Ngabuburit sudah menjadi budaya pada masyarakat Indonesia. Ngabuburit, yang berarti menunggu magrib, menjadi sebuah kegiatan yang hampir tak terlewatkan bagi orang-orang yang puasa di bulan Ramadan. Bahkan tidak jarang, mereka yang tidak puasa pun ngabuburit untuk mengisi waktu luang.
Sejak kecil, saya senang jalan-jalan ke kota (karena saya orang kampung) untuk ngabuburit bersama keluarga. Namun, seiring bertambahnya usia, terutama setelah mengenal bola basket lebih dekat ketika SMP, saya memilih untuk ngabuburit di lapangan basket atau sekadar membaca hal-hal berbau basket—buku komik salah satunya (saya sebut “buku” untuk membedakan buku komik dengan komik web atau komik digital).
Ngabuburit dengan buku komik, bagi saya, cukup “membunuh waktu”. Ketika membaca lembar demi lembar buku itu, waktu seolah berjalan tanpa terasa; tiba-tiba saja adzan magrib sudah berkumandang.
Dengan pengalaman itu, saya jadi merasa perlu untuk membagikan sedikitnya tujuh buku komik (saya hanya ingat tujuh) yang pernah saya baca—dulu waktu masih anak remaja—sebagai teman ngabuburit.
Berikut daftar rekomendasi buku komik basket yang pernah saya baca. Saya urutkan dari yang paling saya suka, di antaranya:
Harlem Beat
Dalam buku komik Harlem Beat, saya paling suka dengan tokoh Masahiro Sawamura. Bagi saya, Sawamura adalah tokoh paling berkarakter di sini. Ia merupakan tipe pemain yang penuh trik meski staminanya kurang baik. Namun, dengan kemampuannya membaca pertandingan, ia bisa menyiasati kekurangan tersebut.
Sawamura berteman baik dengan tokoh utama, Toru Naruse. Sang tokoh utama sebenarnya juga cukup unik. Pada awalnya, Naruse sama sekali tidak bisa bermain basket. Namun, ia punya bakat luar biasa berupa daya lompat yang mirip Air Jordan-nya Michael Jordan. Dari situ, ia pun mulai mengembangkan bakat basketnya di jalanan bersama Sawamura dan dua rekan lain yang tergabung dalam tim Scratch.
Dari jalanan, Naruse membawa bakat dan minat basketnya ke sekolah. Jadi, ceritanya tidak hanya berkisar di jalanan melainkan juga di kompetisi antarsekolah. Hal inilah yang membuat saya menaruh Harlem Beat sebagai buku komik nomor satu yang pernah saya baca. Karena ceritanya bervariasi; dari jalanan dengan kultur popnya ke kompetisi antarsekolah yang cukup serius. Sayangnya, Yuriko Nishiyama, pengarang buku ini, memilih akhir cerita yang buruk. Saya kurang pas dengan akhir cerita yang menggantung.
Seperti apa akhir ceritanya? Tentu saja rahasia!
Slam Dunk
Rasanya tidak afdal jika menyingkirkan Slam Dunk dari deretan teratas buku komik basket yang saya suka. Bagaimanapun, Slam Dunk memberikan pengalaman tepermanai bagi saya. Mereka memiliki jalan cerita yang unik, karena disamping basket ada intrik-intrik kehidupan anak muda di dalamnya. Bagi saya, kisah cinta Hanamichi Sakuragi kepada Haruko dan Ryota Miyagi kepada Ayako menjadi bumbu yang seringkali mengocok perut.
Dalam buku ini, saya menyukai tokoh Hisashi Mitsui, seorang penembak jitu yang mengalami cedera lutut. Ia sempat berhenti bermain basket sampai akhirnya bergabung kembali ke tim sekolah Shohoku bersama Sakuragi, Miyagi, Kaede Rukawa, Kiminobu Kogure, dan Takenori Akagi. Mitsui adalah satu-satunya tokoh fiksi yang membuat saya tertarik melatih tembakan tripoin.
Kendati demikian, cerita dalam buku karya Inoue Takehiko ini tentu saja lebih sering berkutat pada sang tokoh utama—Hanamichi Sakuragi. Ia yang awalnya hanyalah seorang preman berambut merah, tertarik bermain basket karena jatuh cinta pada Haruko yang notabene adik dari kapten Shohoku, Takenori Akagi alias Gori. Dari sana, ia pun mulai ikut berkompetisi dengan tim-tim jagoan di prefektur Kanawaga sampai ke Interhigh.
Seingat saya, tidak ada satu episode pun yang tidak mengocok perut.
Dear Boys
Dear Boys merupakan buku komik karya Hiroki Yagami yang dibagi ke dalam tiga seri: Dear Boys: The Early Days, Dear Boys: Act II, dan Dear Boys: Act III. Meski dibagi, ceritanya menyambung dari satu seri ke seri lainnya.
Cerita Dear Boys berkutat pada kehidupan anak-anak SMA yang senang bermain basket. Kazuhiko Aikawa, sang tokoh utama, pindah ke sebuah sekolah bernama SMA Mizuho untuk menghidupkan kembali tim basket di sana. Apalagi tim basket di sekolah itu hampir bubar lantaran kekurangan pemain, terutama setelah pelatih mereka bertengkar dengan garda utama: Takumi Fujiwara.
Saya menyukai tokoh Fujiwara di dalam buku ini. Bagi saya, Fujiwara adalah perwujudan dari seorang garda utama berjiwa pemimpin yang dibutuhkan sebuah tim basket sekolah. Ia memang berada di bawah radar (underrated), terutama jika disandingkan dengan Aikawa, tetapi kemampuannya justru vital dalam membawa tim ini untuk berkembang di tiap kejuaraan.
Menariknya lagi, buku ini tidak hanya berfokus pada Mizuho, tetapi tim-tim lain yang berhubungan dalam satu cerita. Sehingga pembaca rasanya seperti diajak menjelajah kepingan-kepingan cerita yang menjadi satu.
Fight no Akatsuki
Fight no Akatsuki adalah buku komik yang sarat perjuangan. Akatsuki, sang tokoh utama, bersama karibnya Kiyoharu (Kiyo-chan) bermain di sebuah sekolah yang tidak punya tim basket. Mereka hanya berlatih satu lawan satu, sehingga pada suatu waktu, mereka pun pindah ke sekolah lain.
Di sekolah barunya, Kiyo-chan berhasil menembus tim B dengan kemampuannya yang serba bisa. Sementara itu, Akatsuki justru terlempat ke tim F yang dipercaya sebagai tim gagal (failed) lantaran ia hanya pandai melantun bol—kemampuan melantunnya luar biasa, tetapi ia tidak bisa menembak sama sekali. Kendati begitu, Akatsuki tidak menyerah pada nasib. Ia terus bekerja keras dan selalu tersenyum meski nasib seolah menelantarkannya.
Dengan latar belakang itu, cerita pun berkisar pada permasalahan Akatsuki di tim F. Ia bersusah payah untuk “naik tingkat” dengan kemampuan yang telah ia latih. Dari hanya pandai melantun, ia belajar menembak supaya bisa mengalahkan tim Kiyo-chan.
Cross Over
Buku komik Cross Over menceritakan seorang anak SMA bernama Ogata Natsuki yang sangat mencintai basket. Anak ini memiliki minat tinggi kepada basket meski tubuhnya terbilang pendek untuk ukuran seorang pebasket.
Awalnya, Ogata hendak bergabung dengan tim SMA Fujiwara Academy. Namun, sebuah kejadian membuatnya urung mendaftar ke sana. Saat itu, ia menonton pertandingan ekshibisi antara St. Mariannu dan Fujiwara Academy. Di tengah-tengah pertandingan, pemain St. Mariannu cedera dan tak bisa melanjutkan permainan. Ogata kemudian menggantikannya supaya pertandingan bisa berlanjut. Sejak itulah Ogata merasa dirinya cocok bermain di St. Mariannu meski tahu tim itu bukanlah tim kuat. Akan tetapi, ia tetap bergabung supaya bisa mengalahkan Fujiwara Academy yang notabene tim kuat dalam cerita itu.
Buzzer Beater
Setelah sukses menelurkan Slam Dunk, Takehiko Inoue kembali menelurkan karyanya yang bertema basket berjudul “Buzzer Beater”. Pada mulanya, ia merilis Buzzer Beater dalam bentuk digital (komik web) bersama ESPN pada 1997 dengan terjemahan empat bahasa: Jepang, Inggris, Cina, Korea. Lalu, seiring berjalannya waktu, ia pun memutuskan untuk menerbitkan Buzzer Beater ke dalam buku.
Kendati begitu, Buzzer Beater tidak menuai kesuksesan sebesar Slam Dunk yang terdaftar sebagai salah satu buku komik (manga) dengan penjualan tersukses (sekitar 121 juta kopi). Mungkin karena ceritanya yang terlalu memanjakan fantasi.
Cerita berkisar pada riwayat tokoh utama bernama Hideyoshi Tanaka. Ia merupakan seorang pemain fenomenal yang terpilih di tim Earth All-Star karena kecepatan manusia supernya. Ia dengan timnya lalu menantang tim-tim antargalaksi untuk memenangkan kejuaraan.
Kuroko no Basket
Sebenarnya saya kurang pas dengan buku komik Kuroko no Basuke karena—seperti Buzzer Beater—terlalu memanjakan fantasi. Sehingga Tadatoshi Fujimaki, sang penulis dan ilustrator, bagi saya, gagal menghadirkan basket yang sebenarnya. Namun, dalam titik tertentu, ternyata buku ini masih bisa dinikmati.
Saya kagum dengan imajinasi sang pengarang dalam menciptakan tokoh utamanya, Kuroko Tetsuya, yang memiliki kemampuan unik. Kehadiran Tetsuya sulit terdeteksi, sehingga ia mampu menjadi pemain keenam (sixthman) berjuluk manusia bayangan. Kuroko dulunya merupakan anggota keenam dari Generasi Keajaiban yang memenangkan kejuaraan SMP. Setelah lulus, generasi itu bubar dan berpencar ke sekolah-sekolah di Jepang.
Ketika bergabung dengan tim SMA Seirin, Kuroko bertemu dengan Kagami Taiga yang kemudian menjadi pemain andalan mereka. Kuroko-Kagami pun menjadi duet andalan yang membawa Seirin melawan satu per satu pecahan Generasi Keajaiban yang kini menjadi anak-anak SMA yang tersebar di berbagai tim sekolah.
Foto: Manga Reader