Kabar mundurnya Surabaya Fever dari Srikandi Cup mengejutkan semua pihak. Termasuk tim-tim kontestan Srikandi Cup. Lantas bagaimana peta persaingan kompetisi musim 2018-2019 jika Surabaya Fever tidak ada? Bila melihat musim lalu, tentu Merpati Bali, Tenaga Baru Pontianak dan Merah Putih Samator Jakarta akan menduduki papan atas. Tapi apakah tetap sama seperti itu bila beberapa tim mengaku melakukan perombakan roster. Selain itu, tentu akan semakin menarik bila Srikandi Cup benar-benar kedatangan kontestan baru untuk musim depan.

Merpati Bali di beberapa musim terakhir menjadi seteru Surabaya Fever. Bahkan di Srikandi musim terakhir, Merpati selalu bertemu Fever, baik di partai final tiap seri dan babak grand final. Kepala pelatih Merpati, Bambang Asdianto Pribadi memberikan tanggapannya terkait mundurnya Fever dari Srikandi Cup 2018-2019. Menurutnya Fever pasti punya alasan kuat, dan semua tim berlatih bukan hanya untuk melawan Fever saja.

"Menurut saya, keputusan mereka (Fever) pasti sudah melalui pemikiran yang panjang. Karena tim sekelas Fever tidak mungkin mengambil keputusan tanpa pertimbangan. Kalau kecewa mereka mundur, itu pasti. Tapi saya harus menghormati keputusan mereka," ucapnya.

Bambang menambahkan, semua tim saat ini punya semangat yang sama untuk kemajuan bola basket Indonesia. Ada atau tidaknya Fever, kompetisi akan tetap menarik. Justru saat ini menjadi kesempatan bagi tim-tim untuk unjuk kemampuan.

"Saya dan tim Merpati berlatih untuk menjadi lebih baik. Bukan hanya bertujuan untuk melawan Fever saja. Kami ingin lebih baik, secara tim dimulai dari setiap individu," tambah Bambang. "Sebenarnya kondisi Merpati juga sedang kurang bagus. Setidaknya ada enam pemain yang tidak tampil musim depan. Tapi kami tetap berupaya mencari solusi terbaik."

Selain Merpati ada Tenaga Baru, Merah Putih Samator dan Sahabat yang membuntuti di bahwa Fever. Pendapat berbeda disampaikan pelatih ketiga tim tersebut. Irma Amelia yang menjabat sebagai kepala pelatih Tenaga Baru berpendapat bahwa persaingan Srikandi Cup musim depan semakin menarik tanpa Fever.

"Kalau Fever tidak ada di Srikandi, justru calon juara kompetisi ini jadi susah ditebak. Karena saat ini semua tim punya peluang yang sama menjadi juara," kata Irma.

Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Karena musim lalu hanya Fever yang tidak pernah kalah. Tim lainnya pernah menerima kekalahan. Meski hanya kalah melawan Fever, Merpati punya rekor kemenangan 10-4. Lalu di bawahnya Tenaga Baru dengan catatan 10-8 dan Merah Putih Samator membukukan rekor 9-9. Sahabat dan Tanago Friesian Jakarta sama-sama menang 8 dari 10 pertandingan musim lalu. Ini menunjukkan bahwa mereka bisa saling mengalahkan bila tidak ada Fever.

Tim yang selalu kalah dari Fever di babak playoff Srikandi Cup adalah Merah Putih Samator Jakarta. Meski selalu kalah, tapi mundurnya Fever dari kompetisi justru malah membuat mereka kecewa. Kepala Pelatih Nina Yunita menganggap tidak ada lagi panutan di kompetisi putri Indonesia.

"Kalau menurut saya, mundurnya Fever sangat disayangkan. Karena berkurang satu tim bagus di kompetisi ini. Padahal sebagai juara bertahan, Fever sebenarnya menjadi panutan pemain-pemain di tim lain. Banyak pemain dari tim lain bisa belajar, saat mereka melawan Fever," komentar Nina.

Musim lalu, Fever mereka menguasai segala lini permainan. Fever menjadi pencetak poin terbanyak di Srikandi Cup 2017-2018 dengan rataan 89,0 PPG. Mereka juga mampu mengumpulkan 48,9 RPG dan mengirim 23,4 APG. Menurut Nina Yunita, melawan Fever menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pelatih. Selain itu, seorang pemain akan berusaha tampil lebih baik ketika melawan tim yang level permainannya lebih tinggi.

Tapi pendapat berbeda disampaikan Xaverius Wiwid sebagai kepala pelatih Sahabat Semarang. Bila Fever mundur dari Srikandi Cup, kompetisi tidak akan menarik lagi. Karena tidak ada tim kuat yang menjadi target untuk dikalahkan.

"Saya merasa kurang seru. Mungkin persaingannya di papan atas ada Merpati, Tenaga Baru dan Merah Putih. Kalau kami yang membawa pasukan muda saat ini masih berusaha untuk mengejar tim-tim tersebut," kata Wiwid.

Mundurnya Surabaya Fever sebenarnya membuka pintu persaingan lebih sengit dibandingkan musim lalu. Fever bukan hanya dominan di liga, tetapi mereka juga membuat kompetisi adem-ayem alias tidak ada tantangannya. Karena setiap bertemu Fever, para pemain sudah merasa kalau mereka kalah sebelum bertanding. Itu disampaikan kepala pelatih MP Samator, Nina Yunita, tiap kali kalah saat bertanding melawan Fever. Tetapi saat melawan tim lain, semangat bertanding pemainnya bertambah.

"Memang begitu kenyataannya. Setiap bertemu Fever, selalu kalah sebelum bertanding. Tapi musim depan, saya rasa belum tentu sama dengan musim lalu. Peta persaingan musim depan bisa saja berubah. Kami di Merah Putih Samator juga melakukan beberapa penyesuaian. Ada perombakan roster yang kami lalukan," jelas Nina Yunita.

Secara statistik permainan, Fever lebih unggul dibanding kontestan lainnya. Fever mencetak akurasi tembakan paling tinggi dengan 41 persen (625 dari 1508 percobaan), persentase tembakan tripoin mencapai 26 persen (166 dan 634 percobaan) dan tembakan bebas di kisaran 62 persen (187 dari 303 percobaan). Menghentikan laju Fever di pertandingan juga sulit. Sebab bila satu mesin poin mati, mereka masih punya banyak pemain yang bisa mencetak angka. Fever punya Gabriel Sophia, Wulan Ayuningrum, Lea Kahol, Clarita Antonio di area kunci. Kemudian ditambah dengan garda yang rajin mencetak poin seperti Nathasa Debby Christaline, Henny Sutjiono dan Sumiati Sutrisno.

Sekarang Surabaya Fever sudah resmi mundur dari Srikandi Cup 2018-2019. Artinya sudah tidak ada lagi tim yang dominan. Tapi tunggu dulu, kabarnya Dewan Komisaris Srikandi Cup tengah mempertimbangkan keputusan untuk memasukkan tiga tim baru. Bisa saja tim-tim baru ini akan merusak peta persaingan kompetisi seperti musim lalu. Tentu menarik untuk diikuti perkembangan selanjutnya dari Srikandi Cup 2018-2019.(*)

Foto: Mei Linda

Komentar