Perusahaan alas kaki Crocs dikabarkan telah menutup dua pabrik terakhir mereka di Italia dan Meksiko. Kebijakan tersebut jadi melanjutkan penutupan 28 gerai resmi sepanjang 2018 dan 128 gerai lainnya diperkirakan bernasib sama. Atas keputusan ini, spekulasi merebak bahwa Crocs akan tenggelam ke dalam jurang kebangkrutan.

Alas kaki dari campuran busa dan karet ini jadi perbincangan hangat sejak pertama kali diluncurkan 16 tahun lalu. Paduan bahan tersebut menghadirkan alas kaki yang nyaman. Mereka juga kerap meraih penghargaan dari lembaga kesehatan. Pada 2008, Centers for Medicare and Medicaid Services menobatkan Crocs sebagai sandal yang bisa mengurangi sakit pada otot kaki. Lembaga kesehatan American Podriatic Medical Association merekomendasikan Crocs sebagai sandal harian pada 2009.

Kepopuleran alas kaki berlogo buaya ini dibayangi kontroversi. Di tahun yang sama di belahan bumi lain, Pemerintah Jepang mendapat 65 komplain cedera karena desain sandal Crocs yang dianggap kurang aman digunakan di Negeri Sakura. Kementerian Perdagangan dan Industri Jepang pun melayangkan surat komplain serta permintaan perubahan desain sandal bagi pangsa pasar Jepang.

Meski penjualannya begitu besar medio 2005-an, penurunan pamor tidak bisa dihindari sejak itu. Cibiran selalu datang terkait desainnya yang dianggap jelek. Bahkan, harian Inggris Independent sempat menyebutnya sebagai alas kaki berpenampilan terburuk. Penggiat fesyen pun kurang menyukainya. Pelabelan itu jadi penyebab terbesar Crocs tidak bisa membendung penurunan penjualan produknya di seluruh dunia.

Mereka seakan sulit kembali ke industri alas kaki yang sempat mereka kuasai. Puncaknya terjadi pada 2017 ketika mereka terpaksa menutup 160 gerai di seluruh dunia dan melanjutkannya pada 2018. Gregg Ribatt selaku CEO pun memutuskan mundur jabatan karena ia merasa gagal mengembalikan popularitas perusahaan yang ia pimpin. Pengumuman penutupan dua pabrik tersebut seakan jadi akumulasi permasalahan yang didapat.

Meski demikian, Andrew Rees selaku CEO pengganti menyatakan bahwa Crocs tidak akan keluar dari dunia tempat mereka meraup pundi keuntungan. Melalui cuitannya, Crocs akan menunjuk pihak ketiga di negara berkembang sebagai solusi untuk pembuatan produk. Hal ini bertujuan untuk memangkas pengeluaran serta efektifitas keuangan. Hingga kini, pihak Crocs masih belum mengumumkan letak pabrik barunya pasca penutupan pabrik di Italia dan Meksiko.

"Pabrik kami di Italia dan Meksiko telah tutup. Namun, sandal kami tetap laris. Kami juga berencana beberapa membuka gerai lain," kata Andrew Rees kepada The Sun. Pria 51 tahun itu juga mengatakan bahwa ia sudah menyusun bisnis model baru demi menyelamatkan Crocs.

Selain itu, Crocs akan melanjutkan diversifikasi produk yang sudah mereka lakukan sejak satu dekade belakangan. Selain sandal “buaya”, mereka juga akan memproduksi sandal wanita, sandal anak, sepatu pria, dan lain sebagainya dengan tampilan serta kenyamanan baru. Program ini diharapkan akan mengembalikan keuntungan Crocs sehingga mereka bisa kembali ke dunia penjualan alas kaki.

Foto: Independent

Komentar