Pamor LeBron James sebagai salah satu pemain basket terbaik di dunia sudah tak perlu dirgaukan lagi. Bahkan beberapa orang tak ragu menyebutnya sebagai salah satu pemain basket terbaik yang pernah ada di bumi. Sepanjang 14 musim karirnya di NBA, James mendapat julukan The King (Raja) lantaran dominasinya dalam bermain. Di kurun waktu yang sama, ia mendapatkan tiga gelar juara. Dua ia dapatkan bersama Miami Heat dan satu bersama Cleveland Cavaliers.
Seiring reputasi dan dominasinya, James membuat pemain di sekelilingnya seolah kehilangan permainan mereka. Saat bersama Heat, James bergabung dengan dua bintang NBA, Dwyane Wade dan Chris Bosh. Wade adalah bintang utama Heat dan menjadi pusat permainan tim kala menjadi juara pada tahun 2006. Setali tiga uang, Bosh adalah bintang utama Toronto Raptors dan menjadi top skor tim lima musim beruntun sebelum bergabung Heat.
Setelah bermain bersama James, kedua pemain menurun secara perolehan poin dan banyaknya percobaan tembakan yang mereka ambil. Sebelum James datang, Wade mengemas 26,6 poin dan 6,8 asis per gim. Jumlah poin tersebut ia dapatkan dari rata-rata 19,6 percobaan tembakan berlaga. Setelah kehadiran James, Wade hanya melepaskan 18,2 percobaan yang “hanya” menghasilkan 25,5 poin per gim. Jumlah rataan poin dan percobaa tersebut terus menurun selama empat musim James berada di Heat.
Bosh juga serupa, semusim sebelum bergabung dengan Heat, ia menorehkan rataan 24,0 poin dan 10,8 rebound per laga dengan rata-rata percobaan tembakan 16,5 kali per laga. Setelah bergabung dengan Heat, ia hanya melepaskan rata-rata 13,7 tembakan per laga dan tak pernah lagi menyentuh rataan 20 poin per laga selama bersama James.
Efek kehadiran James juga terus berlanjut di masa keduanya bersama Cavaliers. Kali ini “korbannya” adalah Kevin Love. Love sudah menginjakkan kaki di NBA selama enam musim sebelum bergabung dengan Cavaliers. Enam musim itu ia habiskan bersama Minnesota Timberwolves.
Bersama Timberwolves, Love membangun citra dirinya sebagai salah satu power forward dengan kemampuan menembak tripoin terbaik di liga. Ya, sebelum Love, praktis hanya ada Dirk Nowitzki, power forward yang tak sungkan melepaskan tripoin. Keduanya menjadi pionir sebutan “stretch four” atas ketangkasan mereka.
Selain citra sebagai seorang stretch four, Love juga terkenal sebagai mesin dobel-dobel. Sejak musim keduanya hingga musim terakhir bersama Timberwolves, alumnus UCLA ini selalu mengemas rataan dobel-dobel untuk poin dan rebound. Di musim terakhirnya bersama Timberwolves, ia membukukan 26,1 poin dan 12,5 rebound dengan rataan percobaan tripoin 6,6 kali per laga. Secara keseluruhan, bersama Timberwolves, Love mengemas tiga kali penampilan laga All Star, dua kali masuk All-NBA Second Team, juara kontes tripoin All Star (2012) dan memenangi Most Improved Player pada 2011.
Musim pertama bersama Cavaliers, Love terlihat tampil tidak nyaman dan kurang berkontribusi seperti biasanya. Ia gagal menorehkan rataan dobel-dobel setelah hanya mengemas 16,4 poin dan 9,7 rebound per laga. Ia hanya melepaskan 5,2 tripoin per laga, secara kesleuruhan Love melepaskan 12,7 percobaan tembakan. Angka tersebut turun cukup drastis dari musim sebelumnya, 18,5 percobaan per gim.
Empat musim sudah dihabiskan pemain yang kini berusia 29 tahun tersebut di Cavaliers. Ia tak pernah lagi menyentuh 20 poin per gim. Bahkan, ia hanya sekali menorehkan rataan dobel-dobel. Hal tersebut terjadi pada musim 2016-2017. Love membukukan 19,0 poin dan 11,1 rebound per laga. Catatan membaik ini diikuti jumlah percobaan yang juga lebih banyak. Secara keseluruhan, Love menembak 14,5 kali per laga dengan 6,5 di antaranya adalah tripoin. Jumlah tersebut lebih banyak dari tiga musim lainnya di mana Love tak pernah melepaskan lebih dari 12,7 tembakan dengan 5,7 di antaranya tripoin.
nbasavant.com
Sepeniggal James ke Los Angeles Lakers di jeda musim ini, rasanya sudah waktunya Cavaliers memusatkan penyerangan mereka kepada Love. Memiliki akurasi tripoin keseluruhan 37 persen dan bertinggi badan 208 sentimeter, Love adalah ancaman di lubang kunci ataupun di luar garis tripoin. Namun, Love tak berbahaya di semua penjuru. Dari data yang disajikan nbasavant.com, akurasi Love terburuk datang di area sudut kiri pertahanan lawan dengan 32,6 persen.
Love juga mampu melakukan permainan isolasi di beberap titik terutama di area low post, high post, dan elbow. Hal tersebut terbukti pada musim 2013-2014, sebelum ia bergabung dengan Cavaliers. Musim itu, Love yang menjadi mesin poin utama Timberwolves memiiliki akurasi terkecil 38 persen di area elbow.
nbasavant.com
Sampai di titik ini, satu-satunya kendala yang dimiliki Love adalah lantun bola (dribble). Baik saat masih bersama Timberwolves ataupun Cavaliers, mayoritas percobaan tembakannya datang tanpa sekalipun ia melantun bola. Saat melakukan isolasi, Love pun hanya melakukan beberapa tipuan (fake) dan 1-2 lantun bola sebelum melepaskan tembakan. Musim lalu, hanya 6,3 persen percobaannya yang datang lebih dari tiga kali lantun bola.
Oleh karena itu, keputusan mengambil ruki Collin Sexton yang memiliki ketangkasan lantun yang bagus dan atletis adalah pilihan yang tepat. Bersama pemain sayap (wing) seperti Jordan Clarkson, Rodney Hood, David Nwaba, dan Cedi Osman, Sexton bisa berfungsi sebagai perusak konsentrasi pertahanan lawan. Bila pemain-pemain ini aktif menyerang ke area lubang kunci, Love bisa mencari posisi nyaman baik di dekat ring atau di area tripoin. Sementara saat Love melakukan permaianan pos dan isolasi, para pemain ini bisa bergantian mencari ruang terbaik untuk melepaskan tembakan.
Peluang Cavaliers melaju ke final seperti yang mereka lakukan dalam empat musim terakhir beruntun memang nyaris tidak ada. Namun, peluang mereka untuk membungkam para pencibir yang meragukan kekuatan mereka tanpa kehadiran James masih sangat terbuka. Waktunya Cavaliers membebaskan Love berkreasi dan kembali bermain bak monster dobel-dobel. Waktunya Cavaliers bertumpu kepada Kevin Love.
Foto: NBA