Terdapat jalur pengembangan pemain muda untuk mempersiapkan diri sebelum berlaga di NBA bernama G-League. Meski bukan jalur satu-satunya, bermain di G-League bisa menambah jam terbang sekaligus menyiapkan aspek lain untuk membantu meraih kesuksesan di level tertinggi. Meski demikian, Darius Bazley justru memilih jalur berbeda. Ia rela keluar dari Universitas Syracuse –yang juga almamater Charmelo Anthony– untuk kemudian mengikuti program magang berdurasi di New Balance.
Program tersebut akan mengikat pemuda 18 tahun itu untuk belajar banyak hal di perusahaan yang berpusat di Boston, Amerika Serikat. Ia akan belajar tentang pengembangan performa diri, pemasaran, media sosial, hingga prospek pengembangan sepatu basket. Atas keputusan ini, Bazley sudah pasti melewati kompetisi basket mahasiswa yang diadakan Januari-Maret 2019. New Balance pun memberinya hadiah AS$ 1 Juta atas komitmen Bazley, apapun yang terjadi dengan karir basketnya di NBA nanti setelah menjalani program magang tersebut.
Pewarta Marc Stein dari The New York Times melalui tulisannya mengatakan bahwa Bazley akan menjalani program magang yang akan mengantarkannya ke dalam kontrak sepatu yang menguntungkan. Rich Paul, agen sang pemain, menginformasikan pada Stein, bahwa kliennya bisa meneruskan kerja sama ini hingga ia bermain di NBA. Bila hal itu terjadi, Paul mencantumkan klausul kenaikan nilai kontrak hingga AS$ 14 Juta.
Rich Paul resmi jadi agen Darius Bazley pada Mei 2018 di bawah agensi olahraga bernama Klutch Sports’ 18 NBA. Rekam jejak agensi ini terbilang moncer. Klien besar yang tengah mereka tangani diantaranya LeBron James, John Wall, dan Ben Simmons. Ketiganya sudah menjalin kerja sama dengan adidas dan Nike. Bila Bazley terus dalam tren positif, tidak menutup kemungkinan New Balance akan jadi kolega bisnis Klutch Sports’ 18 NBA pada 2019.
Jalur ini dipilih Bazley dan Paul sebagai cara yang mereka anggap ampuh untuk mempersiapkan diri masuk ke daftar NBA Draft 2019. “Ia tentu akan melewatkan banyak hal (pada 2019), tapi saya tidak khawatir sama sekali. Semua yang kami lakukan ini juga demi meloloskan dia sebagai pilihan terbaik pada NBA Draft sebelum Juni 2019,” tutur Paul pada The New York Times.
Ikut G-League setelah lulus SMA bisa melambungkan nama pebasket muda yang potensial. Mereka bisa segera merasakan gelombang kompetisi dan meraih kesempatan keliling Amerika Serikat untuk menjalani pertandingan-pertandingan krusial. Meski begitu, bagi Paul, G-League tidak lebih baik dari NCAA meski Syracuse terbilang apik di kompetisi itu. “G-League tidak akan bagus untuknya. Ini bagus untuk beberapa orang, tetapi tidak ada keuntungan bagi Bazley,” kata Paul.
Darius Bazley saat mengikuti McDonald’s High School All American Powerade Jamfest pada Mei 2018.
Bazley tidak sendirian. Keputusan tidak mengikuti G-League pernah dilakukan sebelumnya. Namun, trennya adalah mencari pengalaman bertanding di luar Negeri Paman Sam. Sebut saja Terrance Ferguson (Oklahoma City Thunder) yang memilih hijrah ke Australia atau Emmanuel Mudiay (New York Knicks) yang memilih Negeri Tirai Bambu. Cara lain dilakukan Dante Exum (Utah Jazz) yang memilih berlatih dengan pelatih pribadi selama setahun.
Kompetisi terakhir yang dilakoni pemuda asal Memphis itu adalah Nike Hoop Summit pada 19 April 2018. Ia pun dipastikan tidak akan mengikuti kompetisi basket apapun –termasuk NBA Summer League– hingga Juni 2019 nanti. Akankah ia tetap dalam jajaran calon pemain terbaik meski tidak mengikuti kompetisi apapun selama setahun lebih? Layak ditunggu.
Bazley akan memulai kegiatan luar lapangannya bersama New Balance per Januari 2019. Ia diharuskan merantau dari rumahnya Memphis ke Boston sebelum nantinya fokus berkegiatan di Laboratorium Olahraga New Balance di Lawrence, Massachusetts.
Foto: Sarah Rice untuk The New York Times, Brian Spurlock/ USA Today Sports