Michael Jordan disebut-sebut sebagai yang terbaik sepanjang masa. Karir basketnya gemilang dengan enam kali juara NBA. Belum lagi gelar-gelar lainnya yang menambah sesak daftar penghargaan. Ia sudah terkenal bahkan jauh sebelum media sosial marak digunakan seperti dewasa ini. Akan tetapi, andai di zaman itu media sosial sudah lazim digunakan, para pandit mengira namanya akan bersaing dengan Hakeem Olajuwon.

Seperti ditulis Gary Meenaghan di The National, misalnya. Ia mengatakan, andai Olajuwon hidup di zaman media sosial, mungkin sang pemain akan menjadi atlet yang paling terkenal. Pasalnya, selama 18 tahun berkarir di NBA, Olajuwon telah menjadi legenda yang banyak menginspirasi orang. Bagaimanapun, ia adalah orang pertama yang mampu menyabet gelar juara NBA, pemain terbaik NBA, pemain terbaik final, dan Defensive Player of the Year di satu musim yang sama (1994).

Bukan hanya itu, ternyata di balik kesuksesannya meraih semua gelar yang ia punya hari ini, ada kisah yang luar biasa. Alkisah, ketika Ramadan tiba di Amerika Serikat, Olajuwon yang masih aktif kala itu bermain dengan Houston Rockets sambil berpuasa. Kebetulan Ramadan saat itu jatuh pada 1 Februari 1995, dan NBA masih bergulir. Menariknya, di bulan itu juga ia meraih penghargaan NBA Player of the Month.

“Saya selalu merasa kasihan kepadanya,” kenang Robert Horry, rekan Olajuwon di Houston Rockets (1992-1996), seperti dikutip The National.

“Saya tidak mengatakan itu dalam maksud buruk, tapi ketika bermain di NBA, kami sangat membutuhkan banyak energi. Ada 48 menit di setiap pertandingan, dan bermain selama 42 menit dari 48 menit itu tanpa meminum setetes air pun, itu sangat fenomenal.”

Begitulah Olajuwon, sebagai seorang muslim yang taat, ia menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Meski sambil berpuasa sekali pun, dengan menjalankan perintah-Nya, ia merasa bisa lebih hebat dari siapa pun. Katanya, Ramadan memiliki banyak tantangan yang harus ia jawab sendiri.

“Jika orang-orang makan dan minum di depanmu, iman seorang muslim semestinya semakin kuat. Itulah maksud dari Ramadan,” jelas pria kelahiran Lagos, Nigeria, 21 Januari 1963 ini.

Kini, di usianya yang sudah 55 tahun, ia tinggal di Yordania bersama keluarganya. Ketika ia membagikan ceritanya di sana, orang-orang berpikir kalau apa yang ia lakukan itu gila. Akan tetapi, Olajuwon percaya, puasa tidak membuat seseorang menjadi lemah melainkan kebalikannya; Ramadan membuatnya perkasa. Ia sudah membuktikannya sendiri dengan prestasi, sebab pada 1995—ketika ia puasa satu bulan penuh pada Februari silam itu—Olajuwon juga menyabet gelar juara NBA dan pemain terbaik final.  

Menariknya lagi, meski hidup sebagai orang yang taat, Olajuwon selama berpuasa tidak pernah gila hormat. Ia tidak pernah meminta rekan-rekan setimnya untuk tidak makan-minum di depannya. Ketika pertandingan berlangsung dulu kala, kata Robert Horry, mereka bebas menenggak minum. Sementara itu, Horry dkk. menghormati agama yang dianut Olajuwon dengan mengatur latihan sesuai waktunya beribadah.

“Apa pun yang Dream (Hakeem Olajuwon) inginkan, kami akan lakukan,” tegas Horry.

Maka, dengan itu pula Olajuwon telah menunjukkan kepada orang-orang bahwa Ramadan adalah bulan penuh berkah. Ramadan ada untuk menguji keimanan seorang muslim. Ia tidak meminta untuk dihormati ketika puasa, tetapi orang-orang justru menghormatinya, karena ia tahu bahwa kontrol diri untuk menaati perintah-Nya justru terletak pada keimanannya sendiri.

Jika semua orang memahami semangat Olajuwon dalam berpuasa, bukan tidak mungkin warteg-warteg masih buka di siang hari, terutama untuk melayani orang-orang yang tidak berpuasa, dan tidak ditutup paksa.  

Foto: NBA

Komentar