BSB Hangtuah melewati salah satu musim terbaiknya di Indonesian Basketball League (IBL) 2017-2018. Saat itu, mereka berhasil menembus semifinal untuk pertama kalinya di bawah asuhan Kepala Pelatih Andika Supriadi Saputra. Musim depan (2018-2019), mereka hendak melakukannya lagi dengan komposisi pemain yang berbeda. Bagaimanapun, pemain-pemain senior seperti Ary Sapto dan Max Yanto sudah tidak lagi mengisi daftar skuat.

Meski begitu, Hangtuah bukan berarti tidak punya pemain baru. Mereka kini punya Syechfi Nuzula Ramadhani, seorang pemain asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang kuliah di Insitut Teknologi Harapan Bangsa (ITHB) Bandung. Setelah lulus dari kampus itu, ia memutuskan untuk terjun ke profesional.  

Mainbasket sempat berbincang-bincang dengan Syechfi selepas ia mengikuti IBL Go-Jek Tournament 2018 di Sritex Arena, Solo, Jawa Tengah. Kami membicarakan banyak hal, termasuk rencana Sang Pemain ke depannya. Kata, Syechfi ingin menjadi pemain dengan kemampuan bertahan yang bagus di IBL.

Simak wawancara Mainbasket bersama Syechfi, sebagai berikut:

Sebelum lebih jauh, ceritakan tentang dirimu dulu; sejak kapan kamu main basket?

Main basket dari SMP kelas satu. Itu karena banyak ceweknya saja.

Cewek itu suka kalau cowok main basket. Dulu cuma main doang. Senang melihat banyak cewek. Jadi, suka saja gara-gara banyak ceweknya. Itu saja.

Terus kapan mulai serius main basket?

Dari waktu kenal basket, saya merasa jadi suka, terus ingin diseriusi.

Memangnya apa yang menarik dari basket, selain soal cewek tadi?

Basket itu seru. Kalau (sepak) bola, kan, cetak skornya lama. Di basket justru banyak poinnya. Seru saja.

Dulu main basket pertama kali di Bandung?

Tidak, saya aslinya dari Banjarmasin.

Basket di sana seperti apa, sih?

Basket di sana lumayan berkembang, soalnya banyak pelatih luar datang ke sana buat nge-cover kekurangan itu. Lumayan membantu waktu saya SMP.

Sejak kapan pindah ke Bandung?

Dari semenjak lulus SMA pas 2013.

Oh, untuk kuliah di ITHB?

Awalnya saya ditawari kuliah di (Universitas) Airlangga, tapi itu—waktu itu terakhir masuk kuliah, saya sudah fix banget mau ke Airlangga. Tidak memikirkan yang lain. Apalagi pelatihnya sudah mau dan sepertinya bakal fix ke sana—ternyata Airlangga cuma memberi sekolah D3 doang. Jadi, biar fokus untuk basket, pelajarannya juga tidak ribet, tapi ibu saya tidak mau.

Saya juga sempat bertemu dengan Coach Bedu (Andika Supriadi Saputra, kepala pelatih BSB Hangtuah) di Jakarta, tapi waktu itu belum kenal banget. Jadi, saya belum percayalah. Janganlah kalau ke Jakarta.

Akhirnya saya terima tawaran dari Airlangga karena pelatih saya juga menyarankan, “Sudah, ke Airlangga saja!” Ternyata dikasih cuma D3. Ibu saya waktu itu bilang, “Mau apa kuliah cuma D3? Mending kamu kuliah di Bandung. Ibu punya kenalan di Bandung.”

Ya sudah, saya pikir waktu itu saya kuliah dulu sajalah. Kuliah dulu supaya tidak malas. Saya cari informasi di mana sekolah yang bagus di Bandung, yang basketnya juga bagus. Ada ITHB, katanya.

Saya coba dan diterima di sana.

Menurutmu, seperti apa basket di ITHB? Apalagi kamu juga dibimbing oleh salah satu pelatih terbaik di level amatir di sana.

Selama di ITHB saya belajar semua hal tentang basket. Koh Ricky (Gunawan) itu tipikal orang yang update terus kalau ada apa-apa. Dia selalu lihat NBA, seperti itu. Jadi, kami dijejalkan dengan semua pengetahuan yang dia dapat. Begitu kami pergi ke profesional, kami jadi sudah tahu gambarannya—seperti apa dunia profesional itu.

Sebenarnya, kan, banyak senior-senior saya yang main di IBL. Mereka merasa Koh Ricky memberikan semuanya—sudah mengajari semuanya—tinggal bagaimana kami menghadapinya.

Waktu itu yang bikin kamu mau ikut IBL Draft?

Saya memang ingin bermain di IBL. Saya ingin mencoba liga basket tertinggi di Indonesia. Lumayan, kan, tinggal selangkah lagi. Setelah kuliah langsung ke IBL. Saya ingin coba seperti apa IBL.

Menurutmu kompetisi IBL sejauh ini seperti apa?

Kompetisinya beda dengan kuliahan. Di kuliah, size pemainnya tidak segede IBL. Jadi, saya harus improve lagi dari segi offense. Kalau dari defense, lumayan sama kasusnya. Cuma offense nanti mesti dipikirkan saja harus bagaimana.

Kamu sendiri melihat Hangtuah sebagai tim yang seperti apa, sih?

Hangtuah itu tim yang solid. Maksudnya, mungkin karena kami rata-rata seumuran semua, kami itu jadi lebih mudah masuknya. Solid saja, tidak ada yang saling menyalahkan, tetapi belajar sama-sama.

Sejauh ini ada kesulitan tidak?

Mungkin soal transisi dari level kuliah ke IBL, itu saja. Harus lebih banyak belajar dari senior-senior di Hangtuah.

Bang Bedu sendiri membantumu apa saja di awal?

Dari Coach Bedu, dia menyemangati saya untuk improve diri. Lebih banyak belajar dari teman-teman. Belajar tentang yang benar itu seperti ini, seperti itu.

Kamu sempat ikut bermain di pramusim seminggu kemarin. Hangtuah tidak bisa menang sekalipun. Kekurangannya apa waktu itu? Evaluasinya apa?

Hangtuah waktu itu lagi liburan sebenarnya. Jadi, belum memulai satu pun latihan. Saya juga belum sempat ke Jakarta. Waktu hari H, hari pertama, sebelumnya saya ditelpon dan ditawari mau main atau tidak. Soalnya anak-anaknya juga baru kumpul. Lagi pada liburan.

Oh ya, Kelly Purwanto juga sepertinya belum gabung lagi sama kalian.

Nah, iya tuh. Kelly juga masih di luar. Abraham baru datang juga dari luar negeri. Mereka belum fokus. Komposisi pemain juga rata-rata pemain muda. Masih pada kuliah.

Kira-kira dengan komposisi seperti ini, kamu bisa tidak bersaing dengan pemain lokal sementara pemain asing belum datang?

Saya yakin bisa. Soalnya teman-teman satu tim juga selalu bantu untuk lebih improve.

Secara skill bisa bersaing? Mereka setidaknya sudah mencoba satu musim di IBL lebih dulu dari kamu.

Kalau skill—menurut saya—tidak beda jauh, cuma dari segi mental saya harus improve.

Artinya kamu butuh waktu untuk membangun itu?

Iya, benar. Yang penting percaya diri dulu.

Ada rencana apa di IBL nanti? Kamu ingin jadi pemain seperti apa dan ingin bawa Hangtuah ke mana?

Saya lebih ingin menjadi defensive player yang bagus, sih. Soalnya kalau bicara defense, kita itu didorong buat punya tekad yang kuat. Kalau dari offense, kan, tergantung skill. Defense itu bisa sama kalau punya tekad yang kuat. Offense juga, kan, tergantung defense. Kalau kita punya defense yang kuat, nanti offense bisa improve sendiri.

Apa yang akan kamu lakukan untuk bertahan di IBL? Toh, tidak semua bisa bertahan di IBL.

Itu tergantung bagaimana kita menyikapinya. IBL itu punya musim yang panjang, jadi saya fokus ke bagaimana improve dengan learning by doing. Ketika gim, kita harus belajar dan mengembangkan itu. Semua gim yang kita mainkan pasti berbeda. Untuk berkembang setiap gim, saya perlu melakukan itu.

Lalu, modal apa yang bakal kamu bawa ke tingkat profesional? Tadi kamu bilang semuanya sudah diajarkan Koh Ricky. Bekal apa saja yang dibawa?

Koh Ricky itu lebih detail ke defense dan bagaimana mengambil big shot atau great shot. Jadi, harus bisa membedakan mana syuting yang bagus dan mana syuting harus ada challenge-nya. Dia mengajarkan banyak materi dan penerapannya tergantung bagaimana kita menyikapinya. Ada penyesuaian tertentu yang kemudian diajarkan kepada saya. Adjustment-nya sudah se-expert itu Koh Ricky.

Kalau Bang Bedu menurutmu seperti apa?

Coach Bedu itu bagus. Dia bisa memaksimal komponen yang dia miliki. Seperti kemarin waktu preseason, badan kami under-size, tidak ada yang gede banget dibandingkan tim lain. Dia bisa memaksimalkan tim dengan segala keterbatasan. Dia tipikal pelatih yang mendorong kami untuk tidak boleh menyerah dengan apa yang kami punya, dari apa yang kami miliki.

Lantas, Hangtuah bisa melaju sampai ke mana di IBL nanti? Kemarin kalian masuk ke semifinal.

Saya yakin tahun ini masih bisa ke final four.

Apa yang bikin kamu yakin?

Pertama, walaupun pemainnya muda, mereka sudah punya skill yang hampir sama dengan pemain-pemain tim papan atas. Kami membutuhkan sosok leader saja di tim ini. Sosok seperti Kelly.

Di NSH, misalnya, ada Wendha (Wijaya). Kalau tidak ada Wendha, saya lihat NSH bakal kacau juga.

Okelah kalau begitu. Terima kasih sudah mau ngobrol bareng Mainbasket.

Iya, terima kasih juga.

Foto: Dok. Syechfi Nuzula Ramadhani, Hari Purwanto/IBL, BSB Hangtuah 

Komentar