Suatu waktu, Fernando Torres pernah mengaku menyukai sepak bola karena serial kartun Captain Tsubasa. Ia terinspirasi untuk bermain di tingkat profesional bermula dari menonton tokoh fiksi. Namun, tokoh-tokoh dalam serial kartun itu sendiri sebenarnya terinspirasi dari kehidupan nyata; dari orang-orang yang sebenarnya ada. Maka jika melihat dari sudut itu, bolehkah saya menyebut dua dunia ini (fiksi dan nyata) pada akhirnya memang saling menginspirasi?
Jika sepak bola memiliki Captain Tsubasa, dunia bola basket tentu beda lagi. Saya kira para pecinta olahraga ini lebih mengenal serial kartun Slam Dunk daripada kartun bertema basket lainnya. Selain karena ceritanya yang masuk akal (bandingkan dengan Kuroko no Basuke yang terlalu memanjakan fantasi pemirsanya), Slam Dunk memiliki tokoh-tokoh dengan karakter unik yang sulit dilupakan. Apalagi mereka memang terinspirasi dari pemain-pemain NBA zaman dulu.
Hanamichi Sakuragi, misalnya, bagi saya selalu menjadi tokoh utama yang begitu kuat; bukan hanya karena tampilannya (saya selalu ingat rambut merahnya), tetapi juga karena kebodohannya yang seringkali menggelitik menjadikan kartun ini asyik ditonton. Selain itu, Sakuragi membuat saya ingat kepada Dennis Rodman. Kedua pemain (fiksi dan nyata) ini tampak memiliki karakter yang sama, dan kemungkinan besar Sakuragi memang terinspirasi dari legenda NBA tersebut.
Kendati demikian, Sakuragi bukanlah satu-satunya tokoh yang saya ingat. Saya sebenarnya lebih menyukai tokoh Hisashi Mitsui, penembak jitu tim sekolah Shohoku sekaligus rekan setim Sakuragi. Saya menyukainya lantaran ia pandai menembak tripoin, dan selalu membayangkan diri saya sebagai penembak jitu seperti Mitsui. Pemain Shohoku bernomor punggung 14 itu sempat menginspirasi saya untuk latihan menembak jarak jauh ketika masih rutin bermain basket—dulu, sebelum “negara api menyerang”.
Kini, ketika saya kembali menonton Slam Dunk, sekali lagi saya memiliki pengalaman tak permanai yang menginspirasi saya menulis tulisan ini. Jika dulu saya selalu membayangkan tokoh-tokohnya sebagai pemain NBA, kini saya justru membayangkan mereka sebagai pemain Indonesia. Fantasi liar ini tak terbendung, terutama ketika melihat pemain-pemain IBL berlaga selama tiga tahun belakangan dengan persfektif yang lebih dekat.
Dari kiri ke kanan: Kaede Rukawa, Hisashi Mitsui, Ryota Miyagi, Takenori Akagi, dan Hanamichi Sakuragi. Foto: lixiaoyaoII via DevianArt
Dengan demikian, inilah pengandaian tokoh Slam Dunk (lebih tepatnya pemain Shohoku) dan pemain Indonesia versi saya:
Ryota Miyagi | Kelly Purwanto
Ryota Miyagi terkenal sebagai garda utama yang tidak hanya piawai melantun bola, tetapi juga pandai memberikan umpan-umpan yang memudahkan rekannya mencetak angka. Bagi saya, tidak ada satu pun pemain yang mendekati karakter bermain Miyagi selain garda utama BSB Hangtuah—Kelly Purwanto. Dari posisinya saja mereka sudah sama-sama garda utama.
Selain itu, seperti Miyagi, Kelly piawai melantun dan mengoper bola untuk memudahkan rekan-rekannya mencetak angka. Kadang-kadang bahkan dengan cara yang aneh tetapi menghibur layaknya menonton sirkus; membuat penonton berdiri sejenak untuk memberikan tepuk tangan. Namun, bagi saya, perawakan mereka berdualah yang membuat saya selalu menyamakan keduanya: kecil dan cepat.
Kendati demikian, ada perbedaan besar antara Miyagi dan Kelly di luar perawakan dan gaya bermain mereka. Bagaimanapun, di luar lapangan, Kelly punya lebih banyak penggemar perempuan daripada Miyagi. Apalagi Miyagi memegang rekor ditolak perempuan 10 kali dalam setahun, yang rasanya tidak akan terjadi pada seorang Kelly Purwanto.
Hisashi Mitsui | Oki Wira
Sebenarnya saya ingin menyamakan kemampuan tripoin Hisashi Mitsui dengan Sandy Febiansyakh (CLS Knights Indonesia), tetapi rasanya Oki Wira (Stapac Jakarta) lebih mirip perawakannya. Sandy tampak terlalu kurus untuk jadi Mitsui, sementara Oki dengan tinggi 190 sentimeter dan berat sekitar 83 kilogram mendekati tampilan Mitsui (184 sentimeter dan 70 kilogram). Lagi pula, Oki juga terkenal sebagai salah satu garda tembak terbaik Indonesia. Jadi, tak masalah bukan?
Sayangnya, tidak seperti Oki yang tampak sehat, Mitsui memiliki riwayat cedera yang mengganggunya. Mitsui mengalami cedera lutut parah sehingga ia sempat absen di kompetisi antarpelajar. Ketika kembali bermain, ia mengenakan semacam pelindung (knee pad) di kaki kirinya untuk meminimalisasi cederanya.
Takenori Akagi | Adhi Pratama
Takenori Akagi merupakan kapten tim Shohoku. Dengan ketegasannya, ia semacam memiliki kemampuan untuk “mengendalikan” rekan-rekan setimnya supaya disiplin, terutama dalam menghadapi duo Hanamichi Sakuragi dan Kaede Rukawa yang selalu bertengkar. Akagi bagi saya tampak sepeti pemimpin yang kaku, dan bukan sikap itulah yang membuat saya menyamakan Akagi dengan Adhi Pratama (Pelita Jaya Basketball Club). Saya menyamakan Akagi dengan Adhi hanya karena perawakan dan gaya bermainnya di posisi yang sama—senter.
Akagi dan Adhi sama-sama memiliki tinggi 197 sentimeter. Sebagai senter setinggi itu, mereka lebih sering melakukan aksi-aksi di bawah ring daripada bermain seperti pemain besar (bigman) modern. Rasanya, ketika melihat Akagi berebut bola pantul atau berusaha mencetak angka di area kunci, saya seperti sedang melihat Adhi.
Maka, perlukah saya menyebut Adhi dengan sebutan Gori seperti Hanamichi menyebut Akagi dengan nama itu? Rasanya tidak, terutama karena saya takut pada Adhi.
Kaede Rukawa | Tak Teridentifikasi
Sulit mencari padanan tokoh Rukawa ketika menimbang kemampuan bermain basket dan karakternya. Jadi, saya tidak mau terburu-buru menyamakan Rukawa dengan pemain Indonesia mana pun. Bahkan ketika menyamakannya dengan pemain NBA, bagi saya, Rukawa hanya bisa diwakili oleh Kobe Bryant. Oleh karena itu, ada ide siapa pemain Indonesia yang tepat menggambarkan Rukawa?
Hanamichi Sakuragi | Galank Gunawan
Dengan kemampuan mengambil bola pantulnya, sulit untuk tidak menyamakan Hanamichi Sakuragi dengan Galank Gunawan. Apalagi kedua pemain ini menyandang julukan yang sama: King of Rebound. Mereka adalah pemangsa bola-bola pantul yang berani beradu kekuatan untuk mendapatkannya; bertahan sedemikian rupa untuk menyelamatkan wilayahnya dari serangan lawan. Tidak jarang karena tugas itu, mereka harus dikeluarkan karena melakukan pelanggaran lima kali.
Kendati demikian, meski sama-sama temperamen, Hanamichi lebih meledak-ledak daripada Galank. Jika sudah meledak, forwarda Shohoku itu akan tampak konyol dan kenakan-kanan. Galank justru tidak seperti itu; ia tampak keren.
Foto: Slam Dunk Wiki