Musim 2015-2016, San Antonio Spurs membukukan rekor kemenangan terbaik dalam sejarah mereka. 67 kemenangan. Mereka juga berhasil menyamai rekor kandang terbaik dengan 40 kemenangan dan hanya satu kekalahan.

Tapi kini bukannya menantang Golden State Warriors di Final Wilayah Barat, mereka malah terguling di kandang Oklahoma City Thunders, 113-99 (4-2). Yang menandakan mereka tersingkir dari playoff, terlepas dari pencapaian spektakuler mereka di regular season.

Benak saya segera tertuju pada Tim Duncan, seorang legenda, power forward terbaik sepanjang masa. Ini adalah akhir dari musim ke-19-nya. Musim yang tak begitu berkesan secara statistik individual, namun pastilah berkesan secara tim. Bersama Kobe Bryant, mereka adalah dua pemain terakhir di liga yang memiliki lima cincin juara. Setelah Kobe pensiun bulan lalu, praktis hanya Timmy yang tersisa.

Andaikata ia berhasil juara tahun ini, enam cincin akan ia kenakan dan akan melegitimasi dirinya sebagai yang terbaik dari generasinya, melampaui Kobe sekalipun.

Tapi game 6 jadi saksi pilu akhir perjalanan Tim Duncan di musim ini. Ia kewalahan di bawah ring, menghadapi Ibaka, Steven Adams, Enes Kanter. Berkali-kali ia gagal mengamankan defensive rebound dari Adams, juga ia beberapa kali diblok. Bayangkan, ini adalah Tim Duncan yang belasan tahun lalu berjibaku dengan Shaquille O'Neal, Yao Ming, Mutombo, Kevin Garnett dan keluar sebagai pemenang. Kini ia luntang-lantung menghadapi bigman kelas dua.

Pertandingan ini memang sulit. Spurs tertinggal 26 poin memasuki kuarter empat. Keajaiban hanya pernah terjadi dua kali, ketika ada tim yang berhasil menang setelah tertinggal 20 poin memasuki kuarter empat. Dan Spurs nyaris saja melakukannya, tapi tak punya cukup daya meladeni eksplosifnya pemain-pemain Thunders.

Bayangkan, di pertengahan kuarter empat sampai akhir Popovich memainkan pemain uzur. Duncan dan Andre Miller yang berusia 40 tahun, Ginobili yang berusia 39 tahun, David West yang 34 tahun, hanya Kawhi yang usianya di bawah 30 tahun. Sementara Thunders memainkan skuad mereka yang rataan usianya 26-27 tahun.

Lebih ironis lagi, Duncan jadi salah satu penampil terbaik bagi Spurs di pertandingan ini dengan 19 poin. Padahal di lima laga sebelumnya ia hanya bisa mencetak akumulasi total 17 poin.

Berakhir sudah musim Tim Duncan kali ini. Pertanyaannya, akankah ia kembali bermain musim depan?

Sejujurnya saya tak tega membayangkannya. Sekalipun Timmy masih menguasai seni defense dan efisiensitas menyerang. Tetapi kalau harus menghadapi bigman-bigman di Barat yang semakin tangguh, rasanya tak perlu lagi ia melukai harga dirinya.

Ia bisa pensiun, seperti yang dilakukan Kobe Bryant. Mungkin juga disusul Kevin Garnett, Paul Pierce, Manu Ginobili, Andre Miller, Vince Carter. Dan, ya, saya hanya berandai-andai kalau idola dari generasi poster boy ini pensiun massal di musim ini. Terbayang Hall of Fame 2021 akan jadi Hall of Fame paling spektakuler, melebihi Hall of Fame 2009.

Sebagai bonus, saya akan sedikit merangkum pencapaian Tim Duncan di musim ke-19-nya ini:

*1001 kemenangan di NBA bersama Spurs (rekor NBA untuk pemain yang bermain untuk satu tim sepanjang karirnya) *26.496 poin total sepanjang karir (nomor 14 di NBA) *15.091 rebound total sepanjang karir (nomor 6 di NBA) *3.020 blok total sepanjang karir (nomor 5 di NBA) *157 kemenangan di playoff (nomor 2 di NBA)

Komentar