Lembaga riset busana Fashion Revolution baru-baru ini mengeluarkan hasil penilaian 100 perusahaan busana paling transparan sepanjang 2017. Penilaian itu diambil dari berbagai aspek, mulai dari kebijakan sosial, lingkungan kerja, hingga penanggulangan emisi. Hasilnya, Reebok, adidas, dan Puma masuk ke dalam jajaran perusahaan terbaik. Sementara itu, Amazon, Prada, Ralph Lauren, Chanel, dan Under Armour mendapat skor kurang memuaskan.
Dari penilaian tersebut, hanya ada 55 persen perusahaan yang memenuhi standar kelayakan lingkungan kerja. Dari sekian persen perusahaan yang memenuhi standar kelayakan kerja itu, hanya ada 37 persen yang memenuhi hak asasi manusia dan pekerjanya.
Sayangnya, perusahaan yang mendapat penilaian terbaik pun masih jauh dari standar yang ditetapkan. SGB, salah satu media yang melaporkan penilaian ini menyebutkan, angka dari perusahaan dengan skor terbaik adalah 121,5 (49 persen) dari maksimum 250. Dari hasil penelitian, tak ada satu pun perusahaan yang memenuhi 50 persen kelayakan yang diajukan.
Hasil penilaian lengkap bisa disimak dengan mengklik gambar diatas
adidas dan Reebok mendapat skor 121,5, Mark Spencer 120, dan H&M 119,5. Secara total, ada delapan perusahaan yang meraih skor di atas 40 persen. Sementara itu, ada sembilan perusahaan mendapat nilai di bawah 4 persen. Yang terburuk, Dior, Heilan Home, dan s.Oliver mendapat skor nol karena tidak memenuhi semua standar yang diajukan.
Pendiri lembaga riset Fashion Revolution, Carry Somers, mengatakan bahwa penilaian ini dilakukan untuk kebaikan pelanggan. “Lewat publikasi ini, kami ingin memastikan bahwa uang yang mereka keluarkan (untuk membeli produk) tidak mendukung praktek eksploitasi manusia, pelanggaran hak pekerja, hingga praktek pengrusakan lingkungan hidup,” ujarnya dalam wawancara untuk SGB. Menurutnya, perusahaan harus transparan dalam mengungkap proses produksi.
Pendapat ini diamini direktur Lembaga Perlindungan Pekerja Global Universitas Sean Penn, Dr. Mark Anner. “Sudah waktunya perusahaan-perusahaan itu menunjukkan seperti apa dapur mereka. Sudah waktunya pula bahwa lingkungan kerja mereka kondusif terhadap pekerja saat memproduksi pakaian yang kita pakai,” katanya.
Foto dari udara runtuhnya Rana Plaza yang diambil 13 Mei 2013.
Fashion Revolution adalah lembaga independen yang telah memiliki cabang hampir di setiap benua. Mereka tengah menggaungkan gerakan #whomademyclothes pada 23-29 April 2018. Gerakan ini dilakukan untuk memperingati lima tahun runtuhnya megagedung produksi Rana Plaza di Bangladesh yang membunuh 1138 pekerja dan melukai 2500 lainnya. Sedihnya, lebih dari 50 persen pekerja adalah anak-anak dan perempuan. Rana Plaza adalah komplek pabrik garmen 29 merek-merek kelas atas dunia.
Kejadian ini sontak jadi sorotan ramai. Pemerintah Bangladesh dikecam keras oleh serikat buruh internasional, PBB, serta negara lainnya. Besarnya jumlah korban menunjukkan bagaimana eksploitasi pekerja masih terjadi hingga kini. Kurangnya pengawasan dan tindakan tegas dari pihak terkait membuat praktek ini terus terjadi.
Foto: Flickr