakan tiga angka. Skor sama kuat 50-50 hingga buzzer kuarter keempat meraung.
Imanudin Husnuzan tidak menampilkan permainan terbaik saat laga ini. Dirinya hanya bermain dengan minute play 13 menit 61 detik. Bahkan hanya mencatat field goals 20 persen (1-5). Artinya hanya satu kali Imanudin memasukkan poin. Tetapi poin itu menjadikan laga harus dilanjutkan melalui babak overtime. Hingga pertandingan berakhir, Imanudin hanya mencetak tiga poin saja.
Kepala pelatih Satya Wacana, Efri Meldi pun tak menyangka bila Imanudin yang akan menembak di detik-detik akhir. Melihat penampilannya di sepanjang pertandingan, Imanudin bukan seorang yang pantas dijaga. Sebab R. Azzaryan Praditya (Adit) yang menjadi fokus coach Meldi. Sebab Adit adalah salah satu pencetak poin terbanyak bagi NSH.
"Di akhir kuarter keempat, saya sudah antisipasi Adit. Itu berhasil, tapi ternyata Imanudin yang menembak. Saya tidak menyangka malah masuk dan akhirnya overtime. Tapi kami bersyukur bisa memenangkan laga ini," ucap coach Meldi.
Laga overtime kedua di Semarang terjadi saat duel sesama tim Jawa Timur, CLS Knights Surabaya dan Bimasakti Nikko Steel Malang, 15 Maret 2016. Pertandingan ini berakhir dengan skor 73-63 untuk keunggulan CLS Knights.
Tak disangka, Bimasakti justru tampil luar biasa menghadapi pemuncak klasemen liga kala itu. Field goals Bimasakti lebih tinggi dari CLS Knights (39 persen). Sebaliknya, CLS Knights sangat rapuh tanpa Jamarr Andre Johnson. Bukan hanya itu, faktor lainnya adalah game plan tidak dijalankan dengan baik.
15 detik laga tersisa di kuarter keempat merupakan penentu kemenangan CLS Knights. Skor 60-57 untuk keunggulan Bimasakti terpampang di papan skor. Saat itulah skenario membuka ruang tembak untuk Sandy Febiansyakh dijalankan. Bimasakti sebenarnya juga sudah mengantisipasi. Bukan lagi memasang Barra Sugianto untuk mengawal Sandy melainkan tugas tersebut diberikan pada Yanuar Dwi Priasmoro.
Meskipun sudah berusaha sedekat mungkin menempel Sandy, Yanuar gagal menghalaunya. Terlihat, Yanuar juga takut melakukan pelanggaran. Ini yang dijadikan modal tambahan bagi Sandy untuk tetap menembak.
"Harusnya saya biarkan Sandy masuk dan melakukan drive. Jadi meskipun dia mencetak poin, hanya dua poin saja. Tapi saya bisa menjaga Sandy tetap di luar, sayangnya dia tetap menembak," kata Yanuar Dwi Priasmoro seusai laga.
Sebagai kapten, kepemimpinan Sandy di lapangan memang sangat dibutuhkan. Tapi sebagai shooter, Sandy tampil buruk di laga ini. Dia hanya mencatatkan field goals 28 persen (5-18). 15 percobaan tembakan tiga angka, hanya tiga yang tepat sasaran.
"Sandy memang jadi orang yang tepat di saat yang tepat pula. Namun sebenarnya hari ini bukan penampilan terbaiknya," ujar coach Wahyu Widayat Jati saat itu.
Drama overtime ketiga mungkin jadi yang paling menarik di seri Semarang. Yakni, duel klasik basket Indonesia antara M88 Aspac Jakarta melawan Satria Muda Pertamina Jakarta.
Unggul di paint area, unggul di sepanjang pertandingan, tak menjamin Satria Muda menang di laga ini. Sisa 13 detik di kuarter keempat merupakan adegan terbaik di sepanjang pertandingan.
Satria Muda memimpin empat poin (68-64) melalui dua kali free throw Arki Dikania Wisnu. Kepala pelatih Aspac, Jugianto Kuntardjo meminta time out untuk mengatur strategi. Mungkin bagi penggemar basket sudah tahu, bahwa tembakan tiga angka Oki Wira Sanjaya merupakan jalan keluar paling masuk akal saat itu. Benar saja, itu memang menjadi skenario Aspac.
Oki Wira sudah mengambil posisi di sudut bersiap untuk menerima bola dan menembak. Saat itu, dua pemain Satria Muda menjaganya ketat. Di saat Oki merasa tidak mungkin untuk menembak, bola diberikan pada Andakara Prastawa Dhyaksa yang kebetulan posisinya berdekatan. Dengan cepat, Prastawa menembak dengan posisi yang tidak ideal dari luar garis tiga angka. Di saat yang bersamaan, Arki Dikania Wisnu terlalu dekat saat Prastawa menembak dan akhirnya melakukan foul. Bola tembakan Prastawa masuk, dan wasit memberikan satu tembakan bebas untuknya.
Fourth point play Prastawa membuat Aspac bisa menyamakan kedudukan 68-68. Laga pun harus dilanjutkan melalui babak overtime.
"Sebenarnya opsi menembak itu untuk Oki Wira, namun saat ia di jaga ketat, saya harus memutuskan untuk segera menembak. Kuncinya mungkin pede aja. Salut untuk semua rekan-rekan yang tampil dengan penuh semangat di lapangan," kata Prastawa usai laga.
Sementara itu Direktur Teknik Aspac, Rastafari Horongbala mengatakan saat itu memang Satria Muda seharusnya bisa lebih sabar. Mereka bisa saja memenangkan pertandingan, walaupun Oki Wira bisa memasukkan poin. Namun karena mereka terburu-buru dalam defense, akhirnya melakukan kesalahan.
"Kalau saja Oki menembak, SM masih unggul satu poin, tapi defense mereka malah melakukan kesalahan. Jadi akibatnya, kemungkinan fourth point play ada. Apalagi saat itu Prastawa memang sedang bagus. Pemain kalau lagi bagus, menembak dari posisi yang kurang ideal saja bisa masuk," kata pelatih Aspac musim lalu itu.
Prastawa di laga ini memang mencatat poin paling tinggi yakni 24 poin. Persentase field goals mencapai 46 persen, dan persentase free throw 100 persen (9-9). Performanya memang luar biasa, apalagi di kuarter keempat.(*)
Foto dokumentasi IBL.