Jamarr Andre Johnson menjawab keraguan banyak orang. Kini, ia bahkan menggapai rekor yang tampaknya tidak akan mudah disamai. Dua kali juara IBL, dan dua kali pula menjadi pemain terbaik (MVP) di final. Sekali bersama Satria Muda Pertamina Jakarta (2017-2018), sekali bersama CLS Knights Surabaya (2016). Sebuah pencapaian hasil kerja keras dan dukungan orang-orang di sekitarnya.
Dan semuanya berawal di bulan Desember 2017.
...
Bulan Desember tahun 2017 lalu, Satria Muda Pertamina Jakarta mengambil keputusan mengganti pemain asing. Garda Kevin Bridgewaters diganti oleh Jamarr Andre Johnson. Menurut kepala pelatih Satria Muda Youbel Sondakh, pergantian ini bertujuan memperkuat barisan pemain besar (bigman) Satria Muda. Jamarr, menurut Youbel, adalah pemain yang serba bisa.
Youbel Sondakh tidak menampik ketika dikonfirmasi bahwa tujuannya memilih Jamarr adalah untuk menghadapi Pelita Jaya di final. Ia hanya tersenyum saja. Seolah menguatkan bahwa apa yang ia visikan empat bulan yang lalu, benar-benar terjadi. Pemilihan Jamarr menggantikan Kevin Bridgewaters adalah keputusan yang tepat.
Jamarr tampil pertama kali untuk Satria Muda di Seri 4 di Jakarta. Dalam laga perdananya, Satria Muda menang atas NSH Jakarta, dan Jamarr hanya mencetak 8 poin dan 8 rebound. Di laga kedua, melawan Stapac Jakarta, Jamarr mencetak 6 poin dan 13 rebound. Komentar-komentar miring tentang performanya mulai bermunculan di media sosial.
Jamarr mengikuti komentar-komentar tentang dirinya di media sosial. Pemain yang sempat bermain di liga bola basket Thailand saat absen di IBL 2016-2017 ini mendaku tak habis mengerti dengan kemauan pendukung basket di Indonesia. Menurut Jamarr, harapan para penggemar basket kepada dirinya sangat besar, bahkan terlampau besar.
Perasaan terbebani dengan ekspektasi yang sangat tinggi ini diungkapkan Jamarr saat kami mewawancarainya di Seri 4 Jakarta. Jamarr tak habis pikir, bagaimana para pecinta basket Indonesia selalu menuntut dirinya untuk bermain sangat bagus. Ia membandingkan bagaimana para pemain lokal mencetak tidak sampai 10 poin dan hanya sedikit rebound, tetapi mendapat pujian dan sanjungan setinggi langit. "Oh hebat! Hebat sekali!" Komentar Jamarr saat itu seolah mencoba menirukan pujian penggemar basket Indonesia kepada pemain idolanya.
Sejak dua laga di Seri Jakarta, performa Jamarr membaik, khususnya dalam mencetak angka. Kecuali melawan Siliwangi di mana ia hanya mencetak lima angka, Jamarr selanjutnya selalu mencetak poin dengan digit ganda. Puncaknya di laga terakhir musim reguler melawan Bima Perkasa Yogyakarta di mana ia mencetak tripel-dobel 28 poin, 10 rebound dan 10 asis.
“Setelah tidak bermain di Indonesia selama setahun dan kembali lagi musim ini, saya tahu banyak harapan mengarah kepada saya. Ekspektasinya tinggi banget. Kalau (sampai saya) tidak juara, berat sekali,” ungkap Jamarr setelah laga ketiga final IBL 2018 usai.
“Saya sadar akan tekanan tersebut. Saya pakai tekanan itu untuk membawa permainan saya ke level saya seperti saat ini.”
Tekanan-tekanan di musim reguler membentuk Jamarr. “Saya kerja keras,” katanya.
Demi mendapatkan performa dan stamina yang lebih baik, Jamarr juga mendaku mengubah pola makannya. Ia menjadi vegetarian. “Saya hanya makan sayur dan buah dan minum banyak air,” tambahnya.
Jamarr mendapat dukungan yang luar biasa dari manajemen Satria Muda. Dukungan ini bahkan begitu nyata ketika rekannya Arki Dikania Wisnu memberi komentar selepas laga pertama final yang berlangsung tanggal 19 April di Mahaka Square, rumah Satria Muda. “Siapa yang meragukan (Jamarr)? Setiap orang boleh berpikir apa saja. Apapun yang terjadi di musim reguler, yang penting adalah sekarang,” tegas Arki.
Pada laga pertama final IBL 2018, Jamarr mencetak dobel-dobel 15 poin dan 11 rebound. Jamarr juga mengirim 4 asis dan mencuri (steal) 3 bola.
Di laga kedua, ia membukukan 16 poin dan 5 rebound. Dan pada laga ketiga 21 poin dan 5 rebound. "Saya senang tidak membuat turn over tadi (di laga ketiga)," tambahnya.
Pencapaian Jamarr di musim ini terasa sempurna. Bukan saja ia menjadi MVP di final saat timnya juara, tetapi karena ia melakukannya dua kali. Jamarr juga menjadi MVP di final saat CLS Knights Surabaya juara IBL 2016. Sekali lagi, ini bukanlah sebuah pencapaian yang mudah.
“Waktu juara bersama CLS Knights, saya satu-satunya pemain ‘asing’. Tantangannya lebih kepada tantangan beradaptasi dengan budaya. Sekarang persaingan semakin ketat. Saya bisa menunjukkan kemampuan saya hari ini. Ini gelar yang berbeda karena banyak pemain-pemain asing bagus,” ungkap Jamarr membandingkan raihannya saat ini dengan waktu bermain untuk CLS Knights.
Dalam sistem pemilihan pemain asing IBL, tak ada jaminan Jamarr akan kembali memperkuat Satria Muda di musim mendatang. Tantangan demi tantangan siap menanti perjalanan karir Jamarr di Indonesia, termasuk sebagai pemain tim nasional. Untuk saat ini, Jamarr layak mendapat acungan jempol. Ia menjawab banyak keraguan. Pembuktian sudah tuntas.(*)
Foto: Alexander Anggriawan.