Pada 1987, Reebok mengakuisisi Ellesse, perusahaan Italia pembuat perlengkapan ski. Mereka memiliki sepatu ski yang bisa memompa ketebalan bantalan. Hal ini memberi keleluasaan bagi penggunanya untuk mengatur sendiri seberapa empuk sepatu yang ia pakai. Prinsip itu kemudian dibuat dalam Reebok Insta Pump Fury, sepatu olahraga yang jadi idola era 1990-an dengan teknologi Pump. Inilah apa yang terjadi di dapur pembuatan sepatu tersebut.
Sebagian besar produksi sepatu kini dikerjakan mesin walau sebagian proses masih diselesaikan oleh tenaga terampil. Hal ini masih dilakukan Reebok. Bahkan, lebih banyak proses yang dilakukan manusia dibandingkan mesin. Setidaknya, ada 100 orang pekerja yang menangani seluruh produksi Insta Pump Fury.
Sketsa Reebok Insta Pump Fury karya Steven Smith.
Steven Smith selaku desainer Insta Pump Fury memiliki pemahaman yang jadi dasar pembuatan sepatu ini. “Pada dasarnya, kaki kanan dan kiri manusia itu diciptakan berbeda. Untuk itu, dibutuhkan sepatu yang mengakomodasi perbedaan itu,” ujarnya kepada DeFY. Dari sana, ia fokus dalam pembuatan sepatu ringan dengan bantalan yang bisa diatur sesuka hati.
Sebelum bekerja untuk Reebok, Smith adalah otak di balik desain beberapa sepatu New Balance. Ia tercatat ikut andil perumusan desain seri 574, 996, 997, dan 1500. Ia mengungkapkan bahwa inspirasi desain Insta Pump Fury datang dari New Balance Super Comp, sepatu lari yang pernah ia gunakan semasa kecil.
Edisi pertama Insta Pump Fury menerapkan warna kuning menyala dengan aksen merah dan hitam. Paduan warna itu bertujuan untuk menarik perhatian khalayak ramai. Paul Litchfield selaku penanggung jawab proyek ini menceritakan apa yang ia lihat saat perilisan perdana Insta Pump Fury pada Sole Collector. “Ada sekitar 50 orang yang melihatnya dan berkata ingin membelinya. Di sisi lain, ada 50 orang juga yang mengatakan bahwa sepatu itu berpenampilan kurang baik. Itu artinya, ada 100 orang yang memberi perhatian pada Insta Pump Fury. Hal itu cukup bagi kami untuk membuktikan bahwa masyarakat telah menyadari keberadaan Insta Pump Fury,” ujarnya.
Dengan teknologi Pump di bagian atas, ditambah sol Hexalite di bagian bawah, Insta Pump Fury menghadirkan kenyamanan bagi penggunanya. Sebagai penguasa pasar, Nike merasa terganggu. Hal ini dibuktikan dengan perilisan sepatu berkonsep sama dengan Pump. Nike mencoba geser eksistensi Pump dengan merilis Nike Air Pressure, Nike Air Command Force, Nike Air Force 180 Pump pada 1994. Walau begitu, Reebok masih kokoh sebagai pencetus sepatu yang bisa mengatur ketebalan bantalan sesuka hati.
Foto: Woody untuk Sneaker Freaker