Peranan seorang general manager bagi sebuah tim basket di NBA amatlah penting. Karena sosok inilah yang akan menentukan arah pembangunan rooster tim. Ia akan memilih siapa saja pemain yang dirasa tepat untuk bergabung, atau yang dirasa tidak memenuhi kualifikasi untuk bermain bagi tim yang dibawahinya.

Beberapa dekade lalu Los Angeles Lakers memiliki sosok general manager hebat dalam diri Jerry West, prestasi besarnya adalah merekrut Kobe Bryant dan Shaq di tahun 1996. Ada juga Pat Riley, yang mampu menjadikan Miami Heat menjadi raja di NBA dari periode 2010 hingga 2014. Atau yang paling nyata saat ini, Danny Ainge yang secara luar biasa membongkar roster Boston Celtics pada tahun 2013, membiarkan Celtics hancur selama setahun, tapi setelah itu, dengan jeniusnya ia merekrut pelatih hebat Brad Stevens, sambil mengoleksi banyak sekali aset pemain muda ataupun draft pick. Hasilnya? Setahun kemudian Celtics kembali ke playoff, dan musim ini menjadi calon kuda hitam di wilayah Timur.

Tapi yang di atas hanyalah cerita manis. Tidak semua general manager mempunyai keanalitisan atau keberuntungan seperti orang-orang di atas. Masih ingat dengan David Kahn? GM Minnesota Timberwolves yang berulang kali membuat keputusan tak masuk akal seperti merekrut biang bencana Michael Beasley pada 2010, mendraft pemain antah berantah seperti Johny Flynn, Derrick Williams, Wes Johnson, bahkan mengontrak Darko Milicic. Beruntung ia sudah didepak dan Phil Saunders mampu mengubah bencana yang dibuat Kahn menjadi seperangkat aset istimewa dalam diri Andrew Wiggins, Karl-Anthony Towns dan Zach LaVine.

Nah, satu nama terakhir yang selama beberapa tahun terakhir selalu membuat geleng-geleng kepala adalah Sam Hinkie, presiden tim sekaligus general mananger dari Philadelphia 76ers. Hinkie bergabung dengan 76ers pada tahun 2013, sebelum musim 2013-2014 dimulai. Saat itu, 76ers tengah berada dalam limbo. Mereka baru saja kehilangan banyak pemain penting akibat multi-team trade Dwight Howard semusim sebelumnya. Saat itu 76ers mengakhiri musim dengan rekor 34-48. Mereka gagal lolos ke playoff, Doug Collins mengundurkan diri sebagai pelatih, Tony DiLeo mengundurkan diri sebagai general manager. Dan Hinkie diminta untuk menjadi penelamat Sixers dari limbo ini.

"Saya ingin membangun sebuah organisasi yang hebat dan dapat membuat keputusan-keputusan yang baik. Tugas yang diemban di sini sangat jelas, yakni untuk memenangkan kompetisi ini. Dan penting untuk dapat membuat pilihan draft yang tepat, sehingga kelak (pilihan draft itu) bisa dipakai untuk mendatangkan superstar ke tim ini," jelas Hinkie ketika ia ditunjuk pada tahun 2013.

Hinkie memulai dengan sebuah mindset yang saat itu terlihat tepat untuk Sixers. Ia memutuskan untuk men-trade Jrue Holiday ke New Orleans Pelicans untuk sebuah draft pick, yakni center Nerlens Noel, ia juga mendaftarkan Michael Carter Williams di posisi point guard. Dan tiga game pertama di musim 2013-2014 seperti berpihak pada Hinkie, Sixers mengalahkan Miami Heat dan Chicago Bulls, rekor awal mereka pun 3-0. Tapi rekor ini tak bertahan lama karena pada akhir musim, Sixers berakhir dengan 19-63, rekor yang sudah terprediksikan oleh Hinkie. Pada tengah musim Hinkie juga mentrade Lavoy Allen, Evan Turner, Spencer Hawes, dan naasnya Nerlens Noel tak bisa bermain di musim ini karena proses penyembuhan cedera.

Pada draft day 2014, Sixers mendapat urutan ketiga dan mendaftarkan Joel Embiid sebagai pilihan mereka. Ya, Joel Embiid adalah center dari Kansas Jayhawks yang digadang-gadang sebagai the next Hakeem Olajuwon. Juga Dario Saric, pemain asal Euroleague.

"Pemain seperti Joel ini langka, karena dengan tubuh menjulangnya ia punya banyak talenta dan mindset defense yang baik. Dan Dario adalah pemain yang sangat komplit serta punya segudang pencapaian di tingkat internasional."

Ya, dengan draft nomor satu dan kedua sudah jelas dimiliki oleh Andrew Wiggins dan Jabari Parker (saat itu mereka dikomparasikan dengan Lebron dan Carmelo), maka keputusan Hinkie pada draft tahun 2014 adalah keputusan tepat terutama dalam proyek team rebuildingnya.

Tapi, semua tidak sesederhana yang direncanakan Hinkie. Joel Embiid terpaksa vakum semusim akibat cedera pada kakinya, Dario Saric baru bisa bergabung di 2016 ketika masa baktinya di Liga Eropa berakhir. Jadilah musim 2014-2015 ditunggangi oleh Carter Williams dan Nerlens Noel.

Hasilnya? Tak baik. Sixers memulai musim dengan rekor 0-16, terburuk dalam sejarah franchise. Esoknya, Spurs membuat mereka terbenam dengan rekor 0-17, dan hanya satu perlu kekalahan lagi untuk membuat mereka tercatat dalam rekor sebagai tim kedua yang memulai musim dengan 18 kali kekalahan beruntun. Tapi untungnya mereka berhasil mengalahkan Timberwolves di pertandingan 18, dan rekor mereka tertahan di 1-17.

Dan entah apa yang ada di benak Hinkie, pada pertengahan musim ia mentrade pemain andalan mereka Michael Carter Williams ke Milwaukee Bucks. Dan, seperti dugaan, mereka mengakhiri musim lebih buruk dari sebelumnya, 18-64. Rekor kedua terburuk dalam sejarah Sixers sejak 20 tahun terakhir. Hadiahnya? Urutan draft pick nomor 3 di tahun 2015.

Kali ini, Hinkie kembali membuat sensasi, dengan memilih Jahlil Okafor, center dari Duke University. Ingat, Sixers telah punya dua bigman potensial sebelumnya, Nerlens Noel dan Joel Embiid, apakah perlu mendaftarkan seorang center baru lagi?

"Berhasil memilih pemain seperti Jahlil adalah keberuntungan buat kami. Ia jelas tipikal center klasik yang jarang ditemukan lagi di liga. Dengan kemampuannya di bawah ring ia bisa memaksa lawan untuk mendouble-teamnya, sesuatu yang langka yang jarang dimiliki bigman di era ini."

Dan seiring musim berjalan, argumen Hinkie tidaklah salah. Jahlil membuktikan kapasitasnya sebagai seorang oldschool bigman yang punya footwork dan kemampuan menyerang di paint area yang hebat. Tapi ini semua tidak datang dengan harga murah.

Kemampuan dan kedewasaannya di lapangan tidak diimbanginya di luar lapangan. Jahlil yang masih berusia 19 tahun ditangkap ketika ngebut di New Jersey. Tak berapa lama, ia diketahui terlibat aktivitas berbahaya yang memaksanya untuk didampingi security guard ketika berada di publik. Dan terkuak di TMZ sebuah video yang menunjukkan kalau Jahlil terlibat perkelahian pada bulan November di Boston.

Ya, seandainya saja Hinkie mampu mempertimbangkan sifat dan tabiat si pemain sebelum draft day, atau memikirkan kebutuhan tim, mungkin ia bisa bernasib lebih baik. Seperti memilih Devin Booker, Myles Turner, Justise Winslow, atau si Latvian sensation, Kristaps Porzingis.

Tak tahan dengan situasi yang mereka hadapi, akhirnya pemilik Sixers, Josh Harris, memutuskan untuk merekrut Jerry Colangelo untuk menjadi penasihat tim. Jerry Colangelo adalah sosok yang mengorganisir tim basket USA selama beberapa tahun terakhir.

"Saya diminta tolong oleh Josh untuk melihat apa yang salah dengan tim ini. Dan dari apa yang saya lihat, banyak sekali yang perlu dibenahi. Dan saya rasa saya punya banyak hal untuk saya bagi dengan Sam Hinkie," ungkap Colangelo pada Desember 2015 ketika ia resmi menjabat penasihat Sixers.

Namun keberadaan Colangelo justru menjadi beban bagi Sam Hinkie, dan tanpa diduga, ia mengundurkan diri sebagai general manager dan presiden tim Sixers pada 7 April 2016. Dalam sebuah suratnya, Hinkie menyampaikan alasannya.

"Dengan segala situasi dan keadaan yang berjalan seperti sekarang, saya tidak lagi merasa mampu untuk membuat keputusan yang baik terutama bagi organisasi ini dan para investor. Jadi, saya pikir langkah yang akan saya ambil adalah mundur, dan telah saya putuskan."

Pemilik, Sixers, Josh Harris mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan sepihak dari Hinkie ini.

"Sujujurnya kami kecewa dengan keputusan Sam, namun kami ingin mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah ia berikan selama ini bagi tim ini."

Dugaan yang berkembang, Sam Hinkie cukup tertekan dengan situasi yang ada di Sixers terlebih lagi setelah Bryan Colangelo, yang merupakan anak dari Jerry Colangelo, digosipkan tengah dalam negosiasi dengan Sixers untuk menempati posisi eksekutif di musim depan.

Selama hampir tiga musim berada di bawah kendali Hinkie, Sixers memang amat terpuruk. Total rekor mereka 47-195 atau persentase kemenangannya setara .186%, terburuk dalam rentan 3 musim dalam sejarah NBA.

Gambar: Yahoo/AP.

 

Komentar