Salah satu hal yang dapat dipelajari dari trade DeRozan dan Kawhi Leonard adalah perasaan dan dedikasi pemain bukanlah hal yang ikut dipertimbangkan. Atas nama bahwa semua keputusan pertukaran (trade) didasari oleh bisnis, perasaan pemain akan selalu dikorbankan. Memang benar trade tersebut merupakan sebuah upaya untuk memperbaiki keadaan tim. Namun seringkali cara yang dilakukan oleh manajemen seolah lupa bahwa bisnis yang ia jalankan melibatkan perasaan seorang manusia di dalamnya.
Sebelumnya, kita masih ingat bagaimana seorang Isaiah Thomas tetap bermain bagi Boston Celtics meski saudarinya kala itu baru saja meninggal dunia. Bagaimana Thomas berusaha mati-matian mengubah dirinya dari penghangat bangku cadangan menjadi seorang offensive star yang sempat masuk nominasi MVP membuat Celtics kembali menjadi tim yang ditakuti di wilayah timur. Namun, adanya sebuah peluang trade menghancurkan kebersamaan dan segala usaha Thomas dengan Celtics.
Tengah dalam fase pemulihan cedera pinggulnya, Thomas secara mengejutkan menjadi bagian dalam trade untuk mengambil Kyrie Irving dari Cavaliers. Semua orang terkejut, terutama Thomas. Pengorbanan dan perasaannya seolah diabaikan demi kepentingan bisnis. Meski keputusan tersebut pada akhirnya menjadi keputusan yang tepat. Irving sukses bersama Celtics, sementara Thomas kesulitan menemukan performa terbaiknya pascasembuh dari cedera.
Blake Griffin kemudian menjadi korban trade berikutnya yang dilakukan atas nama bisnis. Los Angeles Clippers pada musim lalu baru saja memberikan perpanjangan kontrak pada Griffin. Tak hanya kontrak, pihak manajemen bahkan meyakinkan Griffin untuk bertahan menggunakan alasan ia akan menjadi sosok franchise player-nya Clippers. Layaknya Kobe Bryant atau Dirk Nowitzki. Bahkan manajemen menyatakan nomer 32 Griffin akan dipensiunkan.
Namun apa daya, pepatah bahwa NBA adalah bisnis masih terus bergaung. Griffin harus menerima kenyataan bahwa ucapan manajemen kala itu hanya sebatas rayuan dan manis-manis di mulut. Manajemen memutuskan membuang kontrak Griffin dan memulai pembangunan kekuatan ulang (rebuild) lebih cepat. Mantan Rookie of the Year tersebut ditukar dengan Avery Bradley, Tobias Harris dan kesempatan memilih pada draft.
Griffin bahkan terkejut dengan trade tersebut, ia menggambarkan perasaannya menggunakan gif pendek di twitter. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa perasaan pemain memang kerap kali diabaikan. Pemain semacam Griffin dianggap sebagai sebatas komoditi bisnis. Bila ada kesempatan untuk meraih sesuatu yang lebih menguntungkan, perasaan dan usaha pemain tak lagi dianggap sebagai sesuatu yang patut dihargai secara lebih hormat.
Nyatanya trade DeRozan sekali lagi membuktikan bahwa bisnis memang lebih di atas segalanya, bahkan perasaan dan pengorbanan seorang pemain sekali pun. Nasibnya tak jauh berbeda dengan Griffin. Dikontrak sejak ruki lalu perlahan berubah menjadi franchise player yang pada akhirnya mengetahui bahwa usaha dan dedikasinya kalah dengan apa yang disebut bisnis.
DeRozan merupakan pemain yang mengangkat kembali nama Toronto Raptors. Sosok yang terus memperbaiki performanya tiap musim demi meningkatkan performa tim. Sosok yang membuat Raptors musim lalu finis pada posisi pertama Wilayah Timur dan memecahkan rekor kemenangan terbanyak. Sosok yang menjadi all times scorer-nya Raptors. Namun sekali lagi, DeRozan hanya sebatas sosok.
Ia dijadikan kambing hitam atas kegagalan Raptors pada fase playoff yang selalu disapu oleh Cavaliers dua musim terakhir. Kegagalan itu lantas membuat Masai Ujiri memecat Dwayne Casey dan terakhir menukarkan DeRozan dengan Kawhi Leonard. Semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan DeRozan. Tidak ada pembicaraan sebelumnya, tidak ada manajemen yang datang memberikan penjelasan.
Pada sesi wawancara bersama reporter ESPN Chris Haynes baru-baru ini. DeRozan menceritakan apa yang terjadi. Ia menuturkan bahwa dalam setiap perbincangan, seringkali dirinya menanyakan "Apakah saya akan ditukar?" Atau "Apa yang sedang terjadi? Apakah ada kemungkinan terjadinya pertukaran yang melibatkan saya?" Manajemen Raptors selalu menjawab bahwa tidak terjadi apa-apa dan semuanya baik-baik saja.
Namun, seperti yang kita ketahui, DeRozan tiba-tiba sudah menjadi bagian dari San Antonio Spurs musim depan. Berikut penggalan pernyataan dari DeRozan yang menggambarkan kekecewaannya terhadap keputusan manajemen Raptors
"Saya merasa bahwa saya tidak diperlakukan secara semestinya. Setelah apa yang saya berikan selama sembilan musim di sini, saya kira saya seharusnya dihargai lebih dari ini. Cukup dengan beritahu saya bahwa ada kemungkinan adanya trade yang melibatkan saya. Meski berat, setidaknya biarkan saya bisa menyiapkan diri terhadap kemungkinan tersebut. Itu saja yang sebenarnya saya mau. Tapi pada akhirnya saya tidak mendapatkan itu," ujarnya
Satu lagi perasaan seorang pemain diabaikan dengan perlakuan yang tidak menyenangkan atas nama NBA adalah bisnis. Keberhasilan klub memang menjadi prioritas utama. Namun, apakah mengorbankan perasaan pemain tanpa memberikan penjelasan yang jelas bisa membenarkan tindakan tersebut? Sayangnya bisa, karena NBA adalah bisnis.(*)
Foto: nba.com