Philipine Arena berubah mencekam ketika perkelahian besar antara tim nasional bola basket Filipina versus Australia terjadi pada Senin, 2 Juli 2018. Mereka yang sedang bertanding dalam Kualifikasi Piala Dunia 2019 saling dorong dan adu jotos. Thon Maker, senter-forwarda Australia yang bermain di NBA dengan Milwaukee Bucks, bahkan melayangkan tendangan ala Liu Kang—karakter dalam permainan Mortal Kombat.

Kejadian bermula ketika pemain Filipina Roger Pogoy membawa bola dan bertabrakan dengan pemain Australia, Christopher Goulding, di kuarter tiga. Setelah itu, Pogoy bermain keras sampai membuat Goulding jatuh. Daniel Kickert, rekan Goulding, bereaksi mendorong Pogoy dan perkelahian pun semakin besar. Keributan terjadi di dekat ring Australia, tepat di depan bangku cadangan Filipina sehingga pemain pengganti mereka berhamburan ke dalam lapangan.    

Pertandingan sementara dihentikan. Wasit mengeluarkan pemain Filipina yang terlibat friksi, di antaranya: Japeth Aguilar, Jeth Rosario, Roger Ray Pogoy, Terrence Bill Romeo, Matthew Wright, Andray Blatche, Calvin Abueva, Jayson Castro, Carl Bryan Cruz.

Sementara itu, wasit mengusir Christopher Goulding, Nathan Sobey, Cameron Gliddon, Thon Marial Maker, dan Daniel Kickert dari Australia.

Pertandingan sempat dilanjutkan, tetapi pemain Filipina yang tersisa juga melakukan pelanggaran yang membuat mereka mesti keluar dari pertandingan. Australia menang 89-53 dalam tiga kuarter.

Pertandingan mencekam itu tentu menjadi buah bibir, terutama di kawasan Asia. Federasi kini tengah mendalami kasus tersebut untuk mengambil sikap selanjutnya. Kedua negara itu pun tinggal menunggu sanksi.

Filipina versus Australia hanyalah salah satu kasus perkelahian di dalam lapangan. Mainbasket menelusuri kasus lain yang mirip. Sedikitnya ada tiga kasus yang berhasil kami rangkum. Ketiga kasus tersebut disebut-sebut sebagai perkelahian terkenal dan berhasil menyita perhatian global karena melibatkan dua negara atau liga tersohor dunia.

Laga Persahabatan yang Tidak Bersahabat

Pada 12 Oktober 2010 di Jincheng Arena, Sichuan, Cina, tim nasional Cina bertemu Brasil di laga persahabatan sebelum Asian Games. Namun, laga itu berubah tidak bersahabat setelah kedua belah pihak mulai melayangkan pukulan bahkan tendangan sampai membuat pertandingan mesti dihentikan.

Kilas balik; masalah dimulai ketika wasit meniup peluit karena melihat pemain Cina melakukan pelanggaran. Namun, para pemain dan pelatih tidak terima dengan keputusan tersebut. Kepala pelatih Cina, Robert Donewald Jr., sempat melayangkan protes dan marah besar sehinga wasit menjatuhkan technical foul kepadanya.

Pemain tim nasional Cina terlibat perkelahian dengan Brasil di pertandingan persahabatan yang tidak bersahabat pada 12 Oktober 2010 di Cina. Foto: Netease

 

Permainan berubah kasar sampai akhirnya perkelahian pun terjadi di lapangan. Pemain di bangku cadangan dari kedua tim sampai berhamburan ke dalam. Mereka ikut melayangkan pukulan dan tendangan sampai mesti dihentikan dan dipisahkan. Sayangnya, upaya itu tidak menenangkan kepala para pemain Cina yang kemudian menyerang kembali Brasil di jalan menuju ruang ganti. Akibatnya, para pemain kedua tim pun mengalami luka-luka.

Pascabentrokan, FIBA menginvestigasi kejadian di laga persahabatan tersebut. Federasi bola basket dunia itu pada akhirnya menjatuhkan hukuman bagi para pelaku keributan. Mereka juga menghukum Donewald Jr. dengan larangan mendampingi tim di tiga pertandingan dan denda ₣40 ribu atau kini senilai Rp578.262.975.

Tiga pemain Cina dilarang bermain dan mesti mengikuti kelas sportivitas ditambah denda kepada Asosiasi Bola Basket Cina sebesar ₣20 ribu (Rp289.131.487). Uang denda tersebut digunakan untuk mengembangkan program edukasi untuk pemain muda karena FIBA merasa bertanggung jawab untuk mempromosikan sikap sportivitas (fair-play)

Sementara itu, tiga wasit yang bertugas dilarang dicalonkan untuk kompetisi internasional selama satu tahun akibat gagal menjalankan tugas.

Mahasiswa Versus Tentara

Tim basket putra Georgetown University melakukan perjalanan ke Cina untuk mempromosikan kampusnya ke dunia internasional. Sayangnya, perjalanan itu tidak berjalan mulus karena mereka mengalami satu insiden yang menyita perhatian global. Perkelahian mereka dengan Bayi Rockets, klub profesional yang disponsori People’s Liberation Army (PLA), pada 18 Agustus 2011, tampak dalam bentuk video yang kemudian viral, terutama di Amerika Serikat.

Pertandingan berjalan keras sejak awal. Belum lagi para pendukung Rockets yang berisikan tentara itu berteriak keras tiap kali mereka mencetak angka. Para pemain pun tidak jarang terlibat pertengkaran kecil. Salah satu pemain Rockets bahkan berteriak tanpa alasan kepada John Thompson III, kepala pelatih Georgetown, sehingga tensi semakin tinggi.

Para pemain Bayi Rockets Cina menyerang pemain Georgetown University dari Amerika Serikat di pertandingan ekshibisi pada 2011 silam. Foto: Reuters

 

Di awal kuarter empat, pertengkaran menjadi besar setelah pemain Hoyas—sebutan Georgetown—dan Rockets terlibat bentrokan. Salah satu pemain kampus itu tampak tak terima dirinya diperlakukan kasar sehingga ia melayangkan lengannya ke arah pemain Rockets. Pemain asal Cina yang tidak terima itu seketika melayangkan pukulan balasan sementara teman-temannya berhamburan membantu—entah untuk memisahkan atau memperkeruh suasana. Beberapa orang dari penonton bahkan sampai melempar benda-benda ke lapangan. Para pemain, pelatih, dan jajaran ofisial juga alumni Georgetown pun mesti diamankan keluar lapangan.

Mereka langsung menuju ruang ganti tanpa bisa keluar karena rombongan Rockets masih mengancam.

Setelah bentrokan, meski video menyebar luas di Amerika Serikat, segalanya mulai tenang. Kedua belah pihak bertemu untuk membicarakan masalah ini. Jajaran pelatih Rockets bahkan menyayangkan hal itu terjadi dan meminta maaf kepada Pelatih Thompson III. Pemerintah Cina juga menawarkan bantuan untuk mencari solusi terbaik.

Masalah selesai dengan berbagi hadiah tanpa menimbulkan rasa permusuhan di kemudian hari. Keduanya bahkan membicarakan perihal klinik basket musim panas di Amerika Serikat.

Di sisi lain, perkelahian di lapangan itu justru membuat tim Hoyas semakin solid. Mereka sepakat untuk mendukung satu sama lain dan menguatkan hati.

Kerusuhan di Lapang Megah NBA

Detroit Pistons dan Indiana Pacers sempat memiliki rivalitas tinggi di lapangan. Pada November 2004 di The Palace of Auburn Hill, misalnya, Pistons yang notabene tim juara bertahan dan tuan rumah bertemu Pacers untuk pertama kalinya sejak final Wilayah Timur di musim sebelumnya. Pertandingan menyita banyak perhatian dari penggemar dan media karena mereka memang menunggu keduanya bertemu kembali di musim yang baru.

Rivalitas itu menjadi tidak sehat ketika perkelahian terjadi di sisa 45,9 detik kuarter empat. Ketika Pacers unggul 97-82, Ron Artest (kini Metta World Peace) melakukan pelanggaran keras kepada Ben Wallace, yang membalasnya dengan melayangkan pukulan dua tangan. Dengan cepat, pertengkaran meluas karena para pemain lain berhamburan ke tempat kejadian perkara.

Artest diamankan ke meja ofisial supaya menenangkan dirinya, tetapi kejadian berikutnya justru melempar bara ke dalam api. Wallace melempar handuk kepada Artest sehingga ia kembali mengamuk. Untungnya, jajaran pelatih berhasil menahan sang pemain.

Para pemain Detroit Pistons memburu Ron Artest (kanan), forwarda Indiana Pacers, karena melakukan pelanggaran keras kepada Ben Wallace. Foto: Sports Illustrated

 

Hampir berhasil meredam amarah Artest, seorang penonton melakukan hal tak terduga. John Green, penonton itu, melempar gelas kepada Artest dan membuatnya berang. Sang pemain berlari ke arah bangku penonton dan memukul Michael Ryan. Artest salah menduga Ryan sebagai pelaku pelemparan gelas tersebut. Insiden itu menimbulkan kerusuhan yang lebih besar.

Para pemain Pacers diamankan ke luar lapangan menuju ruang ganti. Para penonton menghamburkan benda-benda ketika mereka hendak melewati terowongan. Teriakan-teriakan marah terdengar ketika Pacers berjalan ke luar.    

Kejadian mengerikan itu menjadi perbincangan hangat setelahnya. Associated Press, misalnya, menyebut kejadian itu sebagai “keributan paling terkenal dalam sejarah NBA” sementara lainnya menyebutnya sebagai “malam yang kelam dalam sejarah NBA”.

NBA pun pada akhirnya mengambil sikap dengan menjatuhkan hukuman kepada para pemain. Sedikitnya ada sembilan pemain dilarang bermain dengan total 146 pertandingan, yang kemudian membuat mereka kehilangan total AS$11 juta dari gaji mereka.

Artest juga dilarang bermain di semua pertandingan di sisa musim. Ia bahkan harus menerima masa percobaan dan wajib mengikuti program pelayanan masyarakat juga terapi manajemen emosi. Stephen Jackson dan Jermaine O’Neal juga menerima masa percobaan yang sama dengan larangan bermain masing-masing 30 dan 15 pertandingan. Sementara itu, Ben Wallace yang terlibat friksi awal hanya dilarang mengikuti enam pertandingan.

Foto: SLC Dunk

Komentar