Tiap tahun, ada enam penghargaan individu diberikan oleh NBA kepada pemain dan pelatih yang dianggap menjadi yang terbaik di beberapa kategori. Nominasi tiga besar sendiri adalah hasil pengerucutan dari pungutan suara yang dilakukan oleh beberapa pengamat dan media basket yang dipilih oleh NBA berdasarkan penampilan individu di musim reguler.

Sejak tahun lalu, NBA telah mengubah cara pemberian gelar-gelar individu tersebut. Bila sebelumnya gelar-gelar tersebut diberikan saat musim sedang berlangsung dengan upacara penyerahan ala kadarnya di dalam lapangan, musim lalu NBA menghelat acara bertajuk NBA Awards yang serupa dengan acara-acara penghargaan besar di Amerika Serikat seperti Piala Oscar dan Grammy Awards.  

Untuk gelaran tahun ini, NBA Awards akan diselenggarakan 25 Juni 2018 mendatang, empat hari seusai NBA Draft. Tempat yang dipilih adalah Barker Hangar, Santa Monica, California Amerika Serikat. Terbaru, Rabu malam, 16 Mei 2018, NBA baru saja mengumumkan tiga kandidat dari masing-masing enam kategori penghargaan individu.

Salah satu kategori yang diperlombakan bertajuk Most Improved Player. Ketegori ini ditujukan bagi mereka-mereka yang mampu menunjukkan peningkatan permainan secara signifikan dari musim sebelumnya. Giannis Antetokounmpo dan C.J. McCollum menjadi peraih penghargaan ini di dua musim terakhir. Danny Granger, Jimmy Butler, Paul George, Gilbert Arenas, hingga Tracy McGrady juga pernah menjadi pemain-pemain yang dianugerahi gelar ini.

Mainbasket mengulas tiga kandidat peraih gelar tersebut beserta perjalanan mereka dalam dua musim terakhir. Mari kita mulai!

Clint Capela

Houston Rockets menjalani musim terbaik mereka di NBA sejak menjadi juara terakhir kali pada tahun 1995. Kedatangan Chris Paul sebagai tandem James Harden di barisan lapangan belakang (backcourt) menjadi kekuatan utama Rockets dalam merengkuh kemenangan demi kemenangan. Selain Rockets, Clint Capela juga mendapatkan keuntungan sendiri sejak kedatangan kedua pemain ini.

Capela yang sudah bermain di NBA selama empat musim, kini menjadi pilihan utama Mike D’Antoni untuk mengisi posisi senter. Sebelumnya, ia masih harus bersaing dengan pemain-pemain veteran seperti Dwight Howard dan Nene Hilario. Seiring dengan “naik pangkat” tersebut, menit bermain yang diterimanya juga meningkat. Pemuda yang lahir di Swiss ini musim lalu bermain dengan rata-rata 23,9 menit per laga. Sementara musim ini, dari 74 laga yang ia mainkan, rata-rata Capela bermain selama 27,5 menit per laga.

Selain bertambahnya menit bermain, Capela juga sangat diuntungkan dengan pola permainan yang diterapkan oleh D’Antoni. Pelatih yang pernah menangani Los Angeles Lakers dan New York Knicks tersebut bermain dengan banyak pola isolasi (isolation) dan pick and roll. Pola tersebut memang bukan ditujukan untuk Capela, pola tersebut diberlakukan untuk dua poros utama Rockets: Harden dan Paul.

Akan tetapi, dengan pola tersebut, kedua pemain tadi berhasil memancing lebih dari satu pemain untuk menjaga mereka. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh Capela yang menunggu di sekitar area kunci. Melihat kondisi tersebut, Harden dan Paul akan dengan leluasa memberikan umpan kepada Capela yang tak terkawal untuk menceploskan bola.

Pola tersebut membuat rerata untuk urusan poin per laga bertambah dari musim lalu. Musim lalu, ia menorehkan 12,6 poin per laga sementara musim ini naik menjadi 13,9 poin per laga. Nyaris semua poin yang dicetak oleh pria berusia 24 tahun tersebut datang lewat under basket, layup, ataupun slam dunk. Total dari 441 tembakannya yang menemui sasaran, 440 di antaranya ia cetak di area kurang dari 10 kaki dengan ring.

Selain poin, akurasi Capela juga meningkat dengan sistem tersebut. Musim lalu ia mencatatkan akurasi tembakan 64,3 persen dari rata-rata 8,7 percobaan menembak tiap laga. Musim ini, dari 9,1 percobaan menembak, akurasi Capela mencapai 65,2 persen.

Di sisi rebound, Capela juga mengalami peningkatan. Hebatnya, peningkatan dari 8,1 menjadi 10,8 rebound per laga tersebut membuatnya membukukan rataan dobel-dobel sepanjang karirnya. Selain karena tinggi badannya yang mencapai 208 sentimeter, Capela memang cukup cekatan menghalau lawan saat berebut rebound dan membaca arah memantulnya bola.

Spencer Dinwiddie

Badai cedera yang menerpa Brooklyn Nets menjadi berkah tersendiri bagi Spencer Dinwiddie. Kehilangan Jeremy Lin di laga pertama akibat cedera lutut yang kemudian disusul oleh cedera serupa yang menerpa D’Angelo Russell, membuat Dinwiddie yang dalam tiga musim sebelumnya hanya menjadi pemain utama (starter) sebanyak 18 kali, menjadi pemain utama sebanyak 58 kali musim ini.

Hal tersebut benar-benar tak disiakan oleh Dinwiddie. Mendapatkan jatah bermain rata-rata selama 28,8 menit per laga, pria berusia 25 tahun ini mencatatkan rataan 12,6 poin, 3,2 rebound, dan 6,6 asis per laga. Angka tersebut meningkat dari musim lalu yang hanya 7,3 poin, 2,8 rebound, dan 3,1 asis per laga. Rataan 6,6 asis per laga tersebut membuat Dinwiddie menempati peringkat tujuh pemain dengan rataan asis terbanyak.

Masih berbicara urusan asis, pria kelahiran Los Angeles, California, ini menempati peringkat kedua di NBA untuk urusan assists to turnover ratio. Assists to turnover ratio adalah salah satu statistik yang dicatat untuk melihat bagaimana seorang pemain memaksimalkan setiap penguasaan bola. Cara menghitungnya adalah dengan membagi total asis yang mereka buat dengan jumlah kesalahan sendiri (turnover). Dinwiddie mencatatkan 4,1 assists to turnover ratio. Hanya Darren Collison yang mencatatkan rasio lebih tinggi dengan 4,3.

Meski namanya sudah diungkapkan sebagai finalis Most Improved Player dan cukup mendapatkan apresiasi dari segenap penikmat NBA, Dinwiddie tetap membumi. Dilansir oleh Nets Daily, pria yang setia dengan kumis dan jenggot yang menyambung ini mengnungkapkan bahwa bermain di NBA saja sudah merupakan berkah tersendiri baginya, apalagi memenangi gelar individu.

“Ini memang sebuah peningkatan bagi saya pribadi. Setahun yang lalu, saya masih bergelut di NBA D-League (yang kini G League) dan tak ada satu pun tim NBA menginginkan saya. Saya cukup bangga dengan gelar ini tapi tak ingin terlalu berharap lebih, kandidat yang lain juga menampilkan peningkatan perfroma yang apik musim ini,” jelas Dinwiddie.

“Saya pikir tak seorang pun berpikir saya akan mencapai titik ini saat musim dimulai. Jadi semua ini sudah sangat melebihi ekspetasi semua orang, termasuk saya. Ingatkan saya bila saya salah, saya rasa banyak orang memprediksi saya tak akan bermain lebih dari 15 menit per laga di awal musim. Semua ini tentang berkembang lebih baik tiap harinya, saya bangga,” tutup Dinwiddie.

Victor Oladipo

Berpindah tim sebanyak tiga kali dalam tiga musim terakhir tak selalu disikapi dengan baik oleh pemain-pemain NBA. Banyak pemain yang mengira bahwa dirinya tak lagi diharapkan atau tidak lagi mampu bersaing dengan pemain-pemain lain di NBA. Akan tetapi, hal tersebut tak berlaku untuk garda Indiana Pacers, Victor Oladipo.

Berstatus sebagai pilihan kedua secara keseluruhan pada NBA Draft 2013, ekspetasi tinggi langsung tersemat pada Oladipo. Musim pertamanya bersama Orlando Magic, ia tak langsung menjadi pilihan utama pelatih. Di posisi yang sama, Magic memiliki deretan pemain seperti E’Twaun Moore dan Aaron Afflalo yang lebih berpengalaman. Hal tersebut membuat Oladipo hanya bermain sebagai starter sebanyak 44 kali dari 80 laga.

Tiga musim bersama Magic, Oladipo masuk dalam paket pertukaran Magic dan Oklahoma City Thunder musim lalu. Ia bersama Domantas Sabonis menjadi pemain Thunder sementara Serge Ibaka menjadi pemain Magic. Bersama Thunder, Oladipo diharapkan menjadi bantuan sepadan bagi bintang mereka, Russell Westbrook. Nyatanya tak demikian, bersama Thunder, angka-angka rataan Oladipo justru menurun ketimbang dengan musim terakhirnya bersama Magic. Ia menorehkan 15,9 poin, 4,3 rebound, dan 2,6 asis per laga bersama Thunder, sementara musim sebelumnya ia mencatatkan 16,0 poin, 4,8 rebound, dan 3,9 asis.

Tak terlalu impresif, Oladipo kembali masuk ke paket pertukaran lagi bersama Sabonis. Keduanya dikirim ke Pacers agar Thunder mendapatkan Paul George. Bersama Pacers, semua keadaan berubah bagi Oladipo. Dengan sederet pemain berusia muda yang mengisi barisan pemain Pacers, Oladipo secara tak langsung didapuk sebagi poros utama tim ini.

Mengemban tugas tersebut, Oladipo tak mau setengah-setengah. Sebelum musim dimulai, Oladipo menunjukkan bahwa ia berlatih cukup keras untuk membuat tubuhnya jauh lebih baik dari musim sebelumnya. Benar saja, Oladipo yang mencatatkan rataan menit bermain tertinggi sepanjang karirnya musim ini dengan 34,0 menit per laga tampil sebagai top skor tim dengan 23,1 poin, 5,2 rebound, dan 4,3 asis per laga. Akurasinya musim ini juga merupakan yang tertinggi dari empat musim sebelumnya dengan 47 persen. Tak hanya menyerang, Oladipo juga cukup aktif membantu tim dalam bertahan. Tercatat ia membukukan rata-rata 2,4 steal per laga.

Peningkatan drastis Oladipo tersebut membawa dirinya menjadi pemain yang paling dijagokan untuk meraih gelar ini. Pun begitu, belum ada yang tahu pasti siapa yang akan mendapatkan gelar ini sebelum acara NBA Awards digelar 25 Juni mendatang. Jadi, siapa pilihan kalian?

Foto: NBA

Komentar