Houston Rockets menampilkan permainan terbaiknya musim lalu. Mendatangkan Chris Paul dan P.J. Tucker adalah alasan utama semaking matangnya skema permainan offensive Rockets. Mike D'Antoni berhasil memadukan Chris Paul dengan James Harden sebagai pengatur permainan. Sementara P.J. Tucker melengkapi skema wings frontcourt Houston.
Skuat inilah yang mengantarkan Rockets berada di puncak wilayah barat. Dengan rekor kemenangan terbanyak sepanjang sejarah tim. Skuat yang terpisah dari satu kemenangan menuju Final NBA. Tersingkir secara tragis pada gim ketujuh dari Golden States Warriors.
Banyak yang mengaitkan kehadiran Chris Paul dan semakin matangnya Clint Capela sebagai faktor kesuksesan. Ya, memang tidak bisa dipungkiri. Namun, sosok Trevor Ariza sebenarnya juga mempunyai peranan penting di balik gemilangnya permainan Rockets.
Ia merupakan sosok pemain sayap yang berfungsi sebagai pembuka ruang bagi para garda. Berdiri di garis belakang atau pojok lapangan, siap untuk menembakkan tripoin atau memotong ke dalam. Di sisi pertahanan, ia merupakan sosok yang membatasi pergerakan pemain sayap lawan. Cukup solid ketika menghadapi mismatch dan melengkapi skema permainan cepat lewat bola-bola umpan (small ball) bersama P.J. Tucker.
Ia bukan tipe pemain yang menunjukkan catatan statistik yang mentereng, namun vital dalam meningkatkan skema permainan. Sama halnya dengan Luc Mbah a Moute. Bukan tipe pemain yang punya kemampuan menyerang di atas rata-rata namun solid sebagai pemain lapis kedua yang menggantikan peran Ariza pada sektor pertahanan.
Seperti yang kita ketahui, dua kunci pertahanan Rockets musim lalu ini memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dan pergi ke tim lain. Ariza menuju Phoenix Suns, sementata Mbah a Moute kembali menuju Los Angeles Clippers. Jelas kepergian mereka meninggalkan lubang besar pada bagian forwarda Rockets.
Sejak musim lalu, Carmelo Anthony telah dirumorkan akan bergabung dengan Houston Rockets. Pada akhirnya ia bergabung dengan Oklahoma City Thunder. Bermain satu musim di Thunder, Melo akhirnya memutuskan untuk pindah.
Thunder melakukan pertukaran dengan mendatangkan Dennis Schroder dan mengirim Melo pergi. Atlanta Hawks lalu memutus kontrak melo karena tidak membutuhkannya. Sebagai pemain bebas (free agent), akhirnya Melo bergabung dengan Houston Rockets.
Melo akan mengisi lubang yang ditinggal oleh Ariza dan Mbah a Moute. Banyak orang yang mengatakan bahwa Melo akan meningkatkan permainan Rockets. Namun sayangnya orang-orang tersebut kemungkinan akan gigit jari.
Dari segi pertahanan, Melo jelas merupakan penurunan kelas (downgrade) dari Ariza bahkan Mbah a Moute. Pemain yang di-draft pada 2003 ini bukanlah pemain yang terkenal memiliki pertahanan yang solid. Bisa dibilang ia akan menjadi sosok yang tidak tahu harus berbuat apa ketika menjadi seorang defender.
Dalam skema pertahanan individu, Melo akan menjadi bulan-bulanan ketika menghadapi satu lawan satu forwarda elit seperti Kevin Durant atau LeBron James. Ketika lawan melakukan skema serangan yang lebih dinamis (multiples switches), Melo akan terlihat kebingungan harus menjaga siapa dan bergerak ke mana.
Belum lagi bila terjadi isolasi dan ia harus menjaga garda lawan, Melo sudah tidak lagi punya kecepatan dan kekuatan fisik untuk menyamai kecepatan garda seperti Stephen Curry, Kyrie Irving hingga deretan garda lainnya.
Carmelo Anthony bagaimanapun adalah sosok yang dikenal sebagai pencetak angka elit. Kemampuannya dalam melakukan isolasi dan menembak dua angka tak perlu diragukan. Ia bisa melakukan fadeaway, turn around jump shots, dan berbagai teknik tembakan lainnya. Keluar sebagai pencetak angka terbanyak (top scorer) pada musim 2013 adalah buktinya.
Namun, Thunder menjadi saksi bahwa kemampuan menyerang (offensive) Melo tidak terpakai dalam skema yang mengandalkan isolasi. Sayangnya, skema itulah yang dipakai Rockets sepanjang musim kemarin memanfaatkan kemampuan Harden dan Paul.
Musim lalu, Thunder memainkan skema yang memerlukan pemain sayap yang menyediakan ruang sebesar mungkin. Beridiri di garis belakang dan siap melakukan tembakan (catch & shoot) dengan efisiensi keberhasilan tembakan yang tinggi.
Demi mengakomodasi skema tersebut, Paul George rela menunggu berdiri di garis belakang dan membiarkan Westbrook mendikte permainan. Namun apa daya, Melo terlalu egois dan enggan menjalankan skema tersebut dengan baik.
Hampir setengah tembakan dari Melo justru berasal dari tembakan dua angka jarak jauh (long-two range) dengan posisi yang seringkali tidak menguntungkan dan waktu yang sudah mepet. Alhasil Melo hanya berhasil memasukkan bola sebesar 38 persen.
Ariza sekali pun bukan penembak tripoin yang andal, ia selalu patuh pada skema tersebut dan berdiri di belakang garis. Sehingga lebih banyak menguntungkan permainan Rockets. Bila Melo tidak mau menurunkan keegoisannya, permainan Rockets tidak akan menjadi lebih baik. Bahkan bisa saja justru menjadi lebih buruk.
Melo memang bisa dibilang bukanlah pemain yang cocok dengan skema permainan D’Antoni. Pelatih Houston ini mempunyai sistem penyerangan yang tidak memberikan toleransi terhadap tembakan dua angka yang sulit, possessions yang terbuang sia-sia dan pemain front court yang terlalu lama memegang bola. Sayangnya semua itu merupakan karakteristik penyerangan Melo.
Jika Melo ingin menjadi pemain yang meningkatkan kualitas permainan tim, ia mau tak mau harus patuh untuk berdiri di belakang garis dan melihat Harden atau Paul terus memegang bola sambil mencari kesempatan untuk menembak atau mengoper.
Belum lagi permasalahan pertengkaran antara D’Antoni dengan Melo yang terjadi ketika keduanya berada di New York Knicks beberapa tahun silam. Hingga keegoisan Melo yang menyatakan bahwa dia tidak akan mau memulai pertandingan sebagai pemain cadangan.
Bila Melo benar-benar ingin Rockets punya kesempatan sekali lagi menjadi penantang berat Warriors, hanya ada satu cara: Melo harus mau menurunkan egonya. Ia sudah bukan lagi pemain bintang. ia sekarang hanya mantan pemain bintang yang dikontrak dengan kontrak veteran.
Maka sudah sepantasnya Melo mengorbankan prestise individunya demi keberhasilan tim. Bila hal itu tidak terjadi, nasib Rockets tidak akan jauh berbeda dengan Thunder musim kemarin. Final NBA akan kembali menjadi milik Warriors. Pada akhirnya Rockets kembali akan gigit jari.
Foto: NBA.com