LeBron James hari ini (21 November waktu AS) kembali ke Cleveland. Namun, ya, dengan seragam Los Angeles Lakers.

Ada banyak cara diberikan para pendukung tuan rumah dalam menyambut salah satu pemain tamu yang sebelumnya adalah sosok yang paling mereka cintai. Biasanya, cemoohan. Atau, sebaliknya.

“Kalau kau mencemoohnya (LeBron James), maka kamu adalah bajingan (as*---),” kata George Hill, mantan rekan LeBron di Cleveland.

Hill melanjutkan kata-katanya dengan menyatakan, “Dia (LeBron) sangat berarti bagi kota ini (Cleveland), bagi organisasi ini (Cavaliers).”

Benar saja. Kehadiran kembali LeBron James di Quicken Loans Arena (rumah Cavaliers) berbuah sambutan luar biasa. Manajemen tim menayangkan video sambutan di layar besar di atas-tengah lapangan. Para pendukung Cavaliers tak henti memberi tepuk tangan meriah untuk “Sang Raja”.

Di lapangan, LeBron James dan mantan rekan-rekannya di Cavaliers berpelukan. LeBron dan Tristan Thompson bahkan bertukar salam khas yang masih sama-sama mereka hafal di luar kepala.

Sebelum tepis mula (tip-off), LeBron menuju meja pengawas pertandingan. Mengusap-usap kedua tangannya ke atas bedak putih di sana, dan rasanya, bukan saya sendiri yang berharap bahwa LeBron akan menepuk bedak-bedak tersebut ke udara seperti tradisi yang ia lakukan selama ini sebelum bertanding. Namun, mungkin LeBron tahu diri bahwa ia bukan lagi bagian dari Cavaliers sehingga ia tidak melakukannya (walau saya rasa kalau ia melakukannya dengan seragam Lakers malah akan terlihat sangat dramatis).

Di akhir pertandingan, Lakers menang 109-105, LeBron James mencetak 32 poin, 14 rebound, 7 asis.

Pertandingan antara Cavaliers melawan Lakers bukanlah sebuah pertandingan yang diharapkan akan seru laiknya pertemuan dua tim papan atas. Di Timur, setelah pertandingan ini, Cavs ada di urut paling bawah dengan hanya 2 kemenangan dan 14 kekalahan. Di Barat, Lakers ada di peringkat tujuh dengan 10 menang dan 7 kalah.

Hal menarik saya temukan di akhir kuarter kedua. Ketika itu, cuplikan-cuplikan laga di dua kuarter awal muncul di televisi, hingga kemudian saya menangkap satu kata yang cukup menonjol, “Homecoming”, dengan wajah LeBron James di sampingnya. Benak saya menangkap, "Laga ini, memiliki judul!"

Ada judul, ada cerita. Kalau kita sadar, dan rasanya kita sadar, NBA kerap membubuhi cerita di sekitar pertandingan-pertandingannya. Paling kentara adalah laga-laga bertema sesuai dengan momentum besar ketika laga itu berlangsung. Misalnya, laga malam Natal (Christmas Game), menghormati veteran (Veterans Day), Black History Month, dan lain-lain.

Setiap tim juga memiliki tema masing-masing. New York Knicks misalnya memiliki pertandingan dengan tema Tahun Baru Cina, Malam Sejarah Prancis, Malam Sejarah Kroasia, Malam Sejarah Perempuan, dan tema-tema lainnya. Dan hari ini, Cleveland punya judul sendiri “Kepulangan” alias “Homecoming”.

Apakah laganya berbeda? Tentu saja tidak. Semuanya laga basket NBA seperti biasa. Perbedaan hanya di suasana dan atmosfer yang dibangun di sekitarnya. Atmosfer dengan tema-tema unik ini dibangun lewat cerita sebelum pertandingan, hiburan-hiburan di sela pertandingan, hingga yang paling mencolok adalah desain jersey (tapi tentu tidak ada jersey khusus bagi Cavs dalam menyambut LeBron). LeBron James sendiri bahkan melangkah lebih jauh dengan menampilkan kreasi-kreasi unik yang ia aplikasikan di sepatunya.

Hmm, ide bagus. Bagaimana kalau kita terapkan ini di liga bola basket kita, IBL?

Tahun lalu, IBL pernah mencoba mengaplikasikannya di Solo. Pada malam Natal (24 Desember) 2017, salah satu laga terpanas musim lalu digelar, Satria Muda melawan Pelita Jaya.

Sukses? Bisa diperdebatkan. Namun ini adalah langkah yang cukup baik (atau tidak cukup baik, dari sudut pandang yang tak setuju). Setidaknya, membungkus sebuah laga dengan tema atau cerita tertentu membuat penggemar IBL bisa datang dengan semangat atau harapan tertentu.

Mungkinkah IBL akan melakukannya lagi musim ini? Saya berharap begitu. Ada banyak tema yang bisa diangkat untuk dijadikan kemasan laga-laga IBL. Akan lebih baik lagi kalau laga tersebut memiliki kedekatan emosional dengan tradisi Indonesia, apalagi tradisi lokal daerah tempat berlangsungnya seri.

Misalnya? “Bandung Lautan Api” di Bandung. Hal-hal berbau pelajar di Yogyakarta, kembali mengusung tema Natal, ada Hari Ibu di bulan Desember, dan lain-lain. Panitia IBL rasanya bisa memunculkan ide-ide yang tak kalah menarik.

Memunculkan ide-ide judul atau tema atau semangat sebuah pertandingan tidak terlalu sulit. Tantangannya terletak saat kita berusaha benar-benar menyelimuti pertandingan tersebut dengan semangat atau aura yang kita inginkan. Bahasa kerennya, eksekusi.

Agar benar-benar terasa, panitia harus menyiapkan banyak hal. Mulai dari sebelum, hingga saat pertandingan. Sebelum pertandingan, panitia bisa menggembar-gemborkan tema pertandingan lewat promosi yang gencar. Tekniknya bisa macam-macam. Mulai dari pemberitaan, iklan di media sosial, video-video, dan lain-lain. Pada saat pertandingan, atmosfer tema bisa terbentuk lewat dekorasi arena hingga acara.

Repot amat?!

Repot memang. Namun usaha ini perlu kita lakukan sebagai salah satu upaya untuk menarik penggemar basket Indonesia datang ke arena. Basket saja bisa cukup untuk mendatangkan penonton. Kalau tak cukup, maka upaya-upaya seperti membangun cerita dan judul di sekitar sebuah pertandingan bisa menjadi alternatif.(*)

Foto: Hariyanto

Komentar