Perusahaan produk olahraga Nike mengumumkan akan menaikkan upah 7000 buruhnya. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan komitmen meningkatkan taraf buruh serta untuk membuat budaya baru di dalam tubuh Nike. Pengumuman ini disampaikan melalui memo kepada kantor berita CNBC untuk kemudian disebarluaskan.
Selain 7.000 pegawai tersebut, sekitar 10 persen pejabat, baik pria dan wanita, akan mendapat bonus kinerja serta tunjangan lain yang akan dibayarkan secara berkala. Kebijakan ini diambil sebagai bentuk tanggapan lanjutan terkait polemik ketenagakerjaan serta masalah internal yang merebak di tubuh Nike sejak awal 2018.
Terkait penaikan upah, Nike sudah menuliskannya dengan isi sebagai berikut: “Mengingat meningkatnya kualitas pekerja, serta perkembangan pasar yang dinamis, kami menganalisa kebijakan penaikan upah setiap tahun. Tahun ini, analisis itu dilakukan lebih dalam untuk semua bagian dengan cakupan global”. Pada memo itu, Nike juga menerangkan bahwa keputusan ini bertujuan untuk membuat buruh merasa terjamin di berbagai bidang.
Dana peningkatan upah serta pemberian bonus itu nantinya akan diambil dari rata-rata pendapatan Nike secara global. Mereka beranggapan bahwa hal itu akan bisa diraih dengan mengkombinasikan performa tim dan individu. Perhitungan itu nantinya akan dimasukkan ke dalam kebijakan fiskal perusahaan tahun 2019.
Awal 2018, beberapa perusahaan besar di Amerika Serikat, termasuk Nike, menjadi sorotan setelah gerakan #MeToo merebak di media sosial. Hal ini terjadi setelah The New York Times menerbitkan hasil survey terhadap 5000 pegawai wanita yang mengalami pelecehan serta tindakan tidak menyenangkan dalam lingkungan kerja. Survey itu kemudian meluas dengan semakin banyak karyawati yang mengungkapakan pengalamannya melalui media sosial.
Dalam survey itu, Nike ditengarai sebagai salah satu perusahaan dengan tingkat tindakan pelecehan yang tinggi. Akibatnya, sebanyak delapan petinggi Nike, beberapa pegawai wanita, serta desainer senior Tiffany Beers hengkang. Beers adalah desainer untuk produk berteknologi tinggi sekelas Nike HyperAdapt dan Air Mag. Ia juga seabgai tangan kanan Tinker Hatfield dalam menjalankan tugas sebagai Direktur Kreatif dan Inovasi.
Mark Parker selaku CEO saat melayangkan permohonan maaf terkait isu ketenagakerjaan yang melanda Nike.
Terkait hasil survey tersebut, Nike bergerak cepat. Pada pertengahan Mei 2018, Mark Parker selaku CEO melayangkan surat pernyataan maaf kepada publik. Permohonan itu termasuk diantaranya perlakuan tidak menyenangkan serta buruknya timbal balik perusahaan terkait keluhan karyawati. Parker juga mengumumkan bahwa Nike akan berbenah. Pria yang juga penghuni Naismith Basketball Hall of Fame itu meluncurkan berbagai kebijakan mulai perbaikan lingkungan kerja, kesetaraan bagi karyawati, penanganan keluhan yang lebih cepat, serta yang terbaru adalah peningkatan upah.
Hingga pertengahan 2018, saham Nike dilaporkan turun. Isu ketenagakerjaan dan lesunya penjualan retail jadi penyebab terbesar. Bahkan, di Amerika Utara, Nike memutuskan menutup belasan gerai retailnya demi menghemat pengeluaran. Mereka lalu merilis aplikasi jual beli baru dengan cakupan lebih luas juga demi kenyamanan calon pembeli. Nike mengantisipasinya dengan cepat lewat penjualan sepatu-sepatu andalan seperti VaporMax, React, Air Max 270, Air Jordan, dan Zoom X.
Foto: Associated Press untuk Wall Street Journal, Jewel Samad/AFP/Getty Images