Pernah dengar pemain NBA  bernama Russ Smith? Tidak usah di cari di google, sangat wajar bila anda tidak mengenal nama tersebut. Smith hanya bermain 27 kali di NBA. Itu sudah terhitung selama tiga musim bersama New Orleans Pelicans dan Memphiz Grizzlies. Rata-rata ia bermain selama 4,9 menit dengan torehan 2,0 poin, 0,6 rebound, dan 0,7 asis per laga. Bukan angka yang istimewa untuk diingat oleh para penggemar NBA.

Tapi kisah di NBA berbeda jauh dengan masa-masa Smith di National Collegiate Athletic Association (NCAA) . Smith merupakan salah satu pemain penting dibalik kesuksesan University of Louisville meraih gelar juara pada musim 2012-2013 (yang kini telah dicabut oleh NCAA akibat skandal seks). Kala itu, ia bersama Peyton Siva dan Gorgui Deng menjadi tulang punggung tim saat mengalahkan University of Michigan yang kala itu dibela Trey Burke, Tim Hardaway Jr. dan Caris LeVert. Total ia memainkan 133 laga dengan seragam Louisville dan menorehkan rataan 14,3 poin, 2,7 rebound, dan 2,8 asis per laga.

Bersama Siva dan Deng, Smith yang sudah memasuki tahun keempatnya di Louisville memutuskan untuk mengikuti NBA Draft 2013. Terkenal dengan gayanya yang eksplosif dan cepat meski betubuh mungil (1,83 meter), ia dipilih pada putaran kedua oleh Philadelphia 76ers. Menjadi pilihan ke-47, ia tidak pernah sekalipun membela Sixers, ia langsung ditukar sehari setelah NBA Draft.

Selama tiga musim di NBA, Smith beberapa kali bermain untuk tim D-League (kini G-League). Ia tercatat pernah membela Fort Wayne Mad Ants, Iowa Energy, dan Delaware 87ers. Bersama dengan Delaware, Smith membukukan rekor poin terbanyak dalam satu pertandingan dengan mencetak 65 poin saat melawan Canton Charge. Pemain yang kini berusia 26 tahun ini total bermain sebanyak 72 laga di G-League dengan rataan 20,7 poin, 4,2 rebound, dan 6,0 asis per laga.

Tidak kunjung mendapatkan panggilan dari tim-tim NBA meski bermain bagus, Smith mulai frustasi. Dalam sebuah wawancara dengan hoopshype.com, ia mengungkapkan perasaannya kala itu. “Saya rasa, seharusnya saya 10 kali dipanggil untuk membela tim NBA saat itu. Saya sudah melakukan segalanya dari mencetak poin terbanyak hingga mencatatkan 20 asis, tapi mereka (tim NBA) tidak pernah sekalipun memanggil saya. Tidak ada garansi anda bermain baik akan dan anda akan dipanggil,” ungkap Smith.

Dengan pengalaman yang sudah ia lalui, Smith memutuskan untuk berkarir ke daratan Asia dan memutuskan Cina menjadi tempat berlabuhnya. Tidak langsung bermain di kasta tertinggi Cina, Smith memutuskan untuk bergabung dengan Luoyang Zhonghe di National Basketball League, divisi dua liga basket profesional Cina. Bermain hanya lima kali bersama Zhonghe, Smith mencatatkan rataan 61,2 poin, 6,2 rebound, 3,6 asis, dan 4,4 steal per laga. Ya, anda membacanya dengan benar, 61,2 poin per laga!. Dirilis oleh hoopshype.com tidak ada satupun pemain dalam sejarah NBL mampu mencatatkan rataan poin lebih dari 45 poin per laga dengan minimal bermain lima laga.

Permainan cemerlang Smith di NBL menarik minat Furjian Sturgeon, tim Chinese Basketball Association (CBA) yang merupakan liga utama di Cina. Musim ini, ia telah bermain sebanyak 32 kali dengan rataan 33,6 poin, 6,9 rebound, 6,9 asis dan 1,9 steal per laga. Akurasinya mencapai 47 persen dengan akurasi tripoin di angka 33 persen.

“Untuk takaran apresiasi penggemar basket di sini, saya rasa saya seperti Allen Iverson di Cina. Saya bermain total di setiap laga saya untuk Sturgeons karena saya tahu betapa berharganya kepercayaan dan pengalaman yang mereka berikan bagi saya. Saya tidak bertubuh tinggi dan memiliki tato di tubuh saya serta cara bermain saya, para penggemar di sini melihat saya sebagai Iverson,” ungkap Smith menggambarkan kondisinya di Cina sekarang kepada hoopshype.com.

Dengan segala kesuksesan yang diraihnya di Cina, tidak sedikit pengamat NBA yang menilai dirinya layak bermain di NBA dan mendapatkan peran yang pantas ketimbang di masa lampau. Ketika hoopshype.com bertanya tentang kemungkinan ia kembali bermain di NBA dengan peran yang lebih sedikit dan tidak mungkin bayaran yang juga lebih sedikit daripada di Cina, Smith memberi jawaban mengejutkan.

“Saya bisa bermain basket dengan cukup bagus selama 20-25 menit per laga sepanjang musim, itu yang saya butuhkan. Saya tidak bermasalah memulai laga dari bangku cadangan dengan peran yang lebih sedikit. Satu-satunya masalah bagi saya adalah jenis kontrak yang akan saya terima. Ini adalah dilema bagi saya, bila saya bermain di NBA dengan non-guaranteed contract sementara saya bisa bermain dengan kontrak besar dan terjamin di Cina. Saya harus kembali melihat apa yang saya inginkan untuk masa depan saya, untuk sekarang saya rasa Cina adalah tempat yang saya inginkan di mana saya berada,” tutur Smith.

“Di sisi lain saya juga berharap ada tim NBA yang mau memberikan penawaran yang cukup bagus bagi saya. Saya melihat sekitar 50 laga NBA musim ini dan banyak sekali garda yang menurut saya tidak lebih baik dari saya secara ketangkasan ataupun permaianan. Saya tidak mengerti bagaimana mereka bisa berada di sana dan saya ada di rumah menonton mereka. Akan tetapi, saya terus berusaha sabar, terus bekerja keras dan berpikir positif bahwa waktu saya akan datang. Saya percaya, setiap saya bekerja keras,semua akan terbayar suatu saat nanti,” tutup Smith kepada hoopshype.com

Smith hanyalah satu dari sekian banyak mantan pemain NBA yang memutuskan untuk bermain di liga-liga luar dan berhasil meraih kesuksean. Di CBA sendiri masih ada nama Jimmer Fredette, Jared Sullinger, dan J.J Hickson yang usianya masih di bawah 30 tahun. Tidak menutup kemungkinan nama-nama tersebut akan kembali ke NBA dan mendapatkan kesempatan yang mereka mau seperti yang sudah didapatkan Brandon Jennings dengan Milawukee Bucks.

 Foto: courier-journal.com, bleacher report, Youtube

Foto: hoopshype.com

Video: youtube.com

 

Komentar