Logo telah jadi andalan sebagai pembentuk ciri identitas suatu produk. Kita bisa melihatnya di logo Nike (swoosh), McDonald’s (The Golden Arches), adidas, (Three Stripes), Apple (Apple Logo), dan lain sebagainya. Hal tersebut juga bisa ditemui di Puma. Logo berbentuk siluet kucing melompat telah jadi ikon produk olahraga Jerman itu. Ialah Lutz Backes, kartunis Jerman yang jadi sosok dibalik perancangan logo tersebut.

Backes adalah pemuda asli Nuremberg, Jerman. Ayahnya seorang bankir. Meski ia belajar banyak hal mengenai perbankan serta akuntansi, kecintaannya pada dunia seni tidak bisa dibendung. Backes menggunakan nama panggung Bubec untuk mempresentasikan karyanya di khalayak ramai, sebagian telah sampai ke Negeri Paman Sam. Namanya sebagai kartunis dan penggambar cepat sudah cukup terkenal di era 1960-an.

Lewat dunia seni pula ia berteman baik dengan Gerd Dassler, anak Rudolf Dassler sang pendiri Puma. Gerd merekomendasikan Backes untuk merancang logo Puma dengan tampilan yang lebih sederhana namun tetap berkarakter.

Pecah kongsi antara Adolf “Adi” Dassler dengan Rudolf Dassler jadi salah satu kisah perpisahan saudara terbesar yang pernah terjadi. Akibatnya, Adolf mantap mendirikan adidas sementara Rudolf mendirikan Ruda. Setahun setelahnya, Rudolf mengganti merek sepatunya menjadi Puma karena ia merasa bahwa produknya menggambarkan ciri hewan Puma (macan kumbang): kecepatan, kekuatan, kelenturan, daya tahan dan kelincahan. Karakter tersebut juga menggambarkan atlet olahraga atletik yang jadi fokus produksi sepatu Puma.

Evolusi logo Puma.

Berdasar pada fakta tersebut, Backes menyusun logo baru. Ia lalu menghilangkan ornamen heksagon beserta huruf D sehingga menyisakan gambar kartun macan kumbang yang sedang melompat. Baginya, gambar itu sudah cukup menggambarkan karakter hewan yang jadi penggambaran atlet atletik. Selain itu, sudut lompatan sang macan dibuat lebih tinggi melambangkan bahwa Puma akan jadi produk besar di masa yang akan datang. Karya Lutz Backes ini mulai dipergunakan pada 1967.

Helmut Fischer, Penasehat Senior Puma, menceritakan bagaimana kisah Backes ini saat ia merayakan 38 tahun masa kerjanya bersama Puma. “Ia direkomendasikan Bapak Gerd (Dassler) untuk mengerjakan proyek ini. Sebagai imbalan, kami diberi dua opsi: satu sen honorarium (royalty) setiap produk Puma yang terjual dengan mencantumkan logo buatannya, atau uang sebesar 600 Marks (sekitar Rp 5,5 Juta) dengan seperangkat produk Puma. Ia lalu memilih opsi kedua,” ujar Fischer. Tulisan ini telah termuat di arsip daring Puma.

Lutz Backes kini.

 

Meski begitu, pria yang dulu adalah pesepakbola di FC Herzognaurach ini menyayangkan keputusan yang diambil Backes. “Bayangkan betapa kayanya Backes bila ia mengambil opsi pertama. Ia akan mendapat honorarium itu seumur hidupnya,” katanya.

Lutz Backes kini berusia 80 tahun. Ia melanjutkan hidup sebagai seniman. Selain itu, ia juga merangkap sebagai dosen seni dan inovasi di University of Graz, Vienna, Austria. Karyanya untuk Puma bisa jadi hanya bernilai 600 Marks. Meski demikian, siluet Puma karyanya itu bisa jadi karyanya yang paling gemilang karena dianggap sebagai salah satu logo tersukses di era modern.

Foto: Puma Archieve

Komentar