“Kamu masih melakukannya?” Tanya saya kepada Nate Barfield di lorong menuju lapangan basket di dalam Britama Arena Jakarta.
Waktu itu, para pemain Stapac Jakarta sedang bersiap-siap memasuki lapangan untuk bertanding di salah satu laga Seri 4. Beberapa pemain melihat saya menyapa Nate. Saya tidak ingat betul Stapac akan berhadapan dengan siapa saat itu. Mereka bermain tiga kali di Seri 4.
“Melakukan apa?” Balas Nate.
Saya menunjuk celananya.
Para pemain Stapac yang melihat dan mendengar perbincangan saya dengan Nate langsung tertawa. Nate tertawa malu-malu. Dia tidak menjelaskan apa-apa. Hanya mengangkat kedua tangan seolah mengatakan, “Ya begitulah.”
Itulah terakhir kali saya berpapasan dan berbicara dengan Nate. Setelah tampil delapan kali, Nate Barfield dipulangkan. Stapac memutuskan mengganti senter asing mereka.
Nate Barfield, pemain yang musim lalu membela NSH Jakarta ini sebenarnya memberikan kontribusi yang tidak buruk bagi Stapac. Dalam delapan kali tampil di musim ini, Nate rata-rata mencetak 18 poin per laga (PPG). Saat itu, ia berada di urutan ke-13 pemain dengan rata-rata poin tertinggi. Dalam hal rebound, Nate berada di peringkat tujuh dengan rata-rata 11,3 rebound per laga (RPG).
Angka-angka tersebut tidak cukup kuat untuk menahan Nate tetap berada di Stapac. Stapac hanya ada di posisi kedua klasemen sementara Divisi Putih dengan 5 kemenangan dan 3 kekalahan. Satu kali kalah dari Satria Muda Pertamina Jakarta, satu kali kalah dari Pelita Jaya Basketball Club dan satu lagi dari Pacific Caesar Surabaya. Stapac memutuskan mengganti Nate dengan Kore White.
“Kami membutuhkan seorang bigman yang bisa menjadi pemimpin untuk urusan bertahan dan berkemampuan baik juga saat menyerang. Serta cepat beradaptasi dengan sistem Stapac,” jelas A.F. Rinaldo, asisten pelatih Stapac tentang alasan melepas Nate dan menggantinya dengan Kore White.
Kore White adalah senter yang musim sebelumnya sukses membawa Pelita Jaya Basketball Club juara. Ia menghasilkan rata-rata 24,4 PPG, 13,6 RPG dan 3,1 asis per pertandingan (APG).
Penampilan pertama White menggantikan Nate sebenarnya tak begitu istimewa. Stapac kalah melawan Pacific untuk kali kedua. Walau kemudian ia berhasil mengumpulkan enam kemenangan beruntun sampai akhir musim reguler.
Belakangan, catatan pertandingan White selama musim reguler ternyata tak sebaik Nate. White bermain 9 kali dengan rata-rata 17,3 PPG, 10,7 RPG dan 3,9 APG. Catatan rata-rata poin dan rebound Nate sedikit lebih baik.
Kehebatan seorang Kore White mulai ditunjukkan di babak playoff. Stapac berhasil menyingkirkan Pacific di babak pertama, walau satu laga dimenangkan dengan insiden penolakan Pacific untuk hadir di lapangan karena memprotes kebijakan liga.
Di semifinal, menghadapi Pelita Jaya, Kore White seolah sudah tahu seluk para pemain yang pernah bersamanya satu musim lalu. Bersama M. Isman Thoyib yang bergantian dengan Vincent Rivaldi Kosasih, ring Stapac benar-benar aman dari gempuran Pelita Jaya yang terkenal memiliki pemain-pemain besar tangguh di liga. Gempuran bertubi-tubi dari Adhi Pratama, Valentino Wuwungan, Ponsianus Nyoman Indrawan dan juga Chester Jarell Giles di area kunci, mentah oleh kehadiran sosok White.
Hingga akhir kuarter ketiga, Pelita Jaya melepaskan 25 tembakan di sekitar area lubang kunci. Hanya lima yang kena sasaran alias menghasilkan poin.
Setelah kemenangan, 69-58 atas Pelita Jaya di pertemuan pertama semifinal IBL 2017-2018, White memberi pandangan perbedaan antara para pemain Stapac dengan tim yang ia bawa juara tahun lalu Pelita Jaya.
“Skuat cadangan kami lebih dalam. Kamu bisa lihat bagaimana Mei Joni yang hampir tidak bermain selama semusim penuh tapi mampu mengejutkan kami semua malam ini (5 April). Kami memiliki ikatan yang sangat kuat. Kami percaya satu sama lain. Setiap pemain, baik yang memiliki kesempatan bermain yang sangat sering maupun yang sangat jarang main, semuanya bisa diandalkan. Semuanya ingin menang,” jelas White.
Seusai pertandingan, White memang terlihat sangat bahagia menyaksikan performa Mei Joni. Joni yang bermain penuh 10 menit di kuarter empat memasukkan dua tembakan tripoinnya di kuarter ini. Termasuk satu tripoin di detik-detik akhir yang memastikan keunggulan Stapac dengan selisih 13 poin. Namun pernyataan White bahwa skuat Stapac lebih dalam memang bisa diperdebatkan.
Pada laga pertama semifinal, pemain cadangan Stapac hanya mencetak 18 poin. Sementara semua pemain cadangan Pelita Jaya berhasil menghasilkan angka dengan total 27 poin.
Diwawancarai pada saat yang berbeda, harapan para pelatih Stapac yang disampaikan oleh A.F. Rinaldo memang sejalan dengan apa yang tengah diasah oleh White. A.F. Rinaldo menginginkan seorang bigman yang mampu memimpin dan itulah yang memang diperdalam oleh White.
“Beberapa waktu ini saya lebih banyak berlatih masalah kepemimpinan, komunikasi, hal-hal di luar basket yang menurut saya masih relevan dan penting. Saya mencoba mendalami, apa yang bisa saya lakukan agar teman saya menjadi lebih baik. Apa yang bisa saya lakukan agar teman saya meningkat kemampuannya. Saya rasa, untuk jangka panjang, kemampuan ini akan sangat berguna,” kata Kore White. “Saya hanya membantu saja. Saya memberi apa yang saya mampu. Hal terbaik yang saya bisa. Tujuan saya hanya ingin membantu yang lain untuk maju. Itu saja.”
Besok, tanggal 7 April bertempat di C-Tra Arena Bandung, Kore White akan kembali memikul Stapac di pundaknya. Laga kedua akan sangat krusial. Memenangkan laga ini berarti lolos ke final bagi Stapac. Sebaliknya bila kalah, akan ada laga hidup-mati di mana boleh jadi momentum kemenangan ada pada Pelita Jaya yang berhasil merebut laga kedua.
Pada laga kedua nanti, White akan kembali menghadapi kerasnya perlawanan C.J. Giles. Bagi White, senter Pelita Jaya tersebut sangatlah tangguh.
“C.J. Giles adalah mesin rebound yang luar biasa. Pemain terbesar di liga ini dan dengan tegas mengatakan bahwa kita harus melakukan boxout sekuat tenaga jika ingin mengalahkan dia. Kalau tidak, Giles akan menghancurkan semua orang. Kami harus menyesuaikan diri menghadapi Giles. Dia, sendiri, menghancurkan kami malam ini (pertandingan pertama),” komentar White.
Kore White kini di ambang sejarah manis basket Indonesia. Bila ia berhasil menang, maka ia akan jadi pemain asing pertama yang berhasil membawa dua tim berbeda ke final IBL. Sejarah akan lebih manis bila hasil akhirnya adalah juara.(*)
Foto: Hariyanto