Nama keluarga Marino akhir-akhir ini memang sering terdengar, baik di media sosial maupun televisi. Apalagi ketika Putri Marino, seorang aktris, baru saja menikah dengan aktor Chicco Jerikho. Tapi, bukan sosok Sang Aktris yang akan dibahas di sini melainkan Ni Komang Sitha Dewi Marino alias Sitha Marino.
Sitha memang adik Putri. Berbeda dengan sang kakak yang terjun ke dunia hiburan, Sitha justru memilih jalan lain dengan menjadi atlet bola basket. Ya, gadis berdarah Italia ini bahkan pernah menjadi salah satu anggota Honda DBL All-Star 2016.
"Dulu, waktu SD, aku diwajibkan buat ikut ekstrakurikuler. Tapi, aku enggak tahu mau ikut apa. Waktu tanya Papa, katanya mending ikut basket saja, soalnya Papa juga sering main,’’ ujar Sitha mengenang awal pertemuannya dengan basket.
Perkenalannya dengan basket memang karena faktor terpaksa. Terpaksa karena ia harus memilih minimal satu ekstrakurikuler selama di bangku sekolah dasar. Karena alasan itulah, ia tidak terlalu fokus dengan olahraga permainan itu pada mulanya. Rasa cintanya justru lahir saat dia masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, SMP.
Sitha Marino (18) bersama tim Honda DBL Indonesia All-Star 2016 di Amerika Serikat. Foto: Dok. DBL Indonesia
Sitha remaja kembali bergabung dengan tim basket dan mulai fokus untuk menggelutinya. Darah sang ayah yang mencintai olahraga satu ini ternyata mengalir kepadanya. Saat SMA pun, ia—yang melanjutkan pendidikannya ke Soverdi Schools Tuban di Bali—melanjutkan aktivitasnya.
"Karena sekolahku SMP dan SMA sama-sama di Soverdi Schools, aku otomatis gabung lagi dengan tim basketnya. Tujuanku sih satu, bisa main di Honda DBL,’’ ujar gadis berusia 19 tahun ini.
Meski sudah cukup lama mengenal basket, ternyata perjalanan Sitha tak semulus itu. Ada beberapa orang yang terang-terangan mengejek kemampuan Sitha.
"Ada satu orang yang aku nggak bisa sebut namanya. Dulu dia pernah bilang kalau aku enggak bakal bisa jadi pemain utama. Katanya, sampai kapanpun, aku cuma bakal jadi bench player alias pemain cadangan,’’ jelas Sitha.
Kata-kata itu meresap langsung ke dalam pikirannya, membuat Sitha bertekad untuk membuktikan, dia tidak bisa dipandang sebelah mata. Hasilnya? Sitha pun berkesempatan membela sekolahnya di ajang Honda DBL Bali Series selama dua musim (2015 dan 2016). Gadis ini bahkan terpilih sebagai salah satu skuat Honda DBL All-Star dan mendapatkan perjalanan berharga ke Amerika Serikat.
"Ikut Honda DBL itu enggak cuma menyenangkan saat di lapangan saja. Selepas itu, aku juga ngerasain banyak banget manfaatnya. Salah satunya, aku jadi dapat beasiswa buat masuk ke universitasku sekarang,’’ tutur mahasiswa Universitas Pelita Harapan Jakarta ini.
Sitha Marino ketika membela Sahabat Semarang di Srikandi Cup 2017-2018. Foto: Mei Linda
Di kampus ini, Sitha pun bertemu dengan senior yang kemudian mengenalkannya dengan klub Sahabat Semarang. Meski sempat ragu, ia akhirnya memberanikan diri untuk menjajaki dunia basket profesional. Ia mengarungi musim perdananya dengan Sahabat Semarang pada ajang Srikandi Cup 2017-2018 di Makassar pada November 2017 lalu.
Meski telah mencicipi pertandingan profesional, Sitha masih menyimpan kekecewaan. Salah satunya karena tidak bisa merasakan kompetisi-kompetisi level nasional, seperti PON atau Popnas. Sedihnya lagi, ia juga tidak bisa bergabung dengan tim nasional untuk membela Indonesia.
"Buat sekarang, aku memang enggak bisa menjadikan basket sebagai pegangan hidup. Karena di Indonesia sendiri statusku adalah WNA, jadi enggak bisa bertanding secara nasional. Padahal, kalau ditanya ingin gabung timnas, ya jelas ingin banget,’’ jelasnya.
Saat ini Sitha memang masih menyandang status warga Italia, membuatnya menjadikan basket sebagai hobi saja. Ke depannya, ia ingin menyelesaikan kuliah dan melihat peluang lain. Entah itu mengikuti jejak sang kakak menjadi aktris atau justru profesi lain. Ia belum menentukannya.
Foto: Mei Linda